Satu Minggu berlalu setelah aku mengetahui hubungan Mas Alan dan Nuri. Setelah hari itu, Mas Alan sudah jarang ke rumah ibu, dia bahkan selalu pulang tepat waktu dan sikapnya terhadapku sudah kembali seperti dulu lagi.
"Mas, kita sudah menikah selama dua tahun," ucapku di sela makan siang.
"Terus?" tanya Mas Alan.
"Aku mau punya anak, bagaimana kalau besok kita ke dokter untuk melakukan program hamil," jawabku.
Aku sengaja mengajak Mas Alan ke dokter untuk program hamil. Karena aku ingin mengetahui hasil pemeriksaan dirinya. Tiga hari yang lalu aku memeriksakan diri ke dokter dan dokter mengatakan kalau aku baik-baik saja, tidak yang bermasalah dengan organ reproduksi ku dan dokter juga mengatakan jika kemungkinan besar masalahnya ada pada Mas Alan sehingga kami belum memiliki anak.
Tidak menuntut kemungkinan alasan ibu merestui Mas Alan menikah secara sembunyi-sembunyi dengan Nuri karena aku yang tidak kunjung hamil. Jadi, kalau aku tahu hasil pemeriksaan kesuburan Mas Alan itu bisa jadi suatu keuntungan bagiku untuk membalas mereka.
"Kenapa harus besok sih, Rin? Lain kali saja yah," tolak Mas Alan.
"Mas, aku sudah buat janji dengan dokter Fatimah besok jam dua siang," ucapku menatapnya.
"Airin, kamu tahu kan kalau aku sibuk dan besok ada meeting dengan klien jam dua siang," ucap Mas Alan menatapku.
"Ya udah gimana kalau nanti sore saja jam empat kita ke klinik dokter Fatimah," ucapku tidak mau kalah.
"Kamu gimana sih, Rin, katanya sudah buat janji besok jam dua siang," ucap Mas Alan gusar.
"Aku bisa atur ulang jadwal dengan dokter Fatimah lagian dia sahabat Mama jadi gampang," ucapku tetap bersikeras ingin ke dokter.
"Ya sudah terserah kamu saja," ucap Mas Alan menyerah.
Aku segera menelpon dokter Fatimah untuk mengubah jadwal periksa. Sore ini jam empat aku akan ke klinik nya bersama dengan Mas Alan. Tentu saja aku sudah mengatur sedemikian rupa agar nanti Mas Alan tidak tahu hasil pemeriksaan kesuburan dirinya yang sebenarnya.
"Ya udah, Mas aku pulang duluan yah, nanti sore jangan lupa jemput aku di rumah, kita ke klinik dokter Fatimah," ucapku kemudian meninggalkan restoran tempat kami makan siang.
Aku melajukan mobil menuju sebuah mall, aku ingin memanjakan diri ini dengan sedikit belanja.
Tidak butuh waktu lama untuk sampai di mall, setelah memarkir mobil aku berjalan masuk ke dalam mall sambil melihat-lihat pakaian tas dan sepatu yang di jual.
Namun baru beberapa langkah, berjalan aku melihat dua orang yang sangat aku kenal juga berada di mall ini dan mereka terlihat sedang memilah baju di sebuah toko baju dengan merek branded.
Aku berjalan mendekati mereka.
"Ibu, Nuri," sapaku seramah mungkin.
Kedua orang itu menoleh dan nampak sekali raut wajah mereka terkejut melihatku.
"Kalian di sini juga? Belanja apa, Bu?" tanyaku pura-pura tidak menyadari keterkejutan mereka.
"Oh iya, Nuri, kata Mas Alan kamu di sini kerja, kalau boleh tahu kamu kerja apa? Kok jam segini berkeliaran di mall padahal masih jam kerja?" tanyaku lagi.
Terlihat Nuri tampak gelagapan mendengar pertanyaanku.
"Tadi saya izin tidak masuk kerja, Mba," jawabnya asal.
"Wah, kamu hebat yah bisa izin tidak masuk kerja untuk jalan-jalan ke mall," ucapku melipat kedua tangan di depan dada.
"Bukan gitu, Airin, tadi pagi Nuri tidak enak badan jadinya dia izin tidak masuk kerja," ucap ibu meluruskan ucapan menanti rahasianya itu.
"Oh gitu, tidak enak badan kok ke mall, kalau tidak enak badan yah ke periksa ke dokter atuh, bukan malah jalan ke mall," ucapku sengaja menyindir.
"Iya, Mba," jawab Nuri kikuk.
"Nuri sudah baikan kok, Rin, setelah minum obat. Karena ibu suntuk di rumah jadinya ibu ajak dia ke mall,"
Lagi-lagi ibu terdengar seperti membela menantu rahasianya itu.
"Oh gitu, ngomong-ngomong duit darimana nih bisa bisa belanja barang branded gini? Kamu emang kerja apa di Jakarta?" tanyaku lagi sambil melihat paperbag berlogo sebuah brand yang terkenal.
"Airin, kamu tidak sopan banget sih tanya-tanya begitu ke Nuri," bentak ibu yang membuat beberapa pengunjung menoleh ke arah kami.
"Airin tidak bermaksud seperti itu, Bu," ucapku membela diri.
"Terus maksud, Mba, apa? Bertanya seperti itu ke saya?" Tanya Nuri, terlihat dari sorot matanya dia tersinggung dengan pertanyaanku.
"Saya hanya mau tahu kamu kerja apa? Karena setahu saya barang yang kamu beli itu harganya lumayan mahal. Gini yah kalau misalnya kamu kerja dengan gaji sesuai UMR, butuh waktu sekitar sebelas bulan menabung untuk bisa membeli barang ini. Sementara kata Mas Alan kamu baru enam bulan di sini," ucapku memandang nya dan menyunggingkan senyum sinis. A
ku yakin dia pasti tidak tahu mau menjawab apa, Hm kena kamu Nuri.
"Airin, cukup!" bentak ibu mertua karena aku terus mencecar Nuri dengan pertanyaan yang tentunya tidak bisa ia jawab."Loh memangnya kenapa sih, Bu? Aku hanya ingin tahu Nuri ini kerja apa? Ingat dia tinggal di rumah ibu Lo. Kalau misalnya dia kerja yang tidak benar kan ibu juga nanti yang kena masalah, kena malu," jawabku santai.Terlihat wajah ibu merah padam menahan marah mendengarku mengucapkan kalimat kerja yang tidak benar."Sudah, Nuri, ayo kita pulang. Kamu tidak usah dengar apa kata Airin," ucap ibu kemudian menyimpan baju yang tadi di pegang nya kemudian menarik tangan Nuri pergi dari sana.Aku tersenyum sinis melihat mereka pergi. Aku yakin ibu dan Nuri pasti sangat tersinggung dengan ucapanku tadi. Rasakan kalian, ini baru permulaan. Tunggulah kejutan-kejutan dariku selanjutnya yang akan membuat kalian jantungan.Aku membeli beberapa potong baju, tas dan sepatu. Setelah itu aku bergegas meninggalkan mall. Aku melajukan mobil kembali ke rumah, masih ada waktu sekitar satu s
Jam setengah sembilan malam, Mas Alan bersiap untuk mengantar ibu dan Nuri pulang namun aku mencegahnya."Biar supir yang antar ibu dan Nuri pulang, Mas," ucapku menghentikan langkahnya."Loh kok gitu sih, Rin," ucap ibu tidak terima."Ini kan sudah aga malam, Mas Alan pasti capek. Dia juga harus istirahat kan," jawabku."Tapi kan dia bisa istirahat di rumah ibu," jawab ibu tidak mau kalah."Udah deh, tuh di luar Pak Mail sudah siapin mobil," ucapku mengarahkan pandangan keluar."Tidak apa-apa, Rin, biar aku anterin ibu sama Nuri pulang," ucap Mas Alan."Ya udah kalau gitu aku ikut," ucapku."Ngapain sih kamu pakai ikut segala," ucap Mas Alan kesal.Aku juga mulai terpancing emosi mendengar ucapan Mas Alan."Memangnya kenapa kalau aku ikut?" tanyaku tidak mau kalah."Kamu di rumah saja lah," ucap Mas Alan."Biarin aja sih ibu sama Nuri diantar pulang sama supir," ucapku lagi."Ibu tidak mau diantar sama supir," ucap ibu ngotot."Oh ya udah kalau gitu nginap aja di sini, Bu, kamar tamu
Keesokan harinya saat sedang sarapan Airin minta izin untuk menginap di rumah orang tuanya di Semarang."Mas, hari ini aku mau ke Semarang. Mau nginap beberapa hari di rumah papa," ucap Airin."Ada apa emang di Semarang?" tanya Alan."Yah, aku kangen aja sama mama dan papa," jawab Airin sekenanya."Kamu tidak mau ikut, Mas? Sudah lama loh kita tidak kesana," tanya Airin."Lain kali saja deh, aku sibuk. Di kantor banyak kerjaan," jawab Handi kemudian meneguk segelas air."Ya udah aku berangkat yah," ucap Handi kemudian berdiri dan mengambil tas kerjanya."Hati-hati yah, Mas," ucap Airin.Alan melajukan mobilnya menuju rumah sang ibu, dia merasa sangat senang karena hari ini hingga beberapa hari kedepan Airin akan ke Semarang jadi ia akan bebas bersama Nuri.Tidak lama kemudian ia sampai di rumah sang ibu. Ia langsung masuk ke dalam rumah dan mendapati Nuri sedang duduk memainkan ponselnya di ruang tamu."Pagi, sayang," sapa Alan.Namun, Nuri hanya menoleh sekilas kemudian ia kembali fo
Nuri begitu senang karena akhirnya ia bisa ke Bali berdua dengan Alan, laki-laki yang sangat ia cintai itu sampai-sampai ia rela jadi istri kedua.Bu Sarti membantu Nuri menyiapkan pakaian ke dalam koper juga perlengkapan lainnya."Makasih yah, Bu, sudah bantuin aku," ucap Nuri pada ibu mertuanya itu."Iya sayang, kayak sama siapa aja pakai bilang makasih segala, yang penting pulang dari Bali kamu harus bawain ibu oleh-oleh calon cucu," ucap Bu Sarti tersenyum."Pokoknya ibu tenang aja," jawab Nuri."Kamu masih rutin kan minum jamu penyubur kandungan itu?" tanya Bu Sarti."Iya, Bu, aku selalu minum kok," jawab Nuri berbohong.Selama ini ia tidak pernah minum jamu yang diberikan mertuanya itu, ia menumpahkan isinya dan menggantinya dengan minuman yang hampir mirip warnanya dengan jamu itu."Bagus deh kalau gitu," jawab Bu Sarti.'Bawel banget deh nih ibu-ibu tua, untung aja aku cinta mati sama anaknya,' batin Nuri memutar bola matanya dengan malas."Ya udah kalau gitu ibu tinggal dulu
Airin sudah sampai di Malang, hari ini ia akan menginap di salah satu villa milik orang tuanya di sana. Lalu besok pagi-pagi sekali dia akan ke desa tempat orang tua Nuri berada.Ia akan menanyakan perihal pernikahan Nuri dengan suaminya.Sebuah mobil menjemput mereka di bandara lalu membawanya ke villa. Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke villa itu."Fey, malam ini kita nginap di sini dulu yah, soalnya kalau langsung ke tempat tujuan takut nya kita kemalaman di jalan," ucap Airin menarik kopernya masuk ke dalam villa."Aku sih ngikut aja, Rin," jawab Fey."Oh iya, kok kamu pergi liburan malah ngajak aku bukannya sama suami?" tanya Fey kemudian."Mas Alan sibuk Fey, di kantor banyak kerjaan," jawab Airin duduk di sofa."Oh gitu," ucap Fey ber-oh ria."Udah ah, aku mau ke kamar mau tidur sebentar," ucap Airin kemudian masuk ke dalam salah satu kamar.Di dalam kamar, Airin langsung merebahkan dirinya di atas ranjang."Mas Alan Mas Alan, tegannya kamu mengkhianati kepercayaan ku dan p
Sebelum berangkat Airin menelpon Santi, kepala keuangan di perusahaan sang ayah, tempat Alan bekerja."Halo, Bu Airin, ada apa menelpon sepagi ini? Maaf saya masih di rumah," ucap Santi begitu menjawab telpon Airin."Tidak apa-apa, Santi, saya hanya ingin minta tolong sama kamu," jawab Airin."Apa yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Santi."Semua gaji Mas Alan mulai bulan ini transfer ke rekening saya," jawab Airin."Tapi, Bu," ucap Santi Ragu."Kenapa?" tanya Airin."Kalau Pak Alan marah bagaimana?" tanya Santi."Kamu tenang saja, itu jadi urusan saya," ucap Airin."Baik, Bu, saya akan melakukan sesuai permintaan Bu Airin," jawab Santi."Bagus, satu lagi. Bekukan kartu kreditnya juga," ucap Airin."Baik, Bu, akan saya urus hari ini," jawab Santi."Bagus, saya akan memberi kamu bonus bulan ini," ucap Airin kemudian mematikan sambungan telpon."Kita lihat Mas, bisa apa kamu tanpa uang dariku dan Papa. Apa Nuri akan mengeluarkan uangnya untuk kamu," ucap Airin sinis.Airin segera merapikan
Ini pertama kalinya Airin bertemu langsung dengan keluarga Pak Satrio. Selama ini ia tahu tentang Pak Satrio dan istrinya hanya dari cerita dan foto yang diperlihatkan oleh ayahnya. Tentang kebun jeruk dan peternakan sapi yang dimiliki oleh Pak Satrio, Airin juga mengetahuinya dari cerita sang ayah. Selama ini Airin memang menetap di luar negeri, ia baru menetap di Indonesia setelah pernikahannya dengan Alan dua tahun yang lalu.Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa Pak Satrio tidak mengetahui jika Alan adalah suami Airin. Semua itu karena Pak Satrio tidak sempat hadir di pernikahan Airin, waktu itu istrinya sedang sakit jadi mereka tidak sempat ke Jakarta.***"Eh, Tante tanya apa tadi?" tanya Airin pura-pura tidak mendengar ucapan Bu Novi."Kamu sudah menikah belum?" Bu Novi mengulang pertanyaanya."Saya sudah menikah, Tante," jawab Airin dengan raut wajah sedih yang dibuat-buat."Yah, padahal Tante berencana menjodohkan kamu dengan Niko, anak Tante," ucap Bu Novi."Tapi pernikahan s
Keesokan harinya setelah sarapan Airin mengutarakan niatnya yang ingin membeli kebun jeruk Pak Satrio yang luasnya berhektar-hektar itu."Kenapa tiba-tiba kamu ingin membeli kebun jeruk saya?" tanya Pak Satrio menelisik."Jadi gini, Om, saya dan Papa mau membangun villa dan penginapan," jawab Airin."Saya dan Papa akan membelinya dengan harga tinggi kok, Om," ucap Airin lagi."Dan juga, Papa bekerja sama dengan perusahaan Jepang akan mengembangkan tempat wisata di desa ini," lanjut Airin.Pak Satrio tampak manut manut mendengar perkataan Airin. Laki-laki itu tampak mulai tertarik dengan tawaran Airin."Saya pikirkan dulu yah, Nak Airin," ucap Pak Satrio."Om pikir pikir aja dulu," jawab Airin."Ya udah, Om, kalau begitu saya permisi ke kamar dulu," ucap Airin kemudian meninggalkan Pak Satrio sendirian di taman belakang."Darimana, Rin?" tanya Fey begitu Airin masuk kamar."Taman belakang," jawab Airin kemudian menghempaskan tubuhnya di atas sofa."Jelasin sama aku, maksud perkataan ka