Bab48
"Aamiin. Yang semangat dong, Ki. Kamu harus kuat, dan harus bisa menemukan Ganesa," kata Alia memberi semangat.
"Terimakasih, Al. Maaf, jika aku melibatkan kamu dalam masalah rumah tanggaku. Jujur aku nggak enak banget sama kamu."
"Santai saja lagi. Kita rekan bisnis, sekaligus teman baik. Jadi, kamu nggak perlu sungkan begini sama aku. Oke."
"Hhmm ..., baiklah. Dari dulu, kamu memang selalu baik dan mengerti aku."
"Kamu berlebihan." Alia tersipu malu, mendengar semua ucapan Zaki.
"Bagaimana bisnis kamu di Kalimantan ini? Apakah kamu akan merelakan semua usahamu, dikelola kembali oleh Maura."
"Iya nggak apa-apa. Lagi pula, bisnis kita lagi berkembang pesat di Jakarta. Aku tidak masalah, jika harus melepaskan bisnisku di Kalimantan," ungkap Zaki dengan masih fokus mengemudi.
"Sulit juga, jika aku masih di Kalimantan. Maura merupakan w
Bab49Bunda Jelita berjalan menjauh dari dapur. Dia menuju ruang tengah, dan duduk di sofa, dengan wajah nampak kesal.Bryan mengikuti Ibunya, dan duduk berhadapan, dengan meja yang menyekat keduanya."Bryan, sejauh apa hubungan kalian?" tanya Bunda Jelita dengan serius."Biasa saja sih. Bunda tenang saja, tidak perlu berlebihan begini," sahut Bryan enteng."Bryan, apakah kamu tidak kasihan sama Ayah? Apa kamu tega, jika Ayah sampai masuk penjara, di usianya yang kini sudah mulai tua.""Bunda to the point saja." Bryan tahu, arah pembicaraan, wanita yang melahirkannya itu."Apakah kamu tidak mempertimbangkan, perkataan Bunda saat itu? Ini masalah serius, Yan.""Intinya, Bunda ingin, aku menikah dengan Nuna?" Bryan menatap serius, wanita yang melahirkannya itu.Bunda Jelita mengiba. "Hanya itu jalan satu-satunya. Agar Ayah kamu, tidak bernasib malang, di penjara usia senja. "Mata Bunda Jelita berkaca-kaca. "Lag
Bab50"Hhhmm ...." Bryan menatap liar.Ganesa menghela napas berat."Ada apa dengan napas begitu? Kamu tidak suka kehadiranku?""Bukan. Aku hanya merasa tidak nyaman.""Hhmm. Lupakan, ayo siap-siap.""Mau kemana?""Kita jalan-jalan, aku merasa jenuh di apartemen.""Oke. Tunggu aku di luar! Aku akan bersiap-siap."Bryan tersenyum sambil menggeleng. "Aku tidak mau, aku akan menunggumu di dalam." Lelaki itu masuk, dan menutup pintu kamar."Dasar mesum!" gumam Ganesa."Haha. Mesum tapi ganteng!""Cih.""Woo ..., hei Ganesa, kamu meragukanku? Banyak wanita yang sudah mengantri jadi kekasihku. Bahkan banyak dari mereka, yang rela kutiduri dengan gratis," kata Bryan dengan pongahnya."Seorang casanova sepertiku, banyak diidolakan para wanita. Dan
Bab51"Sudah Bunda kabari?" tanya Rakjasa."Sudah Ayah."Rakjasa kembali menonton tivi. Namun, tiba-tiba handphone miliknya, mendapat panggilan telepon."Siapa Yah?" tanya Bunda Jelita.Rakjasa pun meraih ponselnya, dan melihat nama si pemanggil di layar pipihnya."Alia.""Alia?" tanya Bunda Jelita memastikan."Iya. Katanya kemarin mau datang hari ini, sama rekan bisnisnya juga.""Oh ya? Kebetulan sekali ini. Bunda akan masak banyak," sahut Bunda Jelita dengan senang.Bryan yang sudah memasuki gerbang rumah orang tuanya, dan memarkirkan mobilnya di tempat biasa pun, mulai membangunkan Ganesa.Ganesa berusaha membuka matanya, dengan mengerjap-ngerjap, memaksakan kantuknya hilang."Kita dimana?" tanya Ganesa memindai sekitar. Dia merasa bingung."Di rumah orang tuaku. Bunda Jelita meminta datang, katanya penting. Lekaslah keluar, aku tidak ingin lama-lama di sini."Ganesa pun mengangguk,
Bab52Usai berkata semacam itu, Bryan pun berpamitan untuk pulang. Sedangkan Ganesa, hanya terdiam, mengikuti apapun permintaan Tuannya.Dia sadar, dia bukanlah siapa-siapa di mata Bryan. Jadi wajar, jika Bryan memperlakukan Ganesa seperti itu."Ganesa, ayo ikut saya ke belakang." Raut wajah Bunda Jelita sangat berubah dratis.Yang tadinya ada Bryan sangat ramah dan lembut. Kini, berubah dingin. Sedangkan Rakjasa, sedari tadi memang mengacuhkan kehadiran Bryan dan Ganesa.Ganesa pun mengikuti langkah Bunda Jelita, menuju ke dapur."Kamu cuci piring dulu ya! Setelah itu baru nyuci baju. Jangan pake mesin cuci, hemat listrik."Ganesa hanya mengangguk, tanpa berani membantah. Dia pun mulai melakukan tugas yang di perintahkan, meskipun dalam hatinya sangat sedih.Sedangkan Bunda Jelita, mulai menghubungi Nuna, untuk mengajaknya memasak bersama
Bab53"Ganesa, kamu tata dengan rapi, seluruh masakan ini, ya. Saya dan Nuna mau ke depan, menyambut Bryan dan tamu penting kami."Ganesa lagi-lagi, hanya bisa mengangguk.Nuna memeluk lengan Bunda Jelita, dan berjalan beriringan dengan manja. Nuna berharap Ganesa sadar, bahwa hanya Nuna lah, sosok yang di terima sebagai menantu, bukan Ganesa.Meski lelah dan teramat pusing, Ganesa tetap mengikuti perintah Bunda Jelita."Mana teman lelakimu? Katanya mau ikut datang kemari?" tanya Bunda Jelita, sembari memeluk Alia, yang ternyata sudah datang."Katanya dia menyusul. Tadi dia masih ada meeting." Wanita yang bernama Alia itu menyahut."Oh. Oya, kenalkan." Bunda Jelita menunjuk Nuna. "Calon istrinya Bryan," katanya.Alia tersenyum, dan bersalaman dengan Nuna. "Bryan memang pinter mencari calon, cantik!" puji Alia."Terimakasih, Tante. Tante juga cantik," puji Nuna juga."Berasa jadi obat nyamuk," seru Rakj
Bab54Bryan menatap Ganesa, dan tidak mau lagi berdebat dengan sang Bunda."Mama, jangan tinggalkan Ganesa," lirib wanita itu, dengan mata, yang masih tertutup rapat.Bunda Jelita dan Nuna saling tatap. Sedangkan Bryan, menepuk pelan pipi wanita itu, dan menggenggam tangannya."Ganesa," bisiknya pelan. Namun wanita itu tidak kunjung membuka mata.Ganesa terus menggaungkan kata Mama."Bryan, dimana Ibu Ganesa?" tanya Bunda Jelita penasaran.Bryan tidak menyahut, dia hanya terfokus pada Ganesa, yang sulit untuk dia bangunkan.Sedangkan Nuna hanya terdiam, melihat Ganesa seperti ini. Ada rasa kasihan di hatinya, namun juga rasa marah yang begitu berkembang, membuatnya memupuk rasa benci yang lebih besar dari rasa empati.******"Halo, Mas." Alia menyapa Zaki, dan asik mengobrol bersama Rakjasa.
Bab55"Diam, kalau kamu terus mengoceh, aku akan mengurung kamu di kamar ini," ancam Bryan yang mulai kesal.Ganesa pun terdiam, tidak lagi berani bersuara."Rebahkanlah kepalamu di pundakku, dan tutup mata. Buat dirimu senyaman mungkin," pinta Bryan. Dan Ganesa pun menurutinya.Dia menutup mata, dan membenamkan wajahnya di dada bidang Bryan. Mereka melewati ruang keluarga."Bryan, dia belum siuman?" tanya Alia, ketika melihat Bryan menggendong Ganesa."Sudah sadar, Bryan akan membawanya pulang ke apartemen.""Pulang ke apartemen? Dia pembantu kamu ya?" tanya Alia dengan polos. Mendengar pertanyaan Tantenya itu, Bryan menghentikan langkahnya.Zaki hanya melihat sekilas, dan kembali menatap layar ponselnya, karena ada beberapa kiriman pesan, yang berupa informasi penting bagi proyek yang baru digarapnya."Pembantu, kenapa Tante bisa berkata begitu?" tanya Bryan penasaran."Tadi kata Bunda kamu, dia itu-
Bab56"Ganesa ...." Bryan menatapku. Aku menyeka pelan air mata, mencoba menghentikan isakkan tangis, yang tidak kunjung berhenti juga."Maaf jika aku bertanya. Teman Tante Alia tadi, itu benar Papa kamu?" tanya Bryan kepadaku.Aku menunduk, rasanya tidak kusangka, bahwa aku bisa bertemu Papa lagi. Apakah ini sebuah kebetulan? Kurasa dalam hidup ini, tidak ada yang kebetulan.Semuanya sudah atas kehendak Allah."Iya," sahutku pelan."Kenapa reaksimu seperti tadi? Maafkan aku, Ganesa. Yang kutahu dari Bunda. Papa kamu itu lelaki sukses, yang memiliki aset miliarran. Ada apa dengan kamu? Mengapa ada di tempat Mami Ara?"Aku menatap Bryan dengan perasaan yang terluka. Bukan karena perkataannya, melainkan karena nasibku yang kurang beruntung."Wanita itu menipuku!" sahutku cepat tanpa ragu. "Dia menahan ijazahku. Dia membawaku dari Kalimantan ke Jakarta, dengan iming-iming kerjaan sebagai ART. Aku yang saat itu memang kesulit