Share

Kontrak Sandiwara Jadi Cinta
Kontrak Sandiwara Jadi Cinta
Penulis: Gabriel Matsuka

Bab 1 Acara Temu Jodoh

Bab 1

Dina menghela napas sesaat sebelum memasuki tempat acara perjodohan diadakan. Mencoba membulatkan tekad dan berusaha menekan egonya. Di usia ke 22 tahun dia harus menjajakan diri seperti ini?! OMG, tolong!

"Ingat Dina, kalau kau ingin jadi artis, kau butuh restu dari seorang suami!"

"Dina hanya butuh ijin dan restu dari Mama dan Papa! Itu saja ..."

"Kami sudah memberi jawab dan kami tetap tidak akan mengijinkannya, titik!"

Dina merasa harus mencari cara lain untuk membujuk kedua orang tuanya. Tanggal keberangkatan semakin dekat, dia harus segera mendapat ijin dari mama dan papa karena itu ia mengganti strateginya dan memainkan aktingnya. Ia mulai terisak dengan wajah penuh kesedihan.

"Kenapa Dina harus menikah, Ma? Makan Dina nggak banyak-banyak amat. Dina ini masih muda, Ma. Belum mau kawin! Apa Mama dan Papa berniat memadamkan semangat Dina?!" Dina menangis lagi.

Kedua orang tua Dina hanya menatap tanpa bergeming sedikitpun dengan isak tangisnya.

Dina menambah volume isakannya. "Menikah itu, ..." Dina terisak lagi dengan wajah memelas. "Bagi seorang aktris, ..." Membersit hidungnya kuat-kuat sebelum melanjutkan bicara lagi. "Adalah akhir dari perjalanan karir seorang aktris! Itu sama saja Mama dan Papa ingin menghancurkan karir Dina sebelum bertunas!"

Ia masih ingat bukannya mereka tergugah malah ia melihat seringai muncul menghiasi wajah papa dan mamanya kala menyaksikan kemampuan aktingnya! Apa seburuk itu aktingnya? tanya Dina dalam hati.

"Kalau semua orang tahu kau sudah menikah dan memulai karir aktingmu dengan hal itu, kami rasa semua akan baik-baik dan lancar.  Kau bisa memulai dengan cara yang benar, Sayang percayalah. Kami berjanji kalau suamimu nanti mengijinkanmu berangkat ke New York untuk belajar akting selama tiga tahun, kami akan turut mendukung karirmu."

Dina mengeraskan suara tangisnya berusaha membujuk lagi. "Mana ada suami yang mau mengijinkannya Mama?!" erang Dina sambil menangis pilu berusaha membujuk kedua orang tuanya lagi. Dan yah, pada akhirnya caranya berakhir dengan sia-sia, tetap saja dia harus datang ke acara perjodohan dan mencari peruntungannya sendiri. 

"Ayo Dina, kau bisa dan pasti bisa menemukan calon suami yang akan mengijinkanmu pergi menimba ilmu ke luar negeri!" seru Dina pada dirinya sendiri sebelum melangkahkan kaki ke hotel bintang lima, hotel Graha Parahita.

Dian merasa sangat lelah menghadapi pria-pria yang mengantri untuk menemukan kecocokan di antara mereka. Ini adalah kali ke lima, ia diumpat dan ditinggalkan begitu saja saat ia menyebutkan persyaratan sebelum mereka menikah pada akhirnya.

"Setelah menikah kau tidak perlu bekerja. Aku yang akan menghidupimu."

Dina menahan geram saat mendengar ucapan sombong yang terdengar dari mulut Adam.

"Tenang saja, kau hanya harus menjadi ibu dari anak-anakku dan menikmati hidup ini tanpa bersusah payah."

"Aku punya karir ..." Saat ini dia sudah membintangi beberapa iklan kecil untuk pemotretan di media cetak.

"Kenapa kau mau melakukannya?"

"Apa maksudmu?" tanya Dina dengan tatapan tidak senang.

"Menjadi Aktris tidak bisa diterima oleh keluargaku, jadi ..."

Suara Adam terdengar seperti dengungan lebah yang mengganggu di telinga Dina tapi ia mengatupkan mulutnya rapat-rapat saat mendengar umpatan lirih dari meja sebelah.

"Din?" tegur Adam merasa bersemangat bisa menemukan wanita muda yang cantik seperti Dina! Yah, Tuhan! Dia cantik sekali! erang Adam membayangkan betapa indah malam pertama yang akan mereka lalui bersama.

Dina tersadar karena ia fokus mendengarkan apa yang sedang terjadi di meja sebelahnya. "Yah?"

"Apa kau setuju dengan perjodohan ini?" tanya Adam seraya terkekeh dan mendekati tangan Dina.

Dina menarik tangannya sebelum Adam menyentuhnya. Pria ini sudah pasti bukan calon suami yang bisa kunikahi! putusnya dengan cepat. Tiba-tiba sebuah ide cemerlang melintas di benak Dina.

"Adam, aku senang kau berbaik hati menerima kondisiku apa adanya. Aku tidak percaya setelah aku membuat kesalahan ternyata Tuhan masih sangat baik padaku! Aku masih bisa menemukan pria yang baik hati yang mau menerimaku dan juga anakku ..." kata Dina dengan penekanan khusus agar Adam menyadari apa yang ingin disampaikan.

"Anak? ..." ulang Adam tanpa sadar. Ia tertegun lama saat mendengar ucapan Dina lalu mencoba tertawa seolah mengerti candaan yang dilontarkan Dina saat ini. Dia menggemaskan sekali! ucap Adam sambil mencoba untuk tetap tenang tapi yang keluar dari mulutnya justru kepanikan!

"Itu bukan candaan," sela Dina dengan cepat.

"Ap-apa katamu!"

Dina menatap foto Miracle dengan penuh kekaguman.

"Yah?"

"Mak comblang tidak pernah mengatakan tentang hal ini pada kami, oh aku tahu kau hanya mencandaiku, bukan?" Ini tidak mungkin benar, bukan?! keluh Adam sambil meminum kopinya dengan tangan gemetaran. 

Dina menggeleng seraya berakting dengan mimik wajah yang sedih sambil mengeluarkan fotonya bersama Miracle, anak asuhnya. Untunglah, aku selalu membawa foto Miracle di dalam dompetnya. "Dia Miracle, putriku."

Adam menelan air ludahnya dengan susah payah. Pantas saja wanita secantik dan semuda Dina belum menikah sampai saat ini rupanya dia menyimpan aib! tukas Adam dalam hati seraya mendehem dan mendorong kembali foto Dina dan seorang bayi ke arah Dina.

Dina semakin serius berakting menyedihkan di hadapan Adam. 

Wajah Adam makin memucat sambil berpikir keras melihat tatapan Dina kepadanya. Ia mengambil sapu tangannya dan menyeka keringatnya yang bercucuran deras di wajah dan tubuhnya. Apa kata orang nanti! gumam Adam dengan wajah memerah menahan amarah.

"Kalian mencoba menipuku, bukan!" umpat Adam dengan kesal. "Tidak ada pernikahan yang akan terjadi! Permisi!" seru Adam langsung bergegas pergi tanpa mau membayar bill minuman mereka.

Dina menahan tawa kemenangannya lalu segera menyodorkan kartu kreditnya kepada pelayan yang terlihat gugup dan ragu saat harus memberikan slip tagihan kepadanya. Dia harus berterima kasih kepada orang di belakangnya itu karena telah memberinya ide untuk menolak Adam. 

Tapi sesaat kemudian ia menghela napasnya dalam-dalam. Kemana aku harus mencari calon suami yang bisa mengijinkanku melakukan hal yang kuinginkan dalam waktu sesingkat ini! keluhnya dalam hati sambil meremas rambutnya dengan frustasi.

Tadinya ia berniat segera pergi tapi secara perlahan ia kembali duduk merapat ke kursinya. Ia mendengarkan apa yang sedang terjadi di meja sebelah.

Duda beranak tiga? ucap Dina mengulangi dalam hati. Aku tidak keberatan, jawabnya.

Ekonomi pas-pasan?  ulangnya lagi sambil menyemangati dirinya. Aku bisa memenuhi kebutuhanku sendiri! katanya merasa telah menemukan calon suami yang bisa menyetujui permintaannya yang memang tidak masuk akal.

Binar harapan membuncah di dalam dada Dina sambil terus mendengarkan apa yang terjadi di meja sebelah dengan penuh antusias. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status