Share

Part 03: Kiriman Poto Mesra Aryo

Kubuat Kau Dan Selingkuhanmu Menyesal

Part 03: Kiriman Poto Mesra Aryo

"Argh ....!" teriak Meli mengacak-acak rambutnya dan melempar semua barang yang ada di atas nakas.

"Baru satu hari jadi istri, Aryo. Dia sudah menderita dan ditinggal pergi olehnya.

'Awas kalau kamu datang, kubuat kau menyesal!' ucap Meli dalam hati.

Meli melihat ponselnya sudah penuh dengan pesan chatt dan notif pemberitahuan dari akun sosial media berwarna ungu. Meli membuka pesan chatt aplikasi gagang telepon berwarna hijau pelan-pelan.

[Aryo, kawan kantorku, baru saja menikah dengan Meli. Namun, Dia memilih menghabiskan malam pertamanya bersamaku.]

Sebuah caption tertulis dari status aplikasi hijau hasil tangkapan layar

yang di kirim Nilma rekan kerja Meli, sebelum risaign. Meli dan Aryo satu kantor, dari situlah Meli jatuh hati pada Aryo.

[Kenapa bisa Aryo menghabiskan malam pertamanya bersama perempuan lain?] pesan chatt masuk dari Ayu, saudara kandung Meli.

Telepon seluler milik Meli berdering memekakan telinga. Di layar ponselnya tertera 'Mbak Ayu memanggil.'

'Aku nggak mau menjawab panggilan telepon dari Mbak Ayu. Dia pasti marah-marah kalau aku menjadi pelakor,' ucapnya dalam hati.

Ayu menghubungi Aryo, suaminya, Meli. Lima kali sudah Ayu melakukan panggilan, tapi tidak ada sama sekali dijawab, Aryo.

'Kenapa tidak ada jawaban darinya?' ucap Ayu dalam hati.

Ayu mencoba kembali menelpon Aryo, tidak membuahkan hasil sama sekali.

'Kacau, kalau sempat Meli viral menjadi pelakor, mau diletakan di mana wajahku juga wajah ibu,' ucap Mbak Ayu dalam hati.

"Aku harus cepat menjumpai Meli, untuk mengetahui sebenarnya apa yang terjadi?" ucap Mbak Ayu spontan.

Netranya melihat jam yang melingkar di lengannya sudah menunjukkan pukul dua puluh tiga lewat lima menit. 'Akh, sial! Nggak mungkin lagi aku pergi ke hotel tempat Meli bulan madu. Besok siang saja aku ke rumah barunya. Kalau aku paksakan sekarang, takut terjadi sesuatu,' ucapnya dalam hati.

****

Pagi telah tiba, mentari sudah menyapa bumi. Kendaraan sudah lalu lalang ke sana-kemari. Ayu terkejut mendengar jam beker berbunyi. Netranya diarahkan ke arah jam, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat dua puluh menit.

Ayu bringsut dari atas ranjang dan menuju kamar mandi. Suara gemercik air terdengar menyiram tubuhnya.

Tidak butuh waktu lama, usai sudah Ayu mandi dan dia sudah rapi. Dia segera berangkat menuju rumah Meli. Jarak rumahnya ke rumah Meli butuh waktu tempuh dua jam.

Ayu berjalan keluar rumah menuju garasi. Dia membuka pintu mobil dan duduk di dasboard, dia menstater mobil lalu menekan tuas gas kemudian melaju pelan. Sementara Pak satpam sudah membuka pagar rumah.

Tepat di post satpam, Ayu membuka kaca mobil dan menekan klakson permisi kepada Pak satpam. Dia mengulas senyum kemudian menutup kembali mobil yang dia setir melaju kencang laksana anak panah yang lepas dari busurnya.

****

Meli sendirian di hotel, padahal malam pertama. Nasibnya tidak seperti pengantin baru pada biasanya. Meli menelan pahitnya kenyataan hidup, menjadi istri kedua dengan cara merebut laki orang tidak seperti yang dibayangkan. Meli sendirian cek out dari hotel menuju rumah barunya. Hatinya nelangsa karena sudah siang Aryo belum kunjung datang ke rumah.

Tidak berapa lama, Ayu sampai di  depan rumah Meli yang baru. Klakson mobil sengaja dia tekan agar Meli keluar cepat dan membuka pagar rumahnya.

Ayu nggak sabar menunggu Meli membuka pagar rumah, sehingga klakson mobil dia tekan kuat dan lama.

Meli membuka pintu rumahnya, kemudian memakai sendal dan berjalan menuju pagar. Dia membuka pagar rumahnya, lalu Ayu menyetir mobil masuk ke dalam halaman. Pintu pagar masih terbuka lebar. Meli berjalan dan masuk kembali menuju teras rumah.

Ayu tidak membuang-buang waktu dan dia bergegas mematikan mobil, lalu melepas seat belt dan membuka pintu mobil. Dia menghampiri adiknya, sebuah tamparan ia tepiskan di wajah, Meli.

Plak!

"Dasar wanita murahan! Kau bangga meng-upload poto kemesraanmu dengan seorang pria dan dia itu ternyata masih suami sah wanita lain."

Ayu merah padam dan sangat kecewa dengan Meli. "Asal kamu tahu! Aku sangat jijik dan malu melihatmu sekarang! Kau sudah membohongiku juga ayah dan ibu di kampung."

Meli mengelus pipinya, rasa panas akibat tamparan yang di tepiskan Ayu membuat hatinya geram.

"Malu Mbak, bilang? Aku lebih malu setiap pulang ke rumah selalu mendapat hinaan perawan tua dari tetangga. Aku nikah dengan suami orang, salah! Nggak nikah sama sekali, semakin salah. Hidup di dunia ini memang susah."

Meli meneteskan air mata, hatinya tersaruk pilu mengingat cemoohan netizen di kampung.

"Menikah itu ibadah, tapi bukan dengan cara yang salah!" sentak Ayu.

"Salah, Mbak bilang?"

"Iya! Kalau kamu menikah dengan pria single atau duda. Nggak apa-apa. Masalahnya kamu sengaja merebut suami orang dan kamu begitu bangga mengumbarnya di sosial media. Aku nggak Habis pikir, Meli."

Ayu mendengus kesal, dia menarik napas kasar kemudian membuangnya.

"Cukup! Hentikan semua perkataanmu, Mbak. Kalau memang merasa malu mempunyai adek seorang pelakor, itu hakmu! Aku sama sekali nggak peduli. Daripada setiap aku pulang ke rumah, selalu mendapat comoohan dengan sebutan perawan tua, ditambah ayah dan ibu tidak pernah berhenti bertanya kapan kamu nikah. Sekarang aku menikah, Mbak bilang salah."

Ayu nggak habis pikir kalau Meli menempuh jalan yang salah. Dia memijit keningnya yang tidak sakit.

"Kamu itu perempuan, Meli! Coba kamu berpikir sejenak dengan menggunakan hati dan perasaanmu!" nasihat Ayu.

Meli bergeming, dia menghapus buliran air matanya yang sempat luruh tanpa pamit. Sakit! Inilah kenyataan yang harus diterima. Sesal kian mendera, akhir sebuah kenyataan. Dia bringsut dan meletakkan bobotnya di atas kursi lalu menunduk meratapi nasibnya.

"Ingat, Meli! Segala sesuatu itu perlu dipikirkan! Salah atau tidaknya yang kamu lakukan? Kalau menikah dengan pria yang sudah beristri, apakah dia ridha dan ikhlas menerima suaminya berbagi. Secara tidak langsung kehadiranmu mematahkan sayapnya menggapai sakinah, mawaddah warohmah dalam membangun bahtera rumah tangga.

Ayu mencoba mendekati Meli dan mengangkat wajahnya. "Jadikanlah kejadian ini pelajaran yang paling berharga. Sebelum terlanjur sakit. Segera gugat cerai suamimu!" perintah Ayu.

"Aku tidak mau menjadi janda dan hidup jatuh miskin, Mbak!"

Meli terisak, air matanya kembali jatuh mendengar perkataan Ayu. Dirinya saat ini laksana makan buah simalakama.

"Tidak ada jalan lain! Berani berbuat harus berani bertanggungjawab," ucap Ayu.

Meli tergugu dan tersaruk pilu. Pilihan yang sangat berat untuk ditentukan.

"Kamu pasti bisa! Mbak yakin. Bangkitlah dan jangan bersedih."

Meli mendongak, "Bagaimana nasib janin yang ada di dalam perutku," jawab Meli semakin terisak.

Bersambung ....

Next?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Mantap mbak ayu sadarkan adekmu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status