"Apa yang akan kau lakukan, Nona?"
Jane terkesiap. Dia syok Regan tiba-tiba bangun. Matanya merah, agak sedikit sayu. Terlihat jelas dia masih dalam keadaan yang belum sadar betul."Maafkan aku. Kemejamu berkeringat dan aku rasa ada sedikit muntahan. Aku berniat untuk melepasnya dan sedikit membersihkannya dengan air. Apakah kau keberatan? Kalau kau keberatan, Aku tidak akan meneruskannya."Terdiam lama masih menatap lekat Jane, Regan akhirnya melepaskan keratan tangannya. Membiarkan Jane meneruskan kembali membuka kemejanya yang sudah terbuka separuh. Jane kembali membukanya hingga selesai lantas berdiri untuk mengambil handuk yang sudah ia basahi.Jane menelan ludahnya sendiri saat dengan pelan dia menyusuri kulit Regan. Apalagi Regan memperhatikan dirinya dengan seksama dari awal."Kau mabuk. Jangan melihatku seperti itu, Tuan tampan. Kau tentu tahu aku bukanlah wanita yang akan rugi jika kehilangan harga diri," candanya.Regan menyeringai."Aku? Mabuk? Kau bercanda? Aku ini kuat minum."Jane memutar kedua matanya malas. Dia mengangguk saja. Lelah juga kalau harus bicara dengan orang mabuk."Aku ingin menceritakan sesuatu. Apa kau mau mendengarnya?" Ucap Regan kemudian."Hem. Bicaralah. Aku akan mendengarmu.""Aku punya sedikit masalah. Kalau ku pikir-pikir, memang agak serius.""Benarkah?"Regan mengangguk."Apakah itu alasanmu tidak pulang dan menginap di hotel ini?""Iya. Aku tidak mau pulang. Aku tidak ingin bertemu dengan mereka.""Mereka?""Iya. Keluargaku. Terutama ayahku."Jane menghela napas. Dia terus melanjutkan mengusap tubuh atas Regan yang sudah tidak memakai apapun lagi."Aku rasa, menghindari masalah terus-menerus juga tidak benar. Kalau tidak di hadapi, kapan selesainya? Kau lari dari masalahmu, lalu kabur kesini. Bukankah kau bersikap seperti pengecut?""Apa kau bilang? Pengecut? Aku?""Iya. Kalau terus menghindar dari masalah lalu bersembunyi di tempat ini, bukankah itu pengecut namanya?"Regan tertawa terbahak-bahak. Jane sampai terkejut hingga menghentikan aktifitasnya."Kau tidak tahu apapun tentangku. Jangan menilaiku seperti itu jika tidak mengenalku. Aku mempunyai masalah yang tidak bisa aku ceritakan. Jadi jangan pernah menudingku sebagai seorang pengecut.""Baiklah. Aku minta maaf. Jadi, kau mau menceritakan apa padaku, Tuan? Katamu tadi ingin bercerita tentang masalahmu."Regan diam saja. Matanya berulang kali menatap ke arah dada Jane yang saat itu menyembul sedikit dari balik dressnya yang ketat. Jane menyadari itu. Dia mengikuti arah pandangan Regan lantas tertawa."Yah, Aku mengerti sekarang. Memang, semua pria itu sama saja. Kau bercerita panjang lebar lalu berakhir dengan ini?""Apa maksudmu?""Kau ingin berhubungan denganku?"Wajah Regan memerah."Apa?""Kau sudah menolongku dari si gendut itu. Aku akan membuatmu merasa lebih baik entah kau ingat atau tidak saat kau bangun nanti. Ku anggap ini adalah bentuk terima kasihku padamu."Belum Regan membalas ucapan Jane, wanita itu mempaut bibir Regan yang sedikit terbuka. Kedua mata Regan membola. Dia teramat terkejut dengan apa yang Jane lakukan. Namun tidak ada penolakan darinya. Dia bahkan mencoba untuk membalasnya. Jane tersenyum sedikit di sela ciumannya. Mempermainkan pria polos seperti Regan bukanlah hal yang sulit.Bagaimana Jane bisa tahu kalau Regan itu polos? Tentu saja Jane bisa dengan mudah mengetahuinya. Jane itu profesional. Dari ciumannya saja sudah bisa dia tebak. Regan nampak ragu mempermainkan lidahnya sendiri. Sedangkan Jane, dengan pengalamannya sebagai wanita penghibur selama bertahun-tahun, Dia akan membuat Regan mengingat kejadian ini saat dia bangun nanti.Ada sedikit desahan dan juga erangan dari mulut Regan. Jane melanjutkan apa yang dia perbuat sampai kemudian dia melepas semua yang menempel di tubuh Regan. Jane pun sama.Regan nampak terkejut saat mendapati dirinya dalam keadaan 'terbangun'. Dia syok, Jane pun syok. Kenapa harus sekaget itu saat mendapati tubuhnya bereaksi secara normal? Apakah semua ini tidak wajar? Batin Jane."Ada apa?" Tanya Jane melihat Regan menelan ludah sambil melihat ke arah bawahnya sendiri."Tidak apa-apa."Jane tersenyum tipis dan melanjutkan apa yang sudah dia mulai di awal tadi. Berniat ingin membersihkan keringat Regan, kini mereka sama-sama berkeringat demi mengejar kenikmatan sesaat.Suara erangan saling bersahutan. Decap ciuman serta kecupan terdengar di sela desahan. Ketika mereka sudah bersatu, saling mengisi satu sama lain, tidak butuh waktu lama hingga tubuh Regan mengejang. Bau amis menyeruak di hidung. Regan terkulai lemas di atas tubuh Jane yang saat itu juga merasakan hal yang sama. Sama-sama di terjang kepuasan surgawi...Besoknya, pukul 06.00.Regan terbangun dari tidurnya saat merasakan getaran keras dari arah bawah bantalnya. Dengan masih menutup matanya, jemarinya merogoh ponselnya membuka sedikit matanya melihat siapa yang menganggu tidurnya pagi-pagi begini."Kenapa kau harus menggangguku? Ini masih terlalu pagi untuk menghancurkan mood seseorang." Suara Regan terdengar serak. Kesadarannya belum pulih sepenuhnya."Kau dimana?" Tanya seorang pria di seberang telfon."Di tempat yang tidak mungkin bisa kau temukan.""Semalam aku sudah menunggumu. Aku kira kau akan datang ke tempatku. Jangan lupa kalau kita ini teman. Kau bisa ceritakan apapun padaku. Tidak seharusnya kau menghindari masalah. Aku kira kau bukanlah seorang pengecut, Regan."...Kau bersikap seperti pengecut...Mata Regan langsung terbuka lebar. Kepalanya tiba-tiba menampilkan ingatan singkat. Suara wanita yang mengatakan hal yang sama. Regan bangun dari rebahnya, Dia meringis memegang sisi kepalanya. Pusing dan sakit serta berat."Aku akan menghubungimu nanti."Regan menutup telfonnya lantas membuang ponselnya di sisi ranjangnya."Akh...apa yang terjadi padaku?" Gumamnya masih memegang sisi belakang kepalanya.Tubuh yang awalnya tertutup selimut, saat dia berdiri dia terkejut bukan main saat mendapati dirinya dalam keadaan polos."Apa ini? Kenapa aku tidak memakai apa-apa?"Dia berusaha kembali mengingat kejadian semalam. Dia minum dengan wanita itu. Dia mabuk, lalu? Lalu apa yang terjadi selanjutnya?"Itu tidak mungkin terjadi."Regan terpaku. Dia bengong seperti orang yang baru saja kehilangan kesadaran. Kedua matanya menatap ke segala arah. Mencari sesuatu yang sebenarnya tidaklah dia harapkan.Matanya berhenti di satu tempat. Dia melihat banyaknya tisu yang berserakan di sisi bawah ranjangnya. Dengan ragu dia mengambilnya. Ada bau yang tidak asing di hidungnya. Saat di buka, ternyata benar. Itu adalah cairannya sendiri yang sudah dia bersihkan dari miliknya.Saat itu juga, seperti sebuah proyektor film, segala ingatan semalam teringat jelas di kepalanya. Dia melakukan itu dengan Jane, wanita yang baru di kenalnya. Dia ingat bagaimana rupa wanita itu saat di atasnya, Dia ingat bagaimana ekspresi Jane saat berada di bawahnya. Erangan, desahan bersahutan, bentuk tubuh Jane bahkan Regan ingat dengan detail. Dia memang mabuk, tapi tidak sampai lupa akan kejadian semalam.Iya. Regan mengingat segalanya."Itu tidak mungkin," gumamnya.Tiga tahun kemudian~ Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Waktu berlalu begitu cepat. Kehidupan berjalan seperti biasanya, kebiasaan juga tetap terjadi di setiap harinya. Setelah mengetahui Jane hamil saat itu, keluarga Foster seakan si beri sebuah berkah tak terduga. Di samping saham MH meroket naik, nama Regan pun ikutan naik kembali. Berbanding terbalik dengan MH, E & A jatuh sesuai apa yang Regan katakan. Sahamnya anjlok, nama E & A pun juga ikut jelek. Banyak dari staf keluar dan tidak pernah kembali. Memilih masuk ke MH yang saat itu tengah membuka lowongan kerja. Tuan Easter di jatuhi hukuman tiga tahun penjara, tapi entah kenapa dia juga mengaku kalau dia adalah pelaku yang meneror Jane saat itu sehingga hukumannya menjadi lima tahun. Sengaja dia melakukannya karena sadar jika Regan mempunyai bukti lagi atas teror yang saat itu terjadi, bisa di pastikan kalau Alice akan di penjara juga. Mendapati ayahnya masuk penjara untuknya, Alice memilih p
Setelah sekian lamanya, kaki Jane menapak kembali ke rumah besar bercat putih yang dia tinggalkan dengan sengaja. Bujukan Regan kemarin yang menceritakan soal kesehatan ayah mertuanya membuat hati Jane tergerak. Tujuan utama dia pergi, di karenakan dia ingin Tuan Abraham bisa memulihkan kesehatannya. Namun, setelah mendengar kalau dia tidak baik-baik saja, tidak mungkin Jane membiarkannya. Dia pulang, ingin memastikan keadaannya seperti apa yang Regan katakan. Saat kakinya sudah di ambang pintu, Dia berhenti melangkah. Regan yang berada di dekatnya sampai heran,"Ada apa?" Tanyanya. "Tidak. Hanya saja aku merasa takut jika ayah masih marah padaku." Regan tersenyum tipis, menggenggam jemari Jane yang menggantung lantas mengecupnya."Percayalah padaku. Dia sudah sangat mengharapkanmu kembali. Bukan hanya aku, Juan, Yohan, apalagi ayah, merindukan dirimu, Jane." Jane menoleh kebelakangnya. Di sana berdiri Juan dan juga Emely yang kini tersenyum lebar. Bahkan Emely terlihat ingin
"Dia sedang mengandung. Jane, hamil anakmu, Kak Regan." Regan membisu, tubuhnya membeku. Dia terduduk kembali dengan badan yang gemetar hebat."Dia hamil? Kau yakin mendengar itu?" "Aku sangat yakin." "Istriku sedang hamil," ucapnya menutup mukanya. Regan menangis, tapi tidak dengan tangisan kesedihan. Namun dia sangat bahagia karena mendengar kabar baik itu. Walau di sisi lain dia sangat menyesali perbuatannya karena tidak segera mencarinya, tapi setelah mengetahui tempatnya sekarang, Dia lega. Pun, saat itu juga Regan langsung memesan dua tiket ke Virginia, untuknya dan untuk Juan. Sengaja Yohan tidak dia ajak karena sejak masalah terakhir itu, kesehatan ayahnya sedikit terganggu. Tuan Abraham berada di rumah dan Yohan berada di sana untuk menjaganya. Butuh waktu tidak begitu lama untuk sampai ke Virginia, apalagi lewat jalur udara. Hanya butuh 1 jam dan hanya naik taksi sebentar yang akhirnya mereka sampai di alamat yang Emely berikan. Saat kedua pria itu turun tak
"Nona, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Tanya Emely tapi Jane hanya diam saja masih tidak percaya dengan keadaan yang terjadi setelah kepergiannya. "Apa maksudmu?" Lirik Jane mengubah suasana menjadi tidak enak. Emely terkesiap mendengar nada yang berbeda. Jane terdengar tidak suka. "Em...maksud saya, masalah anda sepertinya sudah selesai, Nona. Tuan Regan sangat hebat membalikkan situasi ini. Apakah anda tidak ingin kembali?"Jane menghela napas panjang, menatap ke arah luar jendela lagi."Aku yakin Regan pasti bisa menyelesaikan masalah yang menerpa kami. Kabar soal Tuan Easterlah yang ternyata dalang di balik artikel itu, tentunya membuat ku sedih. Aku sangat menyayangkan sikapnya itu yang berusaha menghancurkan pernikahan kami. Tapi, daripada bertanya bagaimana sekarang, Aku lebih memikirkan keadaan ayah. Dia pasti syok karena di khianati teman baiknya sendiri."Emely menunduk, dia diam saja takut dan segan. "...Aku masih tidak bisa kembali, Emely. Walau masalahku selesai,
"Alice, hubungi pengacara kita dan ceritakan apa yang terjadi padanya." Lanjutnya lantas pergi dari sana di dampingi oleh dua polisi. "Ayah! Tidak! Jangan pergi!" Teriaknya berusaha untuk memberontak dengan mencekal tangan ayahnya namun dengan cepat, Yohan menyahut lengannya dan menariknya kebelakang. Membuat cekalan tangan Alice pada ayahnya terlepas. "Jangan berbuat apapun atau kau akan menyesalinya," tekan Yohan menatap tajam Alice. Sedangkan Tuan Easter sudah turun lebih dulu. Regan hanya terdiam di tempatnya. Sama sekali enggan untuk bicara. Hanya menatap ke arah Alice dan Yohan yang saat ini sedang berseteru. Lagi-lagi Alice menghentakkan tangannya hingga terlepas."Kau yang akan menyesalinya karena berurusan denganku!" Balas Alice dengan mata merah dan sedikit bengkak. "Alice..." panggil Regan dan tatapan Alice teralihkan ke Regan."Aku memaafkanmu, dan berjanji akan menutup mulutku atas apa yang sudah kau lakukan pada Jane karena aku masih menganggapmu sebagai teman. Aku mo
"Maafkan saya, Nona. Tapi ada polisi di depan. Mereka mencari Presdir."Tuan Easter dan Alice kaget. Mereka saling berpandangan."Polisi?" Gumam mereka hampir bersamaan."Kau bilang apa barusan? Polisi?" Ulang Tuan Easter. "Iya, Presdir. Mereka mencari anda."Tuan Easter bingung sekaligus khawatir. Kenapa polisi datang mencari dirinya? Padahal dia tidak melakukan apa-apa.Begitu sekretarisnya keluar, dua orang polisi masuk ke dalam ruangan. Mereka berbadan tinggi tegap dan berpakaian biasa. "Tuan Easter?" Panggil salah satunya. "Iya. Saya Easter. Ada perlu apa kalian mencariku?""Bisakah anda ikut kami ke kantor polisi?""Apa? Kenapa aku harus ikut kalian kesana? Apa yang sudah aku lakukan?""Anda di laporkan atas tindakan pencemaran nama baik tanpa bukti. Silahkan ikut kami ke kantor polisi untuk di mintai keterangan."Alice terkejut bukan main, sedangkan Tuan Easter melotot tak percaya."Apa?! Siapa yang dengan lancang melaporkanku ke polisi, hah?! Dasar kurang ajar!" Teriaknya ma