Share

Ku Ikhlas Menjadi Orang Ketiga
Ku Ikhlas Menjadi Orang Ketiga
Penulis: Kasma Daeng

Bab. 1. Permintaan Yang Sulit

Suara teriakan seseorang dari dalam kamar membuat rumah yang selalu nampak sepi menjadi ramai, bising dan ribut, akan tetapi di siang hari rumah itu akan terasa sunyi dikarenakan kedua penghuni rumah itu sibuk dengan pekerjaan masing-masing di luar rumah.

"Tidak!! Aku tidak mau menikah dengan suami kakakku Mah!" Tolak seorang perempuan yang bersitegang dengan perempuan paruh baya.

Perempuan muda yang berusia kira-kira 24 tahun itu, menolak mentah-mentah kemauan dan permintaan dari mamanya dengan masih sopan. Dia berdiri dari posisi duduknya, dengan melangkahkan kakinya mundur beberapa langkah ke arah belakang.

Plak!!!

Suara tamparan itu cukup keras mendarat di pipi kirinya Sahwa. Hingga wajahnya bergerak ke arah samping. Sahwa memegangi pipinya yang terkena tamparan.

Wajahnya Sahwa cukup panas dan memerah saking kuatnya tamparan dari wanita yang berstatus sebagai ibunya.

"Athiyah Sahwa Shabiyah, apa kamu ingin menjadi anak durhaka!?" Bentaknya ibu Narti yang melototkan matanya mendengar penolakan dari anak keduanya itu.

"Mamah, aku tidak mungkin menjadi orang ketiga perusak rumah tangga perempuan lain, apalagi rumah tangga dari kakakku sendiri!"

Sahwa menatap mengibah ke arah wanita yang telah berjasa melahirkan dan membesarkannya ke dunia ini. Seraya sesekali mengusap wajahnya yang panas dan sedikit membengkak.

Dzaky dan Arumi dibuat tercengang melihat apa yang dilakukan oleh mamanya Bu Narti. Tetapi, keduanya tidak ada yang berani menentang dan berkomentar melihat sikap mamanya.

Seorang wanita muda berpakaian rapi, cantik dan seksi itu berjalan ke arah adiknya. Ia reflek bersimpuh di hadapan adiknya dengan air matanya yang terus menerus menetes membasahi pipinya itu yang sungguh glow.

"Sahwa, apa kamu ingin melihat rumah tanggaku ini hancur berantakan dan aku diceraikan oleh suamiku karena aku tidak bisa memberikannya keturunan dan penerus? Aku sangat mencintai suamiku." Ratapnya Arumi.

Bu Narti yang melihat putri sulungnya mengemis di hadapan anak bungsunya segera berjalan dengan gegas dan saking marahnya melihat apa yang diperbuat oleh anaknya.

Ibu Narti memegangi kedua lengannya Sahwa dengan sangat kuat. Bu Narti saking marahnya dengan mengeratkan gigi-giginya.

"Sahwa! Apa kamu tega melihat keluarga kakakmu sendiri hancur berkeping-keping gara-gara dia tidak sanggup hamil anak dari suaminya ha!? Dimana hati nurani kamu simpan Sahwa?"

Sahwa hanya menangis tersedu-sedu mendengar bentakan keras dari mamanya itu. Dia selalu dalam posisi seperti ini, selalu tersudut dan tidak punya pilihan lain. Ia akan selalu menjadi tempat yang tidak bisa bersuara keras untuk mengeluarkan pendapatnya dan selalu tidak dihargai.

Arumi melepaskan cengkraman tangannya mamanya itu dari lengan adik satu-satunya yang dimilikinya di dunia ini. Arumi menggelengkan kepalanya itu agar, mamanya menurunkan emosinya yang sudah meledak-ledak menghadapi penolakannya Sahwa.

Bu Narti melirik sekilas ke arah putri kesayangannya itu," maafkan Mama Nak, Mama terlalu emosi menghadapi adikmu," sesalnya Bu Narti.

Ya Allah, kenapa kakakku menjadikan aku sebagai alat tameng mereka. Apakah hanya demi harta kekayaan, posisi sebagai menantu utama dan kedudukan sehingga Mbak Arumi dan Mama menargetkan aku?

Segala macam pertanyaan muncul dalam benaknya Sahwa, hingga terlintaslah pikiran buruk di dalam hati dan pikirannya.

Apa jangan-jangan aku bukan anak kandungnya Mama Narti sehingga setiap kali, akulah yang menjadi tempat ternyaman untuk melancarkan rencana mereka.

Sahwa menatap nanar ke arah Mama dan kakaknya itu, astaghfirullahaladzim kenapa aku bisa berpikiran seperti ini?.

Zahwa tidak habis pikir, kenapa harus dia yang dijadikan kambing hitam untuk melancarkan rencana mereka.

Aku harus lebih giat dan bekerja keras untuk meyakinkan Sahwa agar segera menerima permintaanku ini. Dengan cara apapun, aku tidak ingin bercerai dengan Mas Dzaky.

Zahwa harus setuju dengan permintaan kami ini, jika tidak aku tidak akan bisa melihat anakku bahagia.

Memang Arumi jarang memberikan biaya hidup pada kami,tapi selama putriku bahagia dengan kehidupan rumah tangganya saya tidak permasalahkan masalah itu.

Sedangkan pria yang menjadi topik utama dan pembicaraan hangat mereka hanya duduk sembari memperhatikan apa yang dilakukan oleh ketiganya tepat langsung di depan matanya.

"Kenapa harus aku Mah? Banyak di luar sana perempuan yang cantik dan cocok menjadi istri sirinya mas Dzaky. Dibandingkan dengan aku perempuan jelek dan tidak tau berhias menjadi wanita yang akan melahirkan anaknya," sanggahnya Sahwa.

"Dek Sahwa, Mbak mohon kabulkan permintaanku ini. Kamu hanya perlu menikah secara kontrak dengan suamiku mas hingga kamu melahirkan bayi untuk kami, kamu juga akan mendapatkan uang yang cukup banyak jadi aku mohon terimalah ini," bujuknya Arumi.

Dzaky segera bangkit dari posisi duduknya itu sambil berjalan ke arah Sahwa dengan tatapan mengintimidasinya. Sahwa yang ditatap seperti itu merasa tidak enak hati dan tidak nyaman.

"Kamu setuju dengan permintaan kami, kau akan mendapatkan imbalan yang sangat banyak bahkan kamu tidak akan pernah kelaparan dan bersusah payah untuk mencari uang selama sepuluh tahun dalam hidupmu," ucapnya Dzaky sambil menatap tajam ke arah Sahwa yang tertunduk.

Sahwa menundukkan kepalanya karena entah kenapa tatapan matanya Dzaky seperti langsung menembus hatinya, hingga ia tidak sanggup untuk berkutik apalagi untuk menolak.

Dzaky segera mengambil sebuah cek di dalam saku celananya itu kemudian menuliskan nominal uang di atas kertas cek tersebut.

Dzaky melempar sebuah cek tepat di wajahnya Sahwa yang terduduk di atas lantai dengan air matanya yang masih sesekali menetes membasahi pipinya itu.

Bu Narti dan Arumi saling bertatapan satu sama lainnya dan bertanya-tanya berapa jumlah uang yang dituliskan oleh Dzaky di atas cek itu.

Sahwa menatap nyalang ke arah pria yang memintanya menikahinya dengan dasar untuk memiliki keturunan pewaris dalam keluarganya.

"Itu uang cukup besar bahkan seumur hidup kau bekerja tidak akan pernah kamu dapatkan! Kamu j*al diri pun tak mampu kamu mendapatkannya," tatapan menghina ditujukan untuk Sahwa yang semakin tidak berdaya.

"Apakah harga diri seorang perempuan dihargai dengan uang? Aku sungguh tidak menduga demi mendapatkan bayi kalian semua memaksaku untuk melakukannya!" Ketusnya Zahwa.

Arumi yang melihat adiknya bersitegang dan bersekukuh untuk tetap mempertahankan keputusannya tiba-tiba tubuhnya merasakan keanehan.

"Aku tidak setuju dengan permintaan kalian! Aku bukan boneka yang bisa kalian atur sesuai dengan isi dan kemauan hati kalian!" Tampiknya Sahwa yang tidak mau tergoda ataupun menyerah dengan bujukan mereka semua.

Arumi melirik sepintas ke arah mamanya sebelum terjatuh pingsan. Bu Narti yang mengerti dengan arti tatapan anaknya segera mengerti dan segera bertindak.

"Aughh!" Jerit Arumi yang sudah terjatuh tepat ke atas sofa lusuh milik mamanya itu.

"Arumi!!"

"Istriku!!"

"Mbak Arumi!"

Semua spontan berjalan cepat ke arah Arumi yang sudah terjatuh tak sadarkan diri. Semua nampak khawatir dan mencemaskan keadaannya Arumi. Wanita berumur 28 tahun itu.

Dzaky langsung hendak menggendong tubuhnya Arumi ke dalam kamar mertuanya yang belum pernah diinjaknya. Selama ia menikah dengan Arumi yang sudah hampir lima tahun itu, dia tidak pernah berniat atau sudi datang ke rumah kumuh mertuanya.

Rumah yang cukup sederhana dan bagus dibandingkan dengan bentuk,ukuran dan model dari rumah sekitar komplek perumahan tersebut. Tetapi, bagi Dzaky rumah itu tidak lebih dari gubuk derita.

Dzaky hanya tersenyum smirk melihat kondisi dari istrinya itu,dia sangat paham dan mengetahui persis apa yang terjadi pada istrinya.

Teruslah berakting istriku, agar rencana gemilang kita sukses dan berhasil lebih mengesankan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status