“Terima kasih.” Dewi mengucapkan terima kasih saat menyadari Arini melewati tempatnya berdiri. Wanita itu sedang membawa beberapa label harga yang harus diganti karena tanggal diskon sudah tidak berlaku lagi.“Sama-sama, Dew … tunggu!” Arini menahan tangan Dewi yang ingin pergi begitu saja. Terlihat sekali rekan kerjanya itu berusaha menghindarinya.Setelah saling bermaafan di ruangan Umi tadi, mereka bergegas kembali bekerja lagi. Umi akhirnya sepakat dengan keputusan Arini untuk memberi kesempatan pada Dewi. Umi hanya memberikan sanksi dengan memotong dua puluh lima persen gaji Dewi dan diberikan pada Arini sebagai kompensasi selama tiga bulan.“Aku tidak tahu kenapa kau sangat membenciku. Ini kesekian kalinya kau melakukan hal yang hampir membuat aku dikeluarkan. Kau ….”“Pada kenyataannya tidak ‘kan? Kau masih bekerja disini bahkan semakin menjadi anak emas.” Dewi menghentakkan tangan Arini. Dia menatap Arini sambil tersenyum sinis. Sungguh, dia muak dengan wajah polos yang selalu
Dewi mendengus kesal. Kalau tahu akan begini, mana mungkin dia mau membantu Diandra. Gajinya yang dipotong hampir sejuta setiap bulan tidak nutup dengan uang lima juta yang Diandra berikan.Diandra menjanjikan akan membayar Dewi sebesar sepuluh juta jika berhasil mengerjai Arini. Nominal yang sangat besar itu membuat Dewi tergiur. Dengan uang itu, dia bisa membeli kebutuhan rumah dan membeli mesin cuci yang sudah rusak sejak dua bulan lalu.“Kalau tidak mau uang ini, ya sudah. Baguslah aku jadi tidak keluar biaya.” Diandra menyimpan kembali amplop berisi uang ke tasnya. “Lagian, kerja nggak beres kok minta bayaran. Malu lah.”“Kalau Mbak membayar sesuai perjanjian, saya akan membongkar kalau otak kerusuhan ini adalah Mbak Diandra pada Arini. Saya juga akan mengatakan cerita ini pada Mas Yuda.” Dewi melipat tangan di dada. “Jangan salah, mantan suami Arini atau yang sekarang tunangan Mbak itu cukup sering mampir ke swalayan. Bahkan, tadi dia juga yang membantu Arini hingga rencana ini
KADO ULANG TAHUN NAYAArini tersenyum bahagia saat mengecek saldo ATMnya sudah bertambah. Gajian yang amat dia tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Bahkan dia tak sabar menunggu jam kepulangan karyawan shift pagi. Kaki jenjang wanita itu melangkah ke arah booth ATM di sudut halaman swalayan. Dia tak mampu menahan senyumnya saat membayangkan Naya yang hari ini ulangtahun akan mendapatkan kue tart impiannya. Bayangan gadis kecilnya berjingkat riang membuat mata Arini sedikit basah. Kali ini keinginan amat sederhana dari putrinya itu mampu dia wujudkan. “Mama, Naya minta kue kuda poni,” ucap Naya saat Arini tengah mendekapnya menjelang tidur. Aroma minyak telon dari tubuh putrinya menjadi candu bagi wanita itu. Setiap malam Arini tak boleh absen mengoleskan cairan itu di sekujur tubuh Naya. Entah mengapa meski sudah dinyatakan sembuh, beberapa kali dalam seminggu anak perempuannya itu pasti mengalami demam hingga membuatnya menggigil. Satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah membalur
PERTEMUAN DI TOKO KUE Arini mengeratkan tangannya pada tali tas selempang yang dia gunakan. Hatinya tersayat, meski berusaha sekali untuk dia tutupi. Beruntung posisinya yang membelakangi pasangan tersebut memungkinkannya untuk tak terlihat oleh keduanya. “Mas, teman-temanku semua akan datang. Mereka sudah penasaran dengan konsep yang sudah kusiapkan matang. Jangan menghancurkannya dengan memilihkan kue jadul seperti itu! Ayolah, Mas! Jangan membuatku badmood seperti ini! Atau aku telepon Ibu?” Diandra menggunakan cara licik untuk menekan Yuda. Dia tau sekali Yuda tak bisa berkutik saat dia membawa serta nama ibunya. “Ayolah, Di! Jangan terus-menerus mengaitkan segala persoalan kita pada Ibu. Apakah kau tak kasihan padanya? Bukankah dia pun butuh ketenangan?” Diandra menghentakkan kakinya. Beruntung tak banyak pengunjung yang ada di ruangan tersebut hingga Yuda tak perlu menahan malu akibat perbuatan calon istrinya yang masih amat kekanakan itu. “Mas. Ibu pun ingin pesta ini lai
HANCURNYA KUE NAYA “APA KAU BILANG?!” Diandra maju dan berjalan cepat ke arah Arini yang hampir saja sampai di pintu keluar. “Lepas, Mas! Dia harus diberi pelajaran. Apa maksudnya mengatakan aku seperti orang kesurupan dimanapun berada!” Diandra berusaha keras melepaskan cekalan tangan Aditya.Arini menggelengkan kepala melihat Diandra dan Yuda yang hampir terjatuh karena wanita itu terus memberontak. Dia memutuskan segera pulang saja. Tidak ada gunanya meladeni Diandra.“LEPAS!” Diandra berteriak kencang hingga membuat Arini menghentikan langkah. Wanita berbalik dan menatap Diandra yang berusaha sekuat tenaga melepaskan diri dari Yuda. “JANGAN PERGI DULU, HEH! DASAR MALING.” Diandra berteriak pada Arini yang sepertinya akan kembali melangkah.Beberapa pengunjung yang sedang memilih kue langsung menghentikan aktivitas. Kejadian itu lebih menarik perhatian mereka. Seingat mereka, pasangan yang sedang ribut itu tadi tampak romantis memilih kue ulang tahun saat pertama datang.“Asal Ba
PUKULAN TELAK UNTUK DIANDRA “Dia meninggalkan aku dan kedua anakku karena tidak sanggup hidup menderita. Dia menelantarkan kami demi bisa menikmati hidup dengan nyaman di bawah ketiak ibunya. Dua tahun aku menganggap dia sudah mati karena tak ada kabar sedikitpun sampai hari kita bertemu kembali waktu itu.”Yuda memejamkan mata. Ketenangan suara Arini menggores dadanya. Perih. Hatinya terasa nyeri saat mendengar setiap kata yang keluar dari mulut mantan istrinya.“Selama dua tahun dia tidak menafkahi kedua anaknya serupiahpun, Diandra. Jangankan nafkah, bertanya kabar pun tidak padahal nomor ponselku tidak pernah aku ganti.” Arini menghapus air mata yang membasahi wajahnya.“Beberapa waktu yang lalu dia mendatangi aku dan kedua anakku. Calon suamimu ini menjanjikan akan memberi kami tempat tinggal yang layak. Dia juga mengatakan akan memberi nafkah bulanan pada Rafa dan Naya. setelah malam itu, dia menghilang bak ditelan bumi padahal dia berjanji di depan kedua anak kami!” Napas Arini
ANCAMAN YUDA "Mas!" Diandra berteriak sambil memukul lengan calon suaminya. Yuda menyentak napasnya kasar, tak menyangka bahwa Diandra akan bertingkah seminus ini. Kekesalan laki-laki itu sudah berada pada puncaknya. "Kau keterlaluan, Mas! Tak seharusnya kau mengancamku seperti itu!" Tak ada tanggapan apapun dari Yuda selain tarikan napas berkali-kali yang menunjukkan betapa tertekannya laki-laki itu saat ini. Dia menjambak rambutnya sendiri dengan kasar. Tak disangka agendanya hari ini membawanya bertemu dengan mantan istrinya kembali. "Mas!" "Diandra!" Yuda tak bisa lagi bersabar menghadapi wanita yang mendapat tempat khusus di hati ibunya. Entah pesona apa yang dimiliki oleh Di hingga mampu membuat ibunya seolah menutup mata terhadap sikap buruk yang seringkali ditampilkan oleh wanita itu. "Berhenti membuatku tertekan. Aku tak main-main dengan ancamanku. Aku benar-benar akan melakukan hal tersebut jika kau tak mengindahkan peringatan dariku." Diandra menyentakkan punggungnya
KERAS KEPALA DIANDRA "Mas!" "Berhenti meneriakiku seolah telingaku tuli! Aku tak main-main, Diandra!" "Mas. Aku tak akan seperti ini kalau kau mengabaikan keberadaan Arini dan anak-anak! Mulailah hidup baru denganku, Mas! Kau akan mendapatkan apa yang tidak kau dapatkan bersama Arini. Dan lagi, orangtuamu tidak perlu malu memperkenalkan menantunya pada semua orang. Tidak seperti saat menantunya seorang wanita udik yang bermimpi jadi Cinderella seperti Arini!" Yuda menahan gemeletuk giginya yang beradu kuat karena menahan geram. Pembahasan Diandra sudah melebar kemana-mana. Dia yang selalu menyalahkan Arini membuat Yuda mulai ragu dengan rencananya menikahi wanita ini. "Di, ayolah. Posisikan dirimu sebagai seorang wanita. Bayangkan jika apa yang menimpa Arini juga menimpamu, Di.”Perkataan Yuda membuat Diandra tertawa penuh ejek. Wajahnya yang putih bak porselen itu amat berbanding terbalik dengan hatinya yang penuh bercak noda. Dia menertawakan kalimat yang dikatakan oleh cal