Lani menaiki taksi dan pulang kerumahnya.
Sedari tadi Ia merasakan ponselnya bergetar. Ia tahu pasti Amanda menghubunginya karena Ia tiba-tiba menghilang begitu saja.
Tak lama setelah Lani sampai didepan gerdang rumahnya yang tinggi menjulang, seorang satpam tergopoh-gopoh membukakan gerbang.
Lani masuk begitu saja.
"Nona Lani telah sampai di rumah," kata satpam itu kepada seseorang melalui telepon.
Mendengar itu Lani terus saja berjalan tidak menghiraukan. Itu sudah bukan hal baru lagi baginya. Semua orang dirumah ini adalah orang suruhan ayahnya Lani, mereka bagaikan CCTV hidup yang dipasang ayahnya Lani untuk mengawasinya setiap hari.
Lani tahu sebenarnya dirinya tidak memiliki eksistensi apa-apa dirumahnya. Ia hanya seorang pelajar. Tidak bisa menghasilkan uang sendiri dan masih bergantung dengan ayahnya. Kalaupun Ia memiliki banyak uang, Ia tidak bisa menggunakannya untuk membuka usaha tanpa seizin ayahnya. Dan kalaupu
Malam itu Lani sedang bersiap-siap untuk bertemu seseorang yang akan dijodohkan dengannya. Ia melihat pantulan dirinya di cermin. Hari itu Ia terlihat lebih feminim dengan memakai atasan chiffon shirt hitam dengan renda di bagian pergelangan tangan, dan celana jeans berwarna biru muda. Rambutnya Ia gerai begitu saja menutupi bagian dadanya. Wajahnya yang tirus Ia berikan sedikit pulasan di bibir dan blush on supaya terlihat sedikit segar.Ia mencoba menyeringai, bermaksud untuk tersenyum. Namun itu terlihat seperti seringaian daripada senyuman. Setelah beberapa kali mencoba latihan untuk tersenyum dan mengatur intonasi bicaranya supaya nantinya nampak sedikit lebih ramah, Ia menyerah. Lalu berjalan ke arah kasur dan duduk di pinggir ranjang. Ia meraih ponselnya dan mengetik sesuatu. Ia sedang mencari tips-tips untuk membuatnya tampak ramah dan disukai oleh orang yang akan ditemuinya. Beberapa menit kemudian Ia nampak serius menatap layar ponselnya, nam
Dalam sebuah ruang kantor, seorang laki-laki bermata teduh sedang melihat sebuah foto dalam durasi yang cukup lama.Sorot matanya tidak bisa dijelaskan. Namun wajahnya tampak sedikit suram."Kamu yakin, dia orangnya?"Tanyanya pada laki-laki lain yang sedang berdiri di depannya."Sesuai data yang didapatkan, sepertinya memang dia orangnya." Jawab laki-laki yang berdiri dengan lugas."Hmmm"Ia mengetuk-ngetuk meja dihadapannya dengan telunjuknya. Matanya tetap terpaku pada foto yang dia pegang.Laki-laki berbadan tegap dan ber jas hitam itu mengamati pimpinannya yang tampak terpaku pada foto wanita yang sedang dipegangnya. Wanita tersebut adalah anak seorang pemilik perusahaan besar. Dan masalahnya, perusahaan milik ayah perempuan itu adalah ancaman perusahaan tempatnya bekerja.Rustaf Saleem adalah seorang sekretaris pada sebuah perusahaan manufaktur. Ia juga merupakan orang kepercayaan Nohan Hardiyata, si pem
Pukul sembilan lebih empat puluh malam, Lani berpamitan kepada Nohan.Ketika dia keluar dari cafe, mobil yang dikendarainya tadi sudah berada di depan cafe menunggunya.Lani segera memasukinya, dan ketika mengetahui Lani sudah masuk, Sopir muda itu segera menancap gas dan pergi meninggalkan tempat tersebut menuju rumah keluarga Pradipa.Awalnya suasana di dalam mobil hening, tanpa suara.Di tengah perjalanan, sopir tersebut berkata "Non... tadi sekretaris Pak Pradipa bilang kalau anda sudah ditunggu Ayah anda di rumah," kata sopir muda tersebut sambil sesekali melirik ke arah spion untuk melihat Lani.Mendengar perkataan si sopir, pikiran Lani mengelana jauh ke masa lalu. Pernah sekali ayahnya Lani menunggunya di rumah, yaitu ketika dia dipaksa untuk pindah sekolah. Ia masih teringat dengan kejadian tersebut. Ketika Ia pulang sekolah, Ia disuruh untuk menemui ayahnya di ruang kerja. Sesampai di sana, Ia sudah melihat dokumen yang menyatakan k
Dengan langkah lebar-lebar, Lani memasuki kamarnya. Ia tampak tergesa-gesa. Dengan gerakan cepat, Ia meraih sebuah buku catatan, beberapa lembar kertas, dan alat tulisnya. Kemudian Ia menaruhnya di atas meja belajar.Ia membuka almari baju, dan memilih baju terusan hitam lengan panjang dengan renda putih di bagian kerah dan ujungnya. Baju tersebut berbahan katun, sehingga nyaman untuk dipakai. Setelah selesai berpakaian dengan cepat, Ia menuju meja riasnya. Rambutnya yang panjang Ia ikat tinggi-tinggi supaya tidak mengganggunya. Terkadang rambut panjang benar-benar susah untuk diatur.Setelah dirasa kuncirannya terasa nyaman, Ia meraih alat tulis dan buku yang tadi telah disiapkan di atas meja, dan mematikan lampu kamar.Ia pergi ke perpustakaan yang terletak di samping ruang kerja ayahnya. Ketika berjalan melewati ruang kerja tersebut, pintu ruangan tersebut selalu tertutup dengan rapat. Dan Lani tidak pernah memasukinya kalau bukan karena dipanggil
“Jangan kembali, dan tetap tenang di sana. Aku akan berbaik hati padamu kali ini. Moodku sedang bagus.”Semakin berjalan mendekati taman, samar-samar terdengar suara Alec yang sedang berbincang dengan seseorang melalui ponsel menggunakan bahasa Inggris. Ia tidak menyadari kehadiran Lani. Dengan tenang, Lani duduk tidak jauh dari tempat Alec. Ia ingin memberikan Alec privasi.“.......................”“Aku akan memberikannya hari ini. Kita lihat apa itu benar-benar bekerja. Tapi, kalau tidak sesuai harapan.... mungkin aku akan memberikanmu ‘hadiah’. Kamu suka hadiahku, kan?”“....!!!!”Suara seseorang dari ponsel Alec terdengar sedang berteriak. Lani berusaha untuk mengabaikannya. Bagaimanapun juga, itu bukanlah urusannya. Dia mencoba mengalihkan perhatiannya dengan mendongak ke atas. Melihat bintang di langit yang sedang bersinar terang.“Ssssst! Jangan berteriak, kam
Ini pertama kalinya Nohan memasak untuk orang lain. Bulu matanya yang lentik mengikuti arah pandang mata Nohan terhadap perempuan yang sedang makan depannya. Suasana saat ini begitu tenang. Hanya terdengar dentingan alat makan.Ini normal, seperti suasana saat Ia makan dengan keluarganya di rumah. Namun, ada sesuatu yang kurang. Akhir-akhir ini Nohan melihat film bergenre romance untuk belajar. Sebuah film bisa mengajarkanmu untuk merasakan emosi yang belum pernah kamu rasakan. Itu salah satu dari keajaiban sebuah film. Ah, semua karya manusia seperti buku, komik, novel, dsb juga membantu. Namun, Nohan lebih suka menonton film daripada buku. Karena memakan waktu lebih singkat. Katakanlah terdapat tiga ratus halaman sebuah buku novel, jika diadaptasi dalam sebuah film, maka paling tidak durasinya hanya satu setengah jam, atau paling lama dua jam..? Sedangkan untuk membaca tamat tiga ratus halaman sebuah buku butuh waktu lebih lama dari itu.Tentu emosi dan desk
“Aku tahu, tapi... tetap saja kan. Apa kamu tidak merasa jijik denganku?”Laki-laki beralis tebal itu menatap Lani. Ia sangat tampan. Matanya sangat jernih tertimpa sinar matahari sore.“Tidak! Sama sekali tidak! Aku menghargai orientasi seksualmu. Lagipula memangnya aku tuhan sampai berani melabeli kamu manusia menjijikkan?”Hahahahaha“Kadang kejujuranmu itu lucu juga ya?!” kata Adam jujur.Lani hanya meringis mendengarnya.“Aku senang bertemu denganmu. Seandainya aku tidak gay dikehidupan selanjutnya, aku akan jatuh cinta denganmu,”“Aku berharap jadi bunga saja kalau memang ada reinkarnasi.”“Kalau begitu aku akan menjadi kumbang, dan menemuimu, dan memakan nektarmu setiap hari,”“Aku akan menjadi bunga bangkai.”“Aku akan menjadi lalat!”Adam tidak ingin mengalah.“Ugh! Hentikan!!”
“Apa kamu sudah tidur?”Suara Nohan yang berat seperti suara khas pria terdengar merdu di telinga Lani.“Aku mau tidur, apa sudah selesai dengan pekerjaanmu?”“Belum, sekarang kami sedang beristirahat,”“Oooh.. Kalau begitu seharusnya kamu beristirahat,”“Ya, aku sedang melakukannya sekarang. Berbicara denganmu membuat rasa lelahku hilang,”Rasanya cukup menyenangkan, bibir Lani sedikit tertarik ke atas mendengarnya. Namun Ia tahu itu pastilah kebohongan. Tak mungkin Nohan tidak tahu kalau Lani yang menyebabkan kesulitan. Ia selama ini memata-matai Nohan untuk memenuhi ambisi Ayahnya.Ia teringat dengan Ibunya dalam mimpi ketika di perpustakaan. Ibunya berkata kalau Ia dimanfaatkan... Sekarang Ia merasa takut kalau ucapan ibunya benar.“Halo... Lan? Apa kamu sudah tidur?” Nohan bertanya karena Lani terdiam cukup lama.