Share

Pelajaran Untuk Mawar

Suasana pagi di meja makan hening. Asti hanya sibuk merapikan makan untuk dirinya sendiri. Tidak seperti biasanya, wanita itu sangat antusias melayani makan sang suami.

"As, kok Aa Bayu, nggak di ambilin nasi?" tanya Bayu.

"Eh, Mawar, itu suami kamu kenapa nggak di ambilin nasi?" Asti sengaja menyuruh Mawar untuk melayani Bayu karena masih marah pada sang suami.

"Ti, kok, Aa, nggak diambilin makan?" tanya Bayu.

"Sekarang tugas istri baru Aa." Asti berkata tegas.

Mawar terhenyak, nasi yang hendak dia telan, mendadak tercekat di tenggorokan. Wanita yang baru saja menjadi madu itu menatap Asti tidak berkedip. Seolah tidak percaya dengan apa yang dia dengar, Mawar mencoba menegaskan pada Asti. 

"Maksud Teteh, Mawar yang ambilin makan Aa Bayu?" tanya Mawar.

"Ya, iyalah. Itu tugas istri yang pertama, kamu pikir cuma melayani di ranjang doang," ucap Asti dengan tampang judes.

Suasana meja makan menjadi tegang. Kedua orang tua Bayu menatap heran kedua menantunya. Kini, Bayu bangkit dari meja makan. 

"Bay, mau kemana?" tanya sang ayah.

"Punya dua istri sama kaya nggak punya istri. Makan aja nggak ada yang ngambilin, sampai lapar dan kenyang lagi liat mereka debat," celoteh Bayu.

Kedua orang tua Bayu saling pandang melihat dua istri anaknya. Tidak menyangka jika Asti yang diam malah melancarkan aksi setelah pernikahan berlangsung.

"Ti, kamu sebagai yang tua harus mengajari Mawar." Ibu mertua kini bersuara.

"Iya, Mih. Ini Asti lagi ngajarin Mawar, tapi dia sepertinya bodoh," jawab Asti sekenanya.

"Nggak atuh, teh. Mawar cuma bingung harus menjadi istri yang baik bagaimana, secara Mawar, kan, masih muda. Nggak seperti teteh yang udah lapuk," ujar Mawar.

Asti semakin geram dengan ucapan mawar. Dia berjanji akan membuat madunya sengsara. Senyum tipis menghiasi bibir tipis Asti.

---Galuh Arum---

Bayu memainkan game dalam ponsel. Dia masih kesal dengan dua istrinya. Belum lagi malam pertama yang memuakkan. Berharap dapat gadis, malah gadis rasa janda. Meskipun Mawar mengelak sudah tidak perawan, semua terbukti dengan selaput darah yang tak terlihat di seprei semalam.

Tidak mungkin dia bercerita pada Asti. Bisa-bisa istri pertamanya mentertawakannya, dan berteriak lantang jika Bayu kena batunya. 

Bayu mencoba tenang menghadapi masalah semalam. Namun, ada saja masalah baru. Asti yang biasanya sudah menyiapkan semua keperluan milik Bayu, kini santai tanpa beban. 

Pria itu memilih bungkam. Percuma saja jika meluapkan emosi pun mereka akan tahu sebenarnya. Terlebih Asti, istri pertamanya itu pasti paling depan tertawa untuknya.

"Aa, ini Mawar ambilkan makan. Maaf, kalau Mawar belum bisa melayani Aa," ucap Mawar. 

"Hmm ... taro aja di meja. Aa masih sibuk." 

Mawar menaruh piring berisi nasi dan lauk pauk. Setelah itu, Mawar duduk di samping Bayu. Sesekali wanita itu melirik ke arah Asti yang terus memperhatikan mereka.

"Aa, kalau sibuk, Mawar suapi mau?" tanyanya dengan nada manja.

Bayu berpikir lebih baik dia disuapi Mawar. Sesekali dia membuat Asti cemburu. Dia tahu jika istri pertamanya tengah memperhatikan mereka. 

"Boleh."

Jawaban Bayu membuat Asti mengetakkan kaki. Pria itu merasa senang melihat istri pertamanya cemburu. Tidak peduli saat di lihat mereka. Terpenting, tentang keperawanan Mawar tidak ada yang tahu.

Mawar senang saat Bayu mau dia suapi. Sekarang Mawar sibuk membuat Bayu senang. Setelah tadi malam mendapat penolakan, Wanita itu kembali merayu sang suami.

Berpura-pura baik di depan Bayu, bukan perkara sulit. Menurutnya menghadapi Astilah yang sangat sulit.

"Aa, kalau udah makannya, kita ke kamar, yuk," ajak Mawar.

Mendengar ucapan Mawar, Asti yang sedari tadi memperhatikan, juga menguping langsung menghampiri mereka.

"Masih siang kali, nggak gerah apa di kamar ngelekep berdua. Emang kurang semalam, Aa?" Pertanyaan Asti membuat Bayu gelagapan dan bingung.

"Sirik aja, sih. Iya, kuranglah," jawab Mawar memanasi.

Asti semakin panas dengan ulah Mawar. Apalagi madunya semakin manja pada Bayu. Geram melihatnya, tapi dia masih kesal dengan Bayu. Sengaja dia tinggalkan mereka berdua. 

Merasa menang, senyum pun tak lepas dari bibir Bayu. Asti cemburu, tapi dia gengsi untuk mengungkapkannya.

Mawar masih saya menyuapinya. Namun, Bayu mulak risih dengan istri keduanya. Bayangan kekesalan semalam membuat pria itu menolak suapan Mawar.

"Sudah, pergi sana."

"Kok Aa ngusir Mawar?" tanya Mawar heran.

"Sudah kenyang, sana ke dapur. Cuci piring atau ngapain, kek," ujar Bayu.

"Nyuci piring, ih, geli, Aa. Mawar nggak pernah nyuci piring."

Bayu mencebik kesal, risih dengan Mawar. Dirinya beranjak dari kursi, lalu melangkah ke luar. Pikirannya kalut, dia benci dibohongi. Bagaimana bisa memiliki keturunan dari wanita pembohong.

Pria itu terduduk di teras. Dia kembali mengingat saat sang ayah meminta keturunan. Namun, belum juga terwujud.

"Menikah lagi saja," ujar sang ayah.

"Aku nggak mengkhianati Asti, Pa." Bayu memikirkan perasaan Asti saat tahu permintaan keluarganya.

"Nanti Mami kamu yang izin. Pasti Asti mau menerima madunya nanti. Papa sudah punya calon, pasti kamu suka."

Lamunanya terhenti saat Ayumi sang adik menepuk pundak kakanya. Gadis itu tersenyum, lalu meminta uang.

"Uang terus, nggak ada."

"Pelit banget, sih, Aa."

"Pergi sana. Aa lagi sumpek."

"Punya istri dua mumet, ya, makanya jangan serakah, Aa."

"Anak kecil tahu apa, sih. Sana pergi."

Ayumi pergi setelah Bayu mengusirnya. Gadis itu kembali menghampiri kakak iparnya di dapur.  Lalu, membisikkan sesuatu hingga membuat Asti tersenyum lagi.

---Galuh Arum---

Ayumi tertawa puas melihat Asti mempermainkan Mawar. Ide menyuruh Mawar mencuci piring timbul setelah dia menguping pembicaraan sang kakak.

"Kata kamu minta ajarin jadi istri yang baik. Nah, pelajaran pertama itu mencuci piring. Masa nanti suami kamu yang nyuci piring," cecar Asti.

"Ih, kan, ada Teteh," ujar Mawar. Tangannya penuh dengan sabun.

"Enak aja, emang Teteh pembantu. Udah cepet kerjain, masa cuci piring nggak bisa. Aduh, malu-maluin."

Terpaksa Mawar harus mengotori tangannya dengan kotoran bekas makan. Sabun yang dia pakai terlalu banyak hingga membuat tangannya licin.

Prang!

Satu piring jatuh dan pecah. Mawar terkesiap, lalu dia bangkit dari duduknya. 

Mendengar suara gaduh di dapur, ibu mertua Asti gegas melihatnya. Wanita tua itu menggeleng melihat dapurnya berantakan.

"Ada apa ini?" tanyanya.

"Mawar maksa mau cuci piring, Mi. Padahal Asti sudah melarang. Eh, dia kekeh. Akhirnya malah bikin berantakan. Sampai piring pecah juga," ucap Asti sengit.

Mawar terbelalak kaget, karena tidak sesuai dengan kenyataan. 

"Bukan Mawar, Mi. Teh Asti yang nyuruh," ucapnya.

"Sudah, bereskan semua. Mami pusing. Kamu juga Asti, jangan berat-berat kasih kerjaan buat Mawar," ucap ibu mertua.

"Tenang, Mi. Yang berat itu mengikhlaskan suami kita nikah lagi. Bukan pekerjaan," balasnya dengan wajah sengit.

Ibu mertuanya gelagapan, tak banyak bicara, dia pun beranjak dari dapur. Merasa tidak enak dengan ucapkan Asti.

---Galuh Arum---

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ruqi Ruqiyah
hehehe kaya seru nich lanjuutt thor.....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status