Masuk"Te--terima kasih, Kakak Tampan, Dewa Penolongku!" ucap bocah lelaki sambil menggenggam ujung jubah putih dari penolongnya.
"Pergilah kalian semua!" Pria berjubah putih memerintah dengan tegas dan dingin kepada orang-orang berjubah hitam yang berusaha bangkit dari jatuhnya dan berdiri dengan tertatih-tatih. Para pria berjubah hitam tidak ada yang bersuara barang sepatah kata pun. Mereka saling berpandangan, dan memberi isyarat satu sama lain, untuk kemudian secara serentak melangkah mundur tanpa perlawanan. Sepertinya, mereka bersiap-siap untuk meninggalkan tempat tersebut dengan tanpa meninggalkan jejak sama sekali. Hal itu membuat anak muda berpenampilan berantakan di balik punggung pria berjubah putih pun menjadi sangat heran sekaligus merasa takjub akan wibawa penolongnya. "Kakak ini sungguh sangat hebat!" Anak lelaki itu memuji dalam hati. Dia sungguh mengira, jikalau penolongnya ini adalah orang yang sangat hebat dan tentunya pandai dalam olah seni bela diri. Hutan Sawo Alas semakin menguarkan aura menyeramkan dengan suasana legamnya. Malam telah menggelar jubah kelam untuk menyelimuti belahan dunia, sedangkan cahaya bulan tersaput awan hitam pembawa curahan hujan yang tiada kunjung usai. Rinaian deras air dari langit menyirami mayapada, berhasil menciptakan hawa dingin pembeku sumsum tulang belulang manusia dan mahluk lainnya. Pria berjubah putih kemudian berbalik badan dan menghadap kepada anak lelaki yang tampak sudah sangat kedinginan. Tubuhnya kian menggigil sambil masih memegangi perutnya yang terasa sangat sakit. "Adik Kecil, jangan takut padaku. Aku ini hanya orang lewat yang kebetulan melihat kejadian ini." Pria berjubah putih berbalik badan dan memegangi bahu si anak muda. "Katakan, apakah kamu baik-baik saja?" "A--aku ... aku sakit." Anak muda yang ditanya meringis kesakitan sambil masih memegang perut hingga badannya sedikit terbungkuk. "Perutku sangat sakit!" "Sakit ... di sini? Bolekah Kakak ini memeriksanya?" Pria berjubah putih meraba bagian perut anak lelaki yang tampak kesakitan. "Sakit atau lapar?" "Sa--sa--sakiiiiiit! Sangat sakit!" Anak lelaki itu masih terus memegangi perutnya yang terasa kian bergejolak. Rasa panas, dingin, nyeri bercampur menjadi satu dan membuat wajah sang anak muda semakin memucat. Pria berjubah putih masih meletakkan tangannya di perut si bocah lelaki sambil memejamkan matannya. Dia tampak tengah merasakan apa yang sedang bergejolak dalam diri anak muda bernasib malang sembari membatin, "Tepat seperti yang sudah diperkirakan." Pria muda berjubah putih masih berpikir, "Sepertinya, memang dia yang kami cari selama ratusan tahun ini." "Ini bukanlah hal yang biasa saja," pikir pria berjubah putih seperti merasakan sesuatu yang janggal. "Sepertinya, memang dialah yang kami cari selama ini. Aku harus memperlakukannya dengan sedikit hati-hati. Karena tubuh anak ini tidaklah normal dan seperti pernah mengalami suatu peledakan dalam dirinya." "Tampaknya kamu harus segera beristirahat. Bajumu basah kuyup begini, tentu saja ini akan menyebabkan perutmu kembung akibat dari kedinginan," ujar pria berjubah putih yang masih belum menampakkan wajahnya. "Oh ya, siapa namamu?" "Namaku, eeeh ... panggil saja aku Langit. Lalu, siapakah nama Kakak?" jawab anak yang ternyata bernama Langit. "Dan terima kasih atas pertolongan Kakak." "Jadi, namamu adalah Langit? Mmmh, tidak masalah. Bukankah kita memang harus saling tolong-menolong?" Pria berjubah putih tersenyum. "Namaku ...." Pria berjubah putih tampak berpikir, 'Nama apakah yang tepat untukku saat berada di bumi dan tempatku berada saat ini konon bernama Tanah Jawa. Jadi ... aku harus menamai diriku ini dengan sebutan apa?' 'Aku bahkan masih belum bisa sepenuhnya berbicara dengan bahasa Jawa dan aku harus menyesuaikan diriku dengan kebiasaan serta adat istiadat daerah ini.' Tiba-tiba saja, ia melihat pola gambar pada jubah dengan bertuliskan sekalimat kata yang sudah bisa dia baca dan sebuah nama pun segera terbersit pada pemikirannya. Ya! Sepertinya itu memang cukup pantas untuknya. Bukankah saat ini penampilannya sedang sangat berbeda, jika dibandingkan dengan wujud aslinya? Dahulu dirinya pernah menyelinap pergi dari kediamannya hanya untuk menonton pertunjukan wayang kulit di sebuah desa, dan ia merasa terkesan dengan tokoh berwujud burung garuda dalam kisah Ramayana. "Namaku Jatayu. Panggil saja aku dengan sebutan Kakak Jatayu," ujar pria berjubah putih bermantel dengan sulaman beberapa ekor burung garuda yang gagah dan tampak tengah mengembangkan sayapnya. Meskipun dia sama sekali tidak begitu tahu-menahu tentang burung garuda Jatayu dalam cerita pewayangan kuno yang merupakan kisah legendaris karangan seorang seniman berilmu sastra tinggi tiada tanding di Tanah Jawa. Langit tertegun. "Kakak Jatayu?"KRASH! "Ah!" Dengan satu kibasan kipas yang indah namun kejam, kepala prajurit itu terpenggal dan terpisah dari tubuhnya. Darah hitam menyembur tinggi sebelum badan tanpa kepala itu dijatuhkan, ambruk ke tanah dalam keadaan tak bernyawa. "Kamu sendiri yang memintanya," ucap Yin Long, datar. An Meng bergidik ngeri melihat kekejaman pria tampan berambut perak yang seakan pernah dilihatnya. Ia bergerak mundur sambil memperbaiki sisa bajunya yang robek-robek dengan perasaan malu dan takut. Tubuhnya yang setengah telanjang membuatnya merasa sangat tidak nyaman di hadapan orang asing ini. Yin Long berbalik dan berjalan mendekat. Pemuda itu berjongkok di depan An Meng yang masih duduk di tanah. "Kamu tidak apa-apa?" An Meng menggeleng kecil, wajahnya merona malu. "Tidak apa-apa. Hanya luka kecil yang tak seberapa." Hanya luka kecil tetapi rasa malunya akibat dilecehkan oleh para prajurit Klan Naga Hitam benar-benar menyakitkan. Terlebih lagi dengan hilangnya An Zi, bagaimana mu
Semua orang menoleh ke arah datangnya suara bentakan dengan wajah tegang. Jika gelombang angin kekuatannya saja sudah sangat mengerikan, mereka menduga kalau orang ini benar-benar sangat sakti.'Mengapa suara itu terdengar seperti suaranya?' batin An Meng, matanya mencari."Ternyata dari dulu, sifat orang-orang Klan Naga hitam tidak pernah berubah sama sekali. Kalian masih sama seperti dulu, buruk dan beraninya main keroyokan!" Suara itu terdengar lagi.Salah seorang prajurit Klan Naga Hitam berusaha bangkit dari jatuhnya, matanya memancarkan kemarahan. "Hei, manusia pengecut, keluarlah! Jangan beraninya menyerang sembunyi-sembunyi!""Oh, baiklah," sahut suara asing.Bersamaan dengan itu pula, munculah segelombang besar energi spiritual yang menyilaukan disertai kipas sutera putih sulam Phoenix yang melesat dan melayang-layang di udara seperti senjata boomerang, menebas tubuh para prajurit Klan Naga Hitam dengan presisi mematikan hingga banyak yang tewas tercerai-berai di tempat.Yin
Di belakangnya, segera menyusul prajurit-prajurit lain dengan sikap serupa. Mata mereka menyala hijau menyeramkan, liur-liur menjijikan berjatuhan dari mulut mereka.An Meng merinding dibuatnya, merasa kalau orang-orang ini benar-benar sangat menjijikkan!"Cantik, ke marilah! Aku yakin tubuhmu itu pasti sangat nikmat," ujar salah seorang dari mereka sambil menjilat bibirnya dengan penuh nafsu. "Lihat kulitnya yang putih dan mulus itu. Pasti dagingnya empuk sekali!"Saat ini, An Meng bukan hanya merasa sangat ketakutan, tetapi juga frustrasi karena ia baru saja kehilangan An Zi. Tubuhnya gemetar hebat, keringat dingin membasahi dahinya.'Ya Dewa, bagaimana ini? Apakah aku sanggup melawan banyak orang seperti ini?' batin An Meng, mulai merasa was-was. 'Bagaimana kalau mereka berniat merusak kesucianku?''Celaka, aku harus segera lari dari tempat ini!' An Meng bergerak mundur dengan badan menggigil, jantungnya berdebar kencang dan wajahnya pucat pasi. "Kalian mau apa?" tanya An Meng den
Jenderal Hei Kun Long menyeringai, hatinya senang bukan main. Pria itu merasa sudah menggenggam piala kemenangan. Ia mengendurkan cekikkannya karena bagaimanapun juga, An Zi tidak boleh terluka sama sekali, atau kakak sepupunya itu akan murka padanya.An Zi tersentak, napas dan detak jantungnya sangat kacau. Ia terbatuk hingga beberapa kali akibat baru saja kehabisan udara.An Zi meski sebenarnya merasa takut terhadap orang asing ini, tapi ia sangat penasaran dengan maksud orang-orang yang memiliki perangai liar dan tampaknya mereka tidak berniat baik."Si--siapa kalian ini dan mengapa kalian menghancurkan lembah ini?" tanya An Zi dengan napas masih sedikit terengah-engah. "Katakan, apa salah kami pada kalian?""Siapa kami?" Jenderal Hei Kun Long balok bertanya. "Siapa kami itu tidak penting." "Tapi yang jelas, kami adalah orang yang sudah lama mencarimu. Dan karena mereka sengaja melindungimu di lembah ini dengan formasi pelindung yang cukup kuat, maka tidak ada jalan lain selain da
Di sisi lain, Yin Long berlari kencang setengah terbang melewati puing-puing reruntuhan, keadaan sangat kacau dan mengerikan. Rumah-rumah penduduk hancur total, hewan-hewan ternak banyak yang mati bergelimpangan. Udara dipenuhi aroma darah dan debu yang menyesakkan. Yin Long mencari An Zi ke berbagai penjuru dengan perasaan sangat khawatir. Jantungnya berdegup kencang. Ia sempat melihat cahaya ledakan tabrakan energi spiritual yang menyilaukan di sebelah Selatan. "Apakah itu pusat pengendalian formasi pelindung lembah?" gumam Yin Long dengan perasaan khawatir. "Jadi, aku harus ke sana, atau tetap mencari An Zi?" Yin Long merasa bimbang. Tiba-tiba, hidungnya mengendus bau aura dan napas naga yang melesat ke suatu arah. "Sepertinya aura ini bukan milik Senior Zi," pikir Yin Long. "Aku harus segera mencari tahu!" Tanpa berpikir panjang, Yin Long melesat terbang mengikuti aura gelap yang sangat mencurigakan. ***** Pada saat yang sama, An Zi dan An Meng tengah berlarian den
Sementara itu, di balai pusat formasi pelindung yang terletak di jantung lembah, suasana jauh lebih genting dan mencekam. Retakan pada pagar gaib pelindung semakin lebar, cahaya biru keunguan yang memancar dari pilar-pilar formasi bergetar hebat, sesekali terang dan terkadang redup. Guru Qing Zhe berdiri tegak di tengah lingkaran murid-muridnya. Tangan-tangan mereka berusaha menopang pilar formasi yang terus bergetar. "Guru, retakannya semakin lebar! Bagaimana ini?" teriak salah seorang murid wanita dengan napas memburu. "Guru, sepertinya kita sudah tak mungkin lagi bisa bertahan!" Murid lain menyahut, ekspresi wajahnya menampilkan kelelahan. 'Apa yang harus aku lakukan sekarang? Keadaan murid-muridku sudah sangat kasihan dan sepertinya mereka tidak akan lagi mampu bertahan lebih lama.' Qing Zhe membatin, hatinya mulai diliputi kekhawatiran. 'Dan mengapa sampai sekarang tidak ada kabar sama sekali dari tuan besar? Apakah tuan besar dan tuan muda baik-baik saja, atau telah terjadi s







