Share

Bab 5. Rasa penasaran yang semakin membuncah

"Assalamualaikum!“ disaat itu pula ada seseorang yang datang.

Aku menelan saliva dan tetap memandang ke Ibu mertua.

ibu mertuaku langsung bergegas ke arah pintu.

Kupandanginya ia saat keluar dan bercakap dengan begitu ramah. Dahiku mengernyit siapa gerangan tamu di balik pintu itu?

Perlahan kaki ini melangkah, Rasa penasaranku membimbing untuk menghampiri mereka.

Kupandangi wanita itu dari atas ke bawah. Pakaiannya begitu ketat sekali, mau apa ke sini? Habis dari club apa bagaimana sih itu?

Duh, mau bertanya langsung kok kayaknya gak sopan.

Wanita itu menyodorkan tangannya ke arahku dan tersenyum begitu ramah. 

Aku ikut tersenyum dan membalas salamnya.

Bersamaan itu, ponselku berdering berulangkali, terpaksa aku meninggalkan mereka dan mengambil ponselku yang tertinggal di meja dapur.

“Assalamualaikum, Mas?“ jawabku setelah mengetahui siapa penelepon itu.

“Waalaikumsalam, Dek. Mas mau tanya? Mbaknya sudah datang?“ jawab Mas Pram dari seberang telepon.

“Mbak?“ Keningku berkerut sembari menebak-nebak. 

Mungkinkah perempuan tadi yang dimaksud? Kakak siapa? Dia kan anak tunggal.

“Iya, Mbak. Calon pembantu kita, Sayang.“

Aku terhenyak mendengar penuturannya. Kenapa cepat sekali Mas Pram mendapatkan pembantu, terus kenapa juga mencari yang seperti itu, berpakain seksi. Tak sadarkah di rumah ini ada dua Lelaki yang bukan mahramnya?

“Mas, kenapa semua selalu bertindak sendiri? Gak ada omongan sama sekali ke Aku sih, Mas?“ protesku tidak terima.

“Maaf, Sayang. Mas buru-buru. Takutnya kalau gak cepet nyari, Adek kecapekan nanti.“

“Apa, Mas tahu siapa perempuan itu? Wajahnya, cara berpakaiannya? Jujur, Mas. Aku gak suka.“

“Jangan begitu, Sayang. Jangan menilai semua dari covernya. Besok bisa dikasih tahu cara berpakain yang baik itu gimana.“

“Emang, Mas, nyari lewat mana? Dari LPK mana?“

“Tidak lewat agensi manapun, Sayang. Itu dikenalkan oleh tetangga saudara ibu.“

“Berarti, Mas, sudah tahu seperti apa orangnya? Jangan-jangan kalian sudah akrab?“ tebakku dengan napas memburu. Ada emosi dari dalam sini yang menjalar di tubuh.

Pikiran buruk mulai berdatangan dengan sendirinya.

“En–enggak, Sayang,” jawabnya. 

“Baiklah, Mas. Dia cuma pembantu kan di sini. Berarti aku ada hak untuk menyuruh, juga masalah gaji, itu sudah tanggung jawab, Mas ya. Aku gak mau tahu, soalnya, Mas nyari sendiri.“

“Baik, Sayangku, tenang saja.“ 

“Oke, ya sudah, aku mau keluar dulu. Assalamualaikum.“

“Waalaikumsalam, jangan lupa makan ya, Sayang.“

Kumatikan telepon ini dan menempatkan kembali ke tempat semula.

Aku menatap Amira yang sudah tertidur di dalam gendonganku, akupun pergi ke kamar.

Sesampainya, dengan sangat hati-hati aku meletakkan Amira di tengah ranjang. 

Pelan sekali agar tidak menimbulkan suara. Setelah berhasil, aku berjinjit keluar menghampiri ibu dan si embak tadi.

“Kamu, gak buatkan minum?“ tanya Ibu mertua melihatku sudah berada di depan pandangannya.

pantatku yang hampir menyentuh sofa pun kembali berdiri lagi. Sampai lupa, akupun berbalik ke dapur dan Langsung mengambil gelas dan menuangkan air putih ke dalamnya.

Sesekali aku melirik ke arah mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status