Share

Dipindahkan

Penulis: Stary Dream
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-12 16:29:23

"Baru satu minggu yang lalu aku kirim uang untuk Ari, kenapa dia minta lagi?"

"Kamu tahu adikmu lagi penelitian, wajar kalau habis banyak uang."

"Memang judul skripsinya sudah acc?" Dahi Dya sampai mengkerut. Kemarin padahal Ari, adiknya menggerutu karena dosen pembimbingnya menolak semua judul yang diberikan.

"Sudah! Kamu jangan banyak tawar dong, Dya. Kalau nggak mau ngirimin uang ya sudah. Mama bisa minjam ke tetangga."

"Jangan! Nanti aku transfer 1 juta lagi."

"Sekarang!"

"Iya."

Dyandra lalu memutus sambungan telepon. Ayah Dya sudah meninggal 10 tahun yang lalu, tepat ketika Dya baru saja masuk ke perguruan tinggi. Sebagai anak sulung, dia membantu perekonomian keluarga. Ikut berjualan apa saja yang penting bisa menyambung hidup juga kuliahnya.

Setelah kuliah dan diterima bekerja di rumah sakit internasional, Dya tak lagi berjualan dan fokus menjadi perawat. Gajinya pun separuh dikirim ke ibu dan adik laki-lakinya yang ada di kota sebelah.

Kebetulan Ari, kini tengah duduk di semester 8. Sedang masuk ke mata kuliah terakhir yaitu skripsi. Jelas kebutuhan menjadi meningkat. Tapi yang tak habis pikir dalam 1 bulan, Dya pasti mengirimkan uang sampai 3 kali.

Bukannya perhitungan, tapi alasan yang digunakan ibunya selalu sama. Padahal disini juga Dya berjuang. Semenjak Adit rehat dari kantor, semua keperluan rumah, berobat hingga sehari-hari Dya yang menanggung.

Setelah Adit bekerja, Dya sedikit lega karena akhirnya bisa menabung lagi. Tapi, sayang sekali malah adiknya membutuhkan uluran tangannya.

"Siang, suster."

Dya menengok. "Oh kakaknya Maharani, selamat siang." Balas Dya ramah.

"Cipta." Pria itu balas tersenyum. Lalu memberikan bingkisan besar. "Ini untuk semua perawat disini."

"Aduh kenapa repot sekali."

"Ucapan terima kasih karena sudah merawat Rani 5 tahun ini."

Dya tersenyum dan menerima bungkusan tersebut. Dia tidak bisa menolak karena barang sudah dikasih.

"Itu memang sudah tugas kami sebagai perawat. Dimana Maharaninya?" Dya menengok kanan kiri tapi Rani tak terlihat.

"Sudah bahagia di surga."

"Apa?" Dya terkejut bukan main. "Turut berduka cita, kak. Kapan meninggalnya?"

"Sekitar dua minggu yang lalu." Cipta tersenyum pahit.

"Ya ampun.. sayang sekali kami tidak bisa bertemu dengan Rani."

"Itu memang permintaan terakhir, Rani. Dia mau meninggal di rumah. Badannya sudah tidak kuat untuk menerima tusukan jarum lagi."

"Sekali lagi, saya turut berduka cita, kak."

Cipta tersenyum. "Terima kasih atas bantuan kalian selama ini. Kalau boleh, saya mau minta foto boleh? Sebagai kenang-kenangan."

"Oh, boleh sekali."

Dya lalu memanggil teman sejawat yang berjaga dan melakukan foto bersama. Cipta sendiri kakak dari Maharani, seorang anak remaja yang berjuang dengan leukemianya. Sudah 5 tahun, Rani ditemani ibu dan kakaknya bolak balik ke rumah sakit untuk kemoterapi. Dan dua minggu yang lalu, Rani menyerah dan pergi ke surganya Tuhan.

"Terima kasih sekali lagi." Ucap Cipta. Dia sungguh bersyukur selama Rani dirawat, ia mendapatkan pelayanan prima di ruang ini. Terutama para suster yang begitu ramah dan tulus.

"Kami juga berterima kasih."

Cipta akhirnya pergi, Dya baru ingat kalau akan mengirim uang kepada ibunya. Benar saja. Tidak sampai 10 menit dari panggilan terakhir, Maria sudah mengomel karena uangnya belum dikirim.

Beralih pada Kayra yang mendapat kabar kurang mengenakkan. Hari ini juga dia dipindahkan ke toko penjualan milik perusahaan.

"Memang kenapa saya dipindahkan ya, pak?"

"Kami kemarin melakukan mapping pegawai. Sudah kami putuskan kalau kamu akan pindah ke toko penjualan."

"Kenapa hanya saya yang pindah?" Kayra tak terima.

"Basicmu kan perawat, sementara kamu ditempatkan di administrasi. Tidak sesuai job desk. Kamu akan ditempatkan di toko penjualan, kamu pasti tahu akan alat-alat medis, kan?"

Kayra hanya berdeham. Dia tidak setuju pindah. Itu karena dia nyaman bekerja di ruang administrasi. Hanya duduk di depan komputer dan mengerjakan laporan. Bebas untuk keluar kapanpun tanpa harus izin sana sini.

Sementara di toko, kerja Kayra pasti diawasi. Dia akan lebih banyak menyambut pembeli dan melakukan remeh temeh yang tak ia sukai. Sungguh, Kayra tak mau dipindahkan.

Hal ini disampaikan kepada Aditya.

"Aku sudah bertanya pada pihak HRD. Kata pak Romi, ada seseorang yang menggantikanmu di ruang adm."

"Nah, kan! Mereka berusaha menyingkirkanku, Adit!"

"Jangan berpikiran negatif." Ucap Adit sabar.

"Aku nggak mau pindah. Aku ingin ditempat yang lama. Kamu harus membantuku."

"Perusahaan itu bukan milikku, Kay! Jika bisa aku pasti menahanmu."

"Tapi, Adit.."

"Jangan banyak protes, Kayra. Kamu harus bersyukur masih dipekerjakan."

Kayra mendengkus. Benar juga. Dibanding dia yang kemarin menjadi pengangguran, lebih baik bekerja dimana saja.

"Maaf.. sebenarnya aku cuma nggak sanggup berpisah darimu."

Adit tersenyum tipis saat Kayra tertunduk sedih. Ia lalu merengkuh bahu Kayra dengan kedua tangannya.

"Aku janji akan selalu mengantar dan menjemputmu. Jangan khawatir."

"Bukan itu.." Kayra lalu menatap mata Adit dengan gelisah. "Aku sedih karena tak bisa mencuri waktu untuk makan siang denganmu."

Adit tergelak. "Aku sudah bilang akan mengantar jemputmu, kan? Kita bisa menghabiskan waktu bersama selepas kerja."

"Kamu benar juga!"

Kayra berjinjit dan mengecup bibir Adit yang setengah terbuka.

"Kayra.." tegur Adit. Dia sampai menengok kanan kiri supaya tidak ada yang melihat adegan tadi.

"Maaf.. kelepasan!" Kayra terkikik geli. "Kamu pasti habis merokok, aku ngerasa mencium asbak!"

"Astaga!" Adit sampai geleng-geleng kepala. "Sudah, kembalilah bekerja."

Menurut jadwal, Kayra baru bisa pindah besok ke toko. Jadi hari ini adalah hari terakhirnya di perusahaan.

Kembali ke rumah, Adit tidak menemukan seseorang yang menyambutnya. Patutkah dia bersyukur? Tidak ada lagi wanita cerewet dengan segudang pertanyaannya.

Kenapa pulang terlambat?

Darimana saja?

Kenapa bekalnya tidak dihabiskan?

Tadi di kantor melakukan apa?

Oh, Adit merasa lega lepas dari suara berisik itu. Sampai di meja makan, dia melihat sebuah bingkisan. Mungkin istrinya yang menaruh disana.

Nah, Adit terbatuk-batuk lagi. Sial! Dia sampai membuang dahaknya di washtafel.

Selanjutnya, dia masuk ke kamar. Baju ganti dan handuk sudah siap. Tak lama pintu diketuk, Adit keluar untuk melihat. Pasti istrinya yang cerewet mengerjainya.

Ketika dibuka, bukan wajah istrinya yang terlihat. Melainkan segelas air hangat yang ditaruh di atas nakas samping kamarnya.

Adit menerima air itu. Memang tenggorokannya sedikit gatal.

Makin malam makin sering, Adit merasa sesak. Nah, kalau begini. Dia hanya bisa merutuk sendiri. Kalau sudah sehat, dia lupa akan nikmat sakit. Dia tadi kebablasan merokok terlalu banyak. Lebih tepatnya saat bertemu dengan Kayra. Dia kembali pada kebiasaan lamanya.

Tapi, kalau sudah sakit begini. Hanya dia yang kesulitan. Entah sudah berapa hari Adit tak meminum vitamin, biasanya Dya yang memberikannya. Tapi, sekarang vitamin itu tergeletak dalam botolnya. Dia malas untuk sekedar membuka dan meminumnya.

Pintu diketuk lagi, dengan malas Adit membukanya. Lagi sakit begini, istrinya pun masih banyak tingkah!

Namun setelah melihat apa yang ada di atas nakas. Adit terkesiap tapi juga kesal.

Sebuah inhaler ditaruh disana, Adit tahu jika Dya yang menaruhnya disana. Rasanya ingin marah, entah kenapa ia merasa tersinggung. Dengan kesal, Adit mengambil inhaler itu dan menghisapnya.

"Dia pikir perhatiannya akan membuatku luluh! Dasar penjilat!" Gerutu Adit.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ku Kejar Cintamu, Kau Kejar Cintanya   Musibah Pertama

    "Dyandra.."Semua orang menoleh melihat siapa yang baru datang, reuni hampir selesai tapi rupanya alumni yang paling cerdas baru tiba."Apa kabar kalian?" Sapa Dya hangat."Bukannya kamu sakit?" Tanya Baim.Dya hanya tersenyum tipis. "Sayang kalau melewatkan reuni, belum tentu juga satu tahun sekali.""Wah.. syukurlah.. berarti angkatan kita formasinya lengkap reuni kali ini." Baim sampai terkekeh."Eh.." Nina sampai menengok sekitar. "Kayra mana, ya? Bukannya tadi dia ada disini?""Adit juga mana lagi?" Gumam Baim. Namun dia langsung tak enak hati setelah melihat wajah Dya."Ku dengar kamu sudah menjadi ketua tim ya.. di ruangan apa?" Tanya Nina lagi."Ruang perina, khusus anak-anak yang mengalami kelainan darah.""Wah begitu rupanya. Kamu memang luar biasa. Kerja di rumah sakit bergengsi, udah dapet jabatan.. pasti gajinya besar." Baim terkekeh lagi.Sementara Dyandra hanya tersenyum sembari menatap sekeliling. Ternyata Adit dan Kayra memang sudah tak ada di tempat ini lagi.***"Ki

  • Ku Kejar Cintamu, Kau Kejar Cintanya   Reuni Maut

    "Dyandra!" Tegur Adit pagi itu ketika Dya keluar dari kamar langsung pergi ke pintu luar."Iya?" Terpaksa Dya menemui suaminya yang sedang duduk di singgahsana. "Ada yang bisa kubantu?""Kamu mengejekku?""Maksudmu, apa?""Kamu menyiapkan air hangat untukku lalu juga inhaler. Kenapa? Kamu merasa dirimu berguna seperti itu? Kamu berpikir aku nggak bisa hidup tanpamu?""Astaga, sayang.. kenapa pikiranmu jauh sekali. Aku mendengarmu batuk semalam. Makanya kusiapkan air hangat juga obat untuk meredakannya. Bagaimana? Sekarang sudah agak enakan?""Kamu nggak usah sok perhatian.""Jelas, aku perhatian karena kamu suamiku." Jelas Dyandra. Lelah rasanya pagi-pagi sudah bertengkar. Merusak mood sebelum bekerja saja.Adit langsung bangkit dan melewati Dyandra hingga akhirnya wanita ini menegur."Apa lagi?""Aku tahu kamu nggak mau melihat wajahku. Tapi aku mohon.. turunkan intonasi suaramu, jangan terlalu kasar padaku."Adit tersentak akan ucapan istrinya. Benar juga. Kenapa dia harus marah-mar

  • Ku Kejar Cintamu, Kau Kejar Cintanya   Dipindahkan

    "Baru satu minggu yang lalu aku kirim uang untuk Ari, kenapa dia minta lagi?""Kamu tahu adikmu lagi penelitian, wajar kalau habis banyak uang.""Memang judul skripsinya sudah acc?" Dahi Dya sampai mengkerut. Kemarin padahal Ari, adiknya menggerutu karena dosen pembimbingnya menolak semua judul yang diberikan."Sudah! Kamu jangan banyak tawar dong, Dya. Kalau nggak mau ngirimin uang ya sudah. Mama bisa minjam ke tetangga.""Jangan! Nanti aku transfer 1 juta lagi.""Sekarang!""Iya."Dyandra lalu memutus sambungan telepon. Ayah Dya sudah meninggal 10 tahun yang lalu, tepat ketika Dya baru saja masuk ke perguruan tinggi. Sebagai anak sulung, dia membantu perekonomian keluarga. Ikut berjualan apa saja yang penting bisa menyambung hidup juga kuliahnya.Setelah kuliah dan diterima bekerja di rumah sakit internasional, Dya tak lagi berjualan dan fokus menjadi perawat. Gajinya pun separuh dikirim ke ibu dan adik laki-lakinya yang ada di kota sebelah.Kebetulan Ari, kini tengah duduk di semes

  • Ku Kejar Cintamu, Kau Kejar Cintanya   Sadar Diri

    "Dyandra.."Adit memandang lagi wanita yang berada di sebrang sana. Rambut yang diikat setengah dan memakai baju putih. Dia hapal betul jika itu istrinya.Namun kenapa wanita itu melengos saja. Seperti cuek dengan keadaan Adit yang tengah dirangkul Kayra. Lalu.. wanita itu pergi begitu saja.Jika itu memang Dya, harusnya dia datang dan marah-marah. Mengomel kenapa suaminya mau digandeng orang lain sementara dengan istrinya tidak mau."Kenapa, Adit?" Tanya Kayra setelah sadar tak menanggapi ucapannya."Oh, tidak apa-apa."Adit kembali menatap sekeliling. Wanita yang melihatnya tadi rupanya tak ada lagi. Nah, mungkin saja itu hanya halusinasi Adit.Setelah mengantar Kayra pulang ke rumah, Adit membeli beberapa potong ubi cilembu hangat."Untukmu." Adit menyerahkan bungkusan tersebut kepada istrinya."Terima kasih."Dyandra menerima bungkusan itu dan mengambil piring di ruang makan. Sementara Adit langsung mandi. Namun, ketika selesai mandi, Adit keheranan melihat ubi itu sudah ditaruh c

  • Ku Kejar Cintamu, Kau Kejar Cintanya   Membandingkan

    Menunggu Adit kembali ke kamar seperti menunggu bulan jatuh ke bumi. Tadinya, Dya sudah berpikiran positif mungkin suaminya tengah merangkai sebuah kejutan ulang tahun untuknya.Namun, sampai pagi.. batang hidung suaminya tak muncul juga. Sampai Dya sadari bahwa Adit lebih memilih tidur di kamar tamu. Sepertinya, ia benar-benar kesal karena Dya yang bergelayut manja semalam.Meninggalkan rasa kecewa, Dya bersikap biasa saja. Tak menunjukkan perasaan apapun kecuali sikap manis kepada suaminya."Tidak perlu bawa bekal." Tegur Adit ketika Dya menyiapkan dua kotak bekal. Satu untuknya dan satu untuk suaminya."Baiklah kalau begitu."Dya tak mau membantah. Kalau kata suaminya tidak perlu, ya tidak usah disiapkan.Hari ini Adit pun pulang terlambat. Ketika bertanya, Adit lansung mencak-mencak."Aku cuma bertanya, sayang." Ucap Dya sabar. "Aku takut terjadi sesuatu padamu di luar.""Aku bukan anak kecil, Dya!" Bentak Adit yang membuat Dya terdiam.Dya lalu mengambil baju kotor yang baru dile

  • Ku Kejar Cintamu, Kau Kejar Cintanya   Dia Tidak Ingat

    "Sayang, minum dulu vitaminnya."Dya menyerahkan satu butir vitamin kepada suaminya sebelum tidur malam. Sebuah rutinitas yang bahkan hal sekecil ini saja istrinya Adit ini memperhatikan.Adit menerima vitamin tersebut dan meminumnya."Terima kasih." Adit menyerahkan gelas yang dia pakai."Kamu istirahat duluan aja. Nggak usah tunggu aku." Ucap Dya seraya mengelus pucuk kepala suaminya. Bahasa cintanya memang luar biasa."Iya." Adit juga mana mau menunggu Dya. Lebih baik memang tidur tanpa istrinya, dengan begitu dia bebas dari gangguan."Aku mau buat laporan pasien mingguan." Sambung Dya. Padahal suaminya ini tak bertanya.Sejujurnya, Adit risih karena Dya yang selalu menempel padanya. Dia gerah karena tak bisa membalas cintanya Dya yang bertubi-tubi.Wanita itu bertingkah seperti haus kasih sayang, membuat Adit malas meladeninya.Sebuah pesan masuk ke ponsel, ternyata dari Kayra. Rupanya mantan kekasih ini minta dicarikan pekerjaan. Adit pun tak bisa mengiyakan, dia akan bertanya du

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status