Home / Rumah Tangga / Ku Tentukan Takdirku / Bab 66-Saat Diam Menjadi Senjata

Share

Bab 66-Saat Diam Menjadi Senjata

Author: Mommy Sea
last update Last Updated: 2025-11-04 07:12:16

Piring yang tadi jatuh belum sempat dibereskan. Pecahannya masih berserakan di lantai, tapi tak ada dari mereka yang berniat memungutnya. Hening yang menggantung terasa lebih berbahaya dari teriakan tadi.

Raka berdiri di dekat meja makan, napasnya masih berat. Alya, dengan wajah pucat tapi tenang, menatap tanpa ekspresi. Di tangannya, ada handuk kecil yang tadi digunakan untuk membersihkan meja, kini diremas pelan.

“Jadi begini caramu, ya?” suara Raka kembali meninggi. “Diam saja. Membisu seolah kau korban paling suci di dunia.”

Alya menarik napas perlahan, mencoba tidak terpancing.

“Aku tidak diam karena pasrah, Raka,” ujarnya pelan, suaranya serak tapi mantap. “Aku diam karena kalau aku bicara, kau tidak akan mau mendengar.”

Raka menatapnya dengan sorot marah yang sulit dibaca — campuran antara frustrasi dan rasa terancam.

“Selalu saja alasan! Kau pikir aku sebodoh itu, Alya? Aku tahu apa yang kau lakukan di belakangku.”

Alya menegakkan tubuhnya. “Aku tidak melakukan apa pun
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ku Tentukan Takdirku    Bab 68– Rencana Rahasia Alya

    Pagi itu, langit Jakarta tampak redup meski matahari sudah tinggi. Awan menggantung berat seperti menahan sesuatu yang belum ingin dijatuhkan. Alya menatap pantulan dirinya di kaca mobil, wajah yang dulu lembut kini menyimpan ketenangan yang tak lagi sama. Ia menarik napas panjang, menatap gedung kantor pengacara keluarga Bagaskara — tempat yang dulu sering ia datangi bersama Raka saat urusan bisnis masih dipercayakan padanya. Tapi kali ini berbeda. Ia datang bukan sebagai istri yang mendampingi, melainkan sebagai perempuan yang diam-diam menyiapkan jalan keluar. Langkah Alya mantap saat masuk ke lobi. Aroma kopi dan kertas baru menyeruak. Seorang resepsionis menyapanya sopan, namun tatapan Alya menunjukkan bahwa ia tak ingin terlalu banyak bicara. “Bu Alya, Pak Harun sudah menunggu di ruang rapat kecil,” ucap resepsionis itu dengan senyum formal. Alya hanya mengangguk, lalu melangkah masuk ke ruang yang sudah familiar. Pak Harun — pria berambut perak dengan kacamata tipis — berdi

  • Ku Tentukan Takdirku    Bab 67 – Bukti di Tangan Alya

    Malam itu, ruang kerja Alya hanya diterangi oleh cahaya lampu meja yang temaram. Di hadapannya, tumpukan berkas tersusun rapi — sebagian besar dokumen lama milik ayahnya yang kini telah menjadi kunci penting dalam perang senyapnya dengan Raka. Aroma kopi hitam menguap pelan dari cangkir di sebelah laptopnya. Ia menatap layar monitor dengan tatapan tajam. Folder bernama “CONFIDENTIAL – PRIVATE RECORDS” terbuka, menampilkan serangkaian file hasil salinan dari transaksi bisnis Raka. Semua dokumen itu ia dapat dari pengacara lama ayahnya, yang selama ini diam-diam membantu Alya mengaudit aset keluarga. “Jadi ini caramu bermain, Raka…” gumamnya lirih. Suaranya nyaris tak terdengar, tapi penuh nada dingin. Setiap baris angka di laporan keuangan itu menunjukkan kebohongan yang selama ini disembunyikan Raka. Ada transaksi ke rekening asing atas nama perusahaan fiktif, pembelian aset tanpa izin keluarga, dan bahkan penyelewengan dana yang semestinya untuk investasi legal. Alya menegakkan t

  • Ku Tentukan Takdirku    Bab 66-Saat Diam Menjadi Senjata

    Piring yang tadi jatuh belum sempat dibereskan. Pecahannya masih berserakan di lantai, tapi tak ada dari mereka yang berniat memungutnya. Hening yang menggantung terasa lebih berbahaya dari teriakan tadi. Raka berdiri di dekat meja makan, napasnya masih berat. Alya, dengan wajah pucat tapi tenang, menatap tanpa ekspresi. Di tangannya, ada handuk kecil yang tadi digunakan untuk membersihkan meja, kini diremas pelan. “Jadi begini caramu, ya?” suara Raka kembali meninggi. “Diam saja. Membisu seolah kau korban paling suci di dunia.” Alya menarik napas perlahan, mencoba tidak terpancing. “Aku tidak diam karena pasrah, Raka,” ujarnya pelan, suaranya serak tapi mantap. “Aku diam karena kalau aku bicara, kau tidak akan mau mendengar.” Raka menatapnya dengan sorot marah yang sulit dibaca — campuran antara frustrasi dan rasa terancam. “Selalu saja alasan! Kau pikir aku sebodoh itu, Alya? Aku tahu apa yang kau lakukan di belakangku.” Alya menegakkan tubuhnya. “Aku tidak melakukan apa pun

  • Ku Tentukan Takdirku    Bab 65-Bara yang Tak Lagi Tersembunyi

    Suara pintu dibanting keras memecah keheningan sore itu. Langit di luar tampak muram, hujan menggantung di udara tanpa benar-benar jatuh — seperti amarah yang menunggu momen untuk meledak. Raka melangkah masuk ke ruang tengah dengan wajah tegang, dasinya terlepas setengah, napasnya berat. Alya yang sedang merapikan bunga di vas hanya melirik sekilas, lalu kembali menata kelopak mawar putih yang mulai layu. “Jadi ini kerjaan kamu?” suara Raka membentak, keras, menusuk udara. Alya menoleh perlahan. “Kerjaan apa, Raka?” Raka melempar selembar kertas ke meja — potongan dari berita gosip daring yang menyinggung “hubungan spesial” antara dirinya dan rekan bisnis perempuan. Semuanya tentu saja berawal dari bisikan kecil yang Alya ciptakan, tapi Raka tak tahu itu. “Berita ini! Dari mana lagi kalau bukan kamu yang mulai?” Nada suaranya berat, penuh tuduhan. Alya hanya memandangi kertas itu, lalu tersenyum tipis. “Kalau kamu merasa bersalah, berarti mungkin memang ada alasannya.” “J

  • Ku Tentukan Takdirku    Bab 64-Api dalam Gaun Krem

    Hari-hari berikutnya berubah menjadi ruang senyap penuh tekanan. Sejak pertemuan sore itu, Selina merasa seperti ada mata-mata yang mengikuti ke mana pun ia pergi. Setiap kali bertemu dengan kerabat Raka atau rekan kantor, selalu ada senyum aneh, lirikan halus, dan sapaan yang terlalu ramah untuk menjadi tulus. Ia mulai menyadari — reputasinya sedang digerogoti perlahan. Di kafe tempat biasa ia dan Raka bertemu untuk membahas proyek, Selina duduk dengan tangan gelisah di pangkuan. Kopi di depannya sudah dingin. Ia tidak meminumnya. Pikirannya hanya berputar pada satu hal: Alya. “Apa dia benar-benar sengaja?” Pertanyaan itu menempel di kepalanya seperti luka yang tak kering. Ia tahu Alya tampak lembut, tapi di balik senyum tenang itu ada sesuatu yang licin dan tak terduga. Saat Raka datang, Selina langsung menegakkan bahu. Ia tersenyum manis, berusaha tampak wajar. “Maaf ya, nunggu lama?” tanya Raka sambil menaruh map kerja di meja. “Enggak, aku juga baru datang,” jawab Sel

  • Ku Tentukan Takdirku    Bab 63-Bisikan di Ruang Tamu

    Ruang tamu keluarga Bagaskara sore itu tampak hangat dan rapi. Wangi teh melati menguar dari cangkir-cangkir porselen yang disajikan Alya di atas meja kaca. Beberapa kerabat perempuan sedang berkumpul, berbincang santai — setidaknya di permukaan. Namun di balik tawa kecil dan obrolan ringan itu, tersembunyi arus halus yang disulut oleh satu orang: Alya. Ia tidak mengatakan apa pun secara langsung. Hanya bercerita sekilas, dengan nada lembut yang membuat siapa pun tak merasa sedang mendengar gosip. “Selina memang orangnya perhatian,” ucap Alya sambil menuangkan teh. “Kadang sampai datang ke rumah tanpa bilang dulu. Katanya mau bantu Raka urus bisnis.” Nada suaranya tenang, bahkan diselipi senyum kecil — tapi kata “tanpa bilang dulu” menempel di kepala para tamu. Salah satu dari mereka, Tante Mira, mengangkat alis. “Oh? Sering, Alya? Wah, hebat juga ya dia… sampai segitu dekatnya sama keluarga kalian.” Alya tersenyum lembut. “Iya, mungkin karena Raka dan dia sudah kerja baren

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status