Share

Bab.2. Bujukan Demi Bujukan

Semua orang berjalan cepat ke arah Arumi yang terjatuh pingsan, ketika mendengar penolakan demi penolakan dari adiknya.

Arumi reflek memegangi kepalanya yang pusing dan nyut-nyutan. Dia berjalan mundur berusaha untuk tidak terjatuh ke atas lantai.

Bruk…

Prang…

"Arumi! Istriku!" Teriak Dzaky yang melihat istrinya terjatuh pingsan.

Sahwa memegangi salah satu genggaman tangannya Arumi dengan semakin menangis, kecewa pada dirinya sendiri yang menyebabkan kakaknya sakit.

"Sahwa lepaskan tanganmu dari tangan anakku!! Apakah ini yang kamu inginkan ha!!" Bentaknya Bu Narti dengan tatapan mata menghunus hingga ke jantung hatinya Sahwa.

Ibu Narti menghempas tangannya Sahwa dengan kuat hingga tangannya Sahwa terantuk ke atas meja.

"Argh!!" Ringisnya Sahwa yang tanpa sengaja mengenai sudut meja.

Sahwa yang di bentak seperti itu segera mundur dan melepaskan pegangan tangannya tersebut.

"Ini semua gara-gara kamu yang keras kepala! Kamu lebih mementingkan kepentingan kamu sendiri daripada kesehatan kakakmu!" Hardiknya Bu Narti lagi.

Sahwa tidak tega melihat kakaknya yang tiba-tiba tidak sadarkan diri lagi. Bu Narti sangat panik melihat putrinya itu. Sedangkan Dzaky segera membantu istrinya agar segera sadar.

"Arumi,apa yang terjadi padamu Nak? Mama ada disini menemanimu, Mama mohon sadarlah," ratapnya Bu Narti.

Dzaky menatap ke arah Sahwa," ini semua gara-gara kamu yang bersitegang untuk menolak keinginannya. Jika terjadi sesuatu pada istriku! Aku tidak akan pernah mengampuni dan memaafkanmu," ancamannya Dzaky.

Sahwa membantu mamanya untuk menyadarkan kakaknya itu. Dengan bersusah payah. Berselang beberapa menit kemudian, Arumi sadar juga dan sudah duduk di atas kursi lusuh milik ibunya.

Sahwa tersudut dan terpojok dengan keadaan yang ada. Dia tidak mungkin menolak lagi permintaan ketiganya. Sahwa terduduk bersimpuh di hadapan mamanya Bu Narti.

"Apakah sudah tertutup kemungkinan jalan lain yang bisa kalian tempuh? Kenapa meski dengan aku pilihannya Mbak? Bukannya di luar sana banyak wanita yang rela menjual rahimnya demi apa? Demi karena kekayaan," Sahwa berujar yang terus berjuang untuk menolak rencana mereka.

Di atas pangkuannya terdapat sebuah kertas yang bertuliskan beberapa nominal uang yang membuat semua orang akan jelalatan dan bola matanya seketika berwarna hijau.

Air matanya terus menetes membasahi pipinya, dia tidak mungkin menolaknya dan sulit untuk menerimanya mengingat jika dia sudah berjanji kepada seorang laki-laki dan mereka berencana akan menikah tahun depan.

"Dek Sahwa memang banyak wanita yang lebih cantik dari kamu, tapi bagiku kamu yang paling tepat untuk memberikan bayi penerus keluarga besarnya Mas Dzaki. Andaikan ada wanita yang lebih pantes dari kamu. Untuk apa aku repot-repot buang-buang waktu untuk kesini membujukmu," jelas Arumi panjang lebar.

Sesekali Zahwa menyeka air matanya itu yang terus membasahi pipinya yang sedikit tirus.

Ya Allah aku harus bagaimana? Aku sudah berjanji dengan Abang Fadlan dan aku bukan tipe orang yang suka ingkar janji. sedangkan hari ini aku harus menyetujui permintaan mereka untuk menikah dengan kakak iparku sendiri.

Sahwa meremas kertas cek yang bertuliskan satu milliar itu, Bu Narti yang melihat apa yang dilakukan oleh putri bungsunya segera bertindak cepat untuk mencegahnya.

"Stop! Apa yang kamu lakukan Sahwa? Ini adalah cek yang sungguh sangat besar jumlahnya. Jika Mama yang memegang uang ini kita bisa beli rumah dan segera pergi dari kampung miskin, kotor dan kumuh ini," cicitnya Bu Narti yang megambil alih cek tersebut.

Tapi, karena Dzaky yang melihat langsung apa yang dilakukan oleh ibu mertuanya segera berujar untuk menghentikan apa yang akan dilakukan oleh Bu Narti.

"Ibu, apakah uang yang putrimu Arumi kirimkan setiap bulan tidak cukup?" Ketusnya Dzaky yang sudah bersiap untuk meninggalkan ruangan tamu rumah itu.

Arumi menatap tajam ke arah ibunya dan sedikit kesal dengan sikap matre ibunya. Bu Narti yang ditatap seperti itu,salah tingkah.

"Mama tidak ada niat untuk mengambil uangnya Sahwa kok. Mama hanya membaca berapa banyak uang yang tertulis di atasnya saja," tampiknya Arumi yang mewakili mamanya untuk meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi.

Dzaky sesekali melirik ke arah Sahwa, baru kali ini ada perempuan yang menolak menikah denganku. Walaupun hanya menikah siri saja dan bakal menjadi orang kaya karena aku bukan orang yang tidak tau balas budi.

"Tapi, Mama apa lupa dengan lamarannya Abang Fadlan tahun lalu? Mama kan sudah menerima pinangannya dan setuju kami menikah. Kalau aku menikah dengan suami kakakku apakah ini bukan berkhianat dan menipu kepercayaannya abang Fadlan," ungkapnya Sahwa yang mengingatkan kepada mamanya akan hal tersebut.

Sahwa masih berusaha untuk membujuk mama dan kakaknya agar segera membatalkan rencana pernikahan keduanya. Arumi tersenyum simpul sambil berjalan ke arah adiknya itu.

"Kalau masalah itu sangat mudah dan gampang diatur dek Sahwa. Kan kamu akan menikah satu tahun lagi dari sekarang dan kamu akan hamil selama sembilan bulan saja. Jadi setelah kamu melahirkan anak kami,kau bisa menikah dengan pria yang bernama Fadlan itu."ucapnya Arumi dengan mudahnya.

"Astaughfirullahaladzim, apa tanggapannya bang Fadlan dan kedua orang tuanya, apabila mengetahui kalau aku tidak per*wan lagi!?" Sahwa sedikit meninggikan volume suaranya itu dengan tatapan matanya nanar menatap ke arah ibunya.

Bu Narti kembali saling melempar tatapan mata dengan putri sulungnya itu. Bu Narti cepat tanggap darurat untuk membantu putrinya itu.

"Itu urusannya Mama, kamu tidak perlu khawatir dengan masalah itu. Mama yang akan menjelaskannya semua masalah tersebut. Masalah akibat setelah kamu melahirkan itu urusan belakangan." Bujuknya Bu Narti yang kelabakan mendengar perkataan dari Sahwa.

Sahwa hanya sesegukan mendengar perkataannya Bu Narti yang selalu menganggap segala sesuatu itu semudah membalik telapak tangan saja.

"Kamu tidak akan melahirkan secara normal, teknologi sekarang semakin canggih dan kamu juga tidak akan mengalami kesakitan sedikitpun, ketika akan melahirkan dan kamu bisa menjalani operasi di bagian miss v mu setelah berhasil melahirkan putra untuk suamiku," imbuhnya Arumi.

Sahwa membulatkan matanya saking terkejutnya mendengar perkataan dari kakaknya itu. Dengan mudahnya mengatakan solusi yang paling tepat untuk adiknya mengatasi kegelisahan dan kerisauan Sahwa. Sahwa seperti mati kutu dan tidak bisa membela hak atas dirinya sendiri.

"Sahwa, anggap saja ini adalah permintaan terakhirnya Mama padamu Nak. Mungkin umurnya Mama tidak akan lama lagi, jadi Mama mohon penuhilah keinginan mama untuk terakhir kalinya. Lihatlah kakakmu walau sakit dia masih mengemis belas kasihmu," Bu Narti menunjuk ke arah Arumi.

Arumi terkadang duduk dan berbaring agar Sahwa lebih peka dan prihatin dengan kondisinya. Arumi lyang terduduk dengan raut wajahnya yang dibuat pucat sedemikian rupa.

Sahwa menghela nafasnya dengan cukup berat dan hanya pasrah kepada Allah SWT akan yang terbaik untuknya.

"Maafkan saya Mas, mungkin saya menerima lamaran ini karena hanya demi kesehatan dan kebaikan kakakku," ucapnya Sahwa yang tertunduk lesu.

Sahwa dalam hatinya menjerit seolah dia menumpahkan segala keluh kesahnya dalam hatinya dan menyampaikannya ke Robbi Sang Maha Pencipta.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status