Share

Ch. 5 Pasrah

"Lu nggak coba cari tahu dulu sama siapa elu di jodohin? Kali aja anak dirut atau malah yang punya rumah sakit, Vin." Cerocos Brian setelah Kelvin cukup lama diam.

Terdengar helaan napas kasar, tidak perlu menoleh ke sumber suara, Brian tahu betul dari mana asal suara itu. Ia malah dengan begitu santai meneguk air mineral dalam botol, suasana hati Kelvin sedang kacau, berbeda dengan orang-orang pada umumnya yang suka tantrum bahkan mengamuk ketika suasana hati kacau, Kelvin malah kebalikannya.

"Diem lu, makin pusing pala gue, Yan!" Umpatnya dengan wajah ditekuk.

Brian tersenyum simpul, ia menepuk punggung Kelvin dengan sedikit keras. Hampir saja botol air yang tadi Brian sodorkan meluncur jatuh.

"Opsi lu cuma dua, Vin. Cari cewe, bawa ke depan nyokap atau diam pasrah dijodohin." Brian menatap mata yang tengah menatap tajam ke arahnya dengan santai, menyunggingkan senyum simpatik yang seketika mampu menurunkan kadar tajam sorot mata Kelvin.

"Opsi pertama, nggak mungkin bisa berhasil, Yan!" Desisnya lirih.

Brian membelalak, menatap Kelvin dengan tatapan tidak mengerti.

"Hey! Lu belom coba, Vin! Kenapa pesimis begitu?"

Bisa Brian lihat wajah itu makin lesu, berkali-kali Kelvin terlihat menarik napas panjang. Memang masalah yang Kelvin hadapi ini bukan masalah yang bisa dianggap sepele. Brian sendiripun tidak mau kalau mendadak main dijodohkan begini, kecuali kalau ....

"Nyokap udah kasih ulti tadi. Kalo sampe gue nolak, impian gue buat lanjut PPDS kandas gitu aja."

Kontan Brian yang tengah meneguk air mineral tersedak-sedak. Mata Brian sampai memerah, begitu dia beres mengendalikan diri, kembali Brian menoleh dan menatap nanar ke arah Kelvin.

"Wah kalo itu, sory, Vin ... gue nggak bisa komentar banyak!" Brian tentu paham bagaimana posisi Kelvin saat ini.

Sebagai dokter umum yang juga masih bergantung pada orang tua, terlebih untuk bisa lanjut sekolah spesialis nanti, Brian tentu juga tidak akan bisa berkutik kalau dihadapkan dengan kondisi macam Kelvin saat ini.

"Tentu gue lebih berat masa depan karir gue dong, Yan. Bener nggak?"

Kepala Brian terangguk cepat. Bagaimanapun, jadi seorang spesialis apalagi sampai mempunyai tambahan gelar "K" dalam kurung di belakang nama adalah impiannya. Impian Kelvin juga karena sejak dulu sekali, mereka berdua sudah menentukan langkah-langkah apa yang hendak mereka ambil setelah lulus.

"Terus? Lu pasrah nih berarti dijodohin sama nyokap lu?" Brian kembali menegaskan, dia tahu betul bagaimana si Kelvin ini, apalagi kriteria yang dia mau untuk pendamping hidup. Tidak mungkin ujug-ujug Kelvin akan diam saja tanpa melakukan apa-apa.

"Ya di depan nyokap begitu. Cuma, di belakangnya, gue bebas lakuin apa aja, kan?" Kelvin menoleh, menatap Brian dengan tatapan yang langsung membuat Brian tertegun seketika.

"Ma-maksud lu, Vin?" Brian mendadak takut, memang apa yang hendak dilakukan sahabatnya ini?

"Kalo nyokap aja bisa berlaku seenaknya ke gue begini, itu artinya gue bisa lakuin hal yang sama kan, Yan?"

***

"Mama serius mau jodohin Bang Kelvin?"

Dewi langsung menoleh, menatap Karina yang memperhatikan dirinya dari atas bed rumah sakit. Dewi menghela napas panjang, kepalanya terangguk perlahan sebagai jawaban dari apa yang tadi anak bungsunya itu tanyakan.

"Hah? Sama siapa, Ma? Bang Kelvin itu seleranya tinggi banget loh. Makanya sampe sekarang jomblo, terlalu pemilih, jadi nggak laku!" Cerocos Karina seolah merupakan rasa sakit bekas operasinya.

Dewi tertawa kecil, ia masih begitu santai duduk di sofa sambil menimang Arjuna yang nampak terlelap.

"Iya Mama tau. Makanya mama inisiatif cariin jodoh. Nggak gitu ntar abangmu sampe beruban nggak bakalan kawin, Rin."

Rasanya Karina ingin tertawa terbahak-bahak sekeras-kerasnya kalau saja ia tidak habis melakukan tindakan sesar. Untung Karina ingat, kalau tidak, nikmat sekali rasa jahitannya nanti jika ia bablas terbahak-bahak.

"Siapa sih, Ma? Anak temen mama yang mana? Anaknya tante Riana, ya?" Karina coba menebak, mamanya punya banyak teman, jadi ia tidak bisa langsung tahu dengan siapa kakaknya akan dijodohkan.

"Bukan!" Jawab Dewi cepat. "Anaknya tante Riana kan cowok semua, Rin! Nggak inget yang kecil dulu sempet mau naksir sama kamu?"

Kontan wajah Karina cemberut. Ia tentu ingat sosok itu. Tapi mana mau Karina kalau dulu dia masih SMP kelas tiga dan Helmi sudah jalan koas?

"Nggak usah bahas itu deh, Ma. Bisa gawat kalo mas Yudha denger."

Dewi tertawa kecil, sementara Karina masih cemberut sambil menekan-nekan remote TV.

"Lagian kamu sih, kok bisa-bisanya kepikiran mama mau jodohin abang mu sama anak tante Riana? Anaknya yang mana?"

"Ya kan lupa, Ma, kalo anaknya cowok semua." Untuk apa Karina ingat-ingat, itu bukan suatu hal yang penting. "Kalo gitu kasih tau deh ... Mama mau jodohin BangKe sama siapa, Ma?"

Terdengar helaan napas kasar yang membuat Karina menoleh. Wajah Dewi nampak tertunduk, terlihat tengah memperhatikan Arjuna, namun sebagai anak, Karina tahu, Dewi seperti tengah memikirkan sesuatu.

Dahi Karina berkerut. Ada apa sebenarnya? Mamanya tiba-tiba datang dan membawa kabar bahwa dia hendak menjodohkan kakak nomor 2 Karina. Ini benar-benar diluar kebiasaan Dewi! Karina tahu betul itu.

Bang Kefas bahkan Karina, mereka bebas memilih dengan siapa mereka hendak menikah. Selama bebet, bibit dan bobotnya jelas, baik Dewi maupun Ahmad tidak pernah keberatan. Bahkan Yudha yang umurnya terpaut cukup jauh dengan Karina pun mereka terima dengan tangan terbuka. Lalu kenapa ....

"Mama belum bisa kasih tahu kamu sekarang, Rin. Nanti akan ada waktunya kamu tahu dengan sendirinya. Yang jelas, mama tentu nggak akan sembarangan kasih jodoh buat abang kamu."

Karina makin tidak mengerti. Sejak kapan Dewi jadi tidak terbuka begini? Namun melihat dari raut muka Dewi saat ini, Karina memilih untuk tidak mendesak lebih jauh. Ia memilih untuk diam meksipun dalam kepalanya masih ada pertanyaan-pertanyaan mengenai rencana perjodohan itu.

"Intinya dia gadis yang baik, dari keluarga baik-baik, keturunannya baik. Sangat cocok bersanding sama abang kamu, Rin."

Kini gantian Karina yang menghela napas panjang. Ia meletakkan remote lalu menoleh menatap sang mama yang ternyata juga tengah menatap ke arahnya. Mata mereka bertemu, saling beradu beberapa detik hingga kemudian Karina melontarkan pertanyaan yang benar-benar menganggu pikirannya.

"Tapi mama yakin kalo Bang Kelvin bakalan mau dijodohkan, Ma?"

***

"Rin ayolah!" Kelvin memasang wajah mengiba, berharap ia mendapatkan bantuan dari sang adik.

Karina mencebik, sudah dia duga bahwa Kelvin akan merengek padanya seperti ini. Bukan salah Kelvin juga, rasanya semua orang akan kelabakan kalau mendadak diberitahu bahwa ia akan dijodohkan.

"Bukan aku nggak mau, Bang. Cuma masalahnya, aku sendiri dah tanya sama mama masalah itu!" Jelas Karina yang kontan membuat mata Kelvin membelalak terkejut.

"Hah serius? Terus gimana jawaban mama apa?"

Karina menghela napas panjang. Ia menatap wajah itu dengan perasaan campur aduk. Meskipun Kelvin sangat menyebalkan, namun Karina kasihan juga kalau dia harus menikahi wanita yang sama sekali bukan tipikal Kevin.

"Lah malah diem! Gimana, Rin? Mama jawab apa?'

" Mama bilang kalau ....."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status