Sarita menuriti langkah putranya meninggalkan wanita bersama putrinya yang cantik itu. Tanpa Sarita tahu, Sagara telah melihat dan mendengar semua kalimat perempuan itu. Dahinya mengernyit, seakan dia pernah melihat wajah perempuan tersebut.
"Paman!" teriak Alifian saat dilihatnya Sagara berdiri dengan bersedekap dan bersandar pada badan mobil.Alifian pun berjalan cepat cenderung berlari menuju ke Sagara, dia segera memeluk kaki panjang pria tersebut. Sagara membungkuk dan meraih tubuh mungil ponakannya itu."Hai jagoan om, apa kabar?" tanya Sagara sambil berjalan menujubke sisi mobil yang lain untuk membukakan pintu Sarita."Silakan masuk, Mama!" kata Alifian."Hehe, terima kasih, Sayang!" balas Sarita. Kemudian Sagara membukakan pintu lainnya untuk Alifian."Masuk dan duduk yang baik!""Siap, Paman!"Sagara tersenyum, lalu berjalan memutar menuju ke kursi kemudi. Ekor matanya sempat melihat wajah kaget wanita yang menghina Sarita tadi. Senyum tipis bahkan hampir tidak terlihat tercetak di bibir Sagara. Wanita itu bergidik melihat wajah sang penguasa itu."Mampus aku jika pria itu lelaki Sarita," gumam wanita itu.Mobil yang dikendarai Sagara meluncur membelah jalanan. Dalam mobil Alifian berceloteh ala anak kecil pada umumnya. Bahkan dia tidak lupa menceritakan sosok teman barunya yang bernama Amara, gadis cantik yang pulang bersamanya."Amara cantik ya, Ma. Dia gadis kecil yang kembut seperti Mama, Lho!" puji Alifian."Hai, anak kecil kok omongnya seperti itu. Memang cantik mana dengan mama?" tanya Sagara."Lalu wanita muka badut itu tadi siapa?" lanjut Sagara.Alifian mengerutkan dahinya, dia mencoba mengingat sesuatu. Lalu senyumnya mengembang dan menatap pada Sagara."Menurut Amara itu tadi wanita calon istri ayahnya, Paman."Sagara manggut-manggut. Dia ingat sekarang akan sosok wanita itu. Rupanya ini yang dihindari oleh sahabatnya hingga menjauh ke luar negeri meninggalkan putrinya yang cantik."Jika Amara jadi adik kamu, apakah kamu mau, Alif?" tanya Sagara.Mendengar pertanyaan Sagara, bola mata Sarita seketika membulat tidak percaya. Apa maksud dari pertanyaan itu. Sagara tidak memedulikan wajah Sarita, dia masih fokus mengemudi.Akhirnya mobil sampai di butik tujuan Sarita, wanita itu pun segera turun tetapi tidak dengan Sagara dan Alifian. Keduanya ingin menghabiskan waktu bersama, hanya berdua khusus untuk kau pria."Kalian jangan pulang larut, sebelum malam harus segera pulang.""Tenang dua jam ke depan aku jemput kamu, dandan yang cantik. Pakai pakaian yang tadi dibawa oleh Aulia, Oke!" kata Sagara. "Ayo jagoan lets go!""Go!"Sarita hanya menggelengkan kepala melihat kedua laki-laki beda usia itu. Mereka selalu kompak dalam segala hal. Wanita itu bersyukur semua watak pria masa lalunya tidak menurun pada putranya. Alifian cenderung memiliki pola pikir mirip dengannya.Setelah mobil tidak terlihat, Sarita pun berjalan menuju ke butiknya yang ternyata sedang ramai pengunjung. Namun, tubuh Sarita tiba-tiba bergetar kala melihat dua punggung yang dia kenal dengan baik. Akan tetapi sosok wanita cantik di sisi sang pria yang menjadi pertanyaan."Nona, ada apa denganmu?" tanya Aulia yang segera menyambut kedatangan nonanya, tetapi saat mendekat tubuh Sarita bergetar hebat."Lebih baik Nona istirahat dulu di dalam!" kata Aulia, "Santi tolong buatkan Nona cokelat hangat!" perintah Aulia pada salah satu karyawan."Baik, Kak."Aulia pun membawa Sarita ke ruang kerjanya langsung, tetapi tatapan Sarita masih fokus pada tiga sosok diujung ruang ganti. Mereka sepertinya sedang fitting baju."Apa Nona kenal dengan mereka?" tanya Aulia saat mengikuti arah pandang Sarita."Tidak!" jawab Sarita, "Memangnya ada apa mereka sedikit ribut di sana, Lia?" lanjutnya."Mereka inginkan pakaian yang ada di etalase, tetapi pakaian itu sudah di pesan oleh Nona Almaera. Akhirnya oleh yang lain diberi model lainnya."Sarita sebenarnya ingin tahu untuk apa mereka memesan pakaian yang cukup mahal dan mendadak waktunya. Rasa penasaran itu kian muncul saat dilihatnya stok gaun malamnya hari ini ludes tanpa sisa."Apakah kamu tahu malam ini akan ada acara apa, Aulia?" tanya Sarita yang tidak paham akan situasi dalam butiknya yang dikunjungi beberapa orang penting.Aulia menatap penuh tanya pada nonanya itu, dia tidak mengerti akan ingatan sang nona. Lalu Aulia berjalan menuju ke kalender meja dan membuka tepat pada halaman yang ditandai oleh nonanya sendiri."Ini, Nona!""Laaahh, ternyata! Pantas, lalu mana pakaianku yang kemarin aku desain itu, Lia?" tanya Sarita."Yang kemarin ... Tidak boleh dipakai oleh Tuan muda, Nona. Beliau menitipkan ini saat berangkat nanti, satu jam lagi jemputan datang. Maka bersiaplah, Nona!"Sarita terhenyak kaget begitu melihat jam pada dinding. Seketika gegas dia mengambil paper bag yang disodorkan oleh Aulia dan membawanya ke kamar ganti yang ada di ruangan itu. Beberapa saat dia keluar sudah memakai gaun malam hasil pilihan Sagara. Matanya membulat kala melihat tampilannya yang sedikit terbuka dan glamour."Apa ini, bagitu terbuka. Sebenarnya itu acara apa sih, Aulia?" tanya Sarita."Seperti malam amal tahunan, Nona. Ini adalah kegiatan rutin tuan muda," jawab Aulia.Sarita pun segera merias wajahnya seminimal mungkin, dia tidak mau terlihat murahan dengan make up tebal. Setelah selesai segera turun menuju ke lantai dasar. Namun, langkahnya terhenti kala tatapannya bersirobok dengan seorang wanita yang begitu dikenalnya."Kau ....""Sarita?"Sarita terbangun masih dalam pelukan Sagara, bahkan sinar mentari pagi sudah menyapa lembut kulitnya. Dia sedikit terkejut saat ujung kakinya tersentuh oleh buih air. "Dimana aku?""Sudah bangun? Lihatlah, sinar jingga menghiasi langit timur!"Sarita bangkit dari posisinya, dia berdiri menatap sinar jingga sambil merentangkan kedua lengannya. Dadanya terlihat naik perlahan menandakan sedang menghirup udara. Sagara ikut berdiri dan berjalan mengikis jarak, lalu dipeluknya tubuh Sarita dan berbisik, "Bagaimana dengan tawaranku semalam, Sayang?"Sagara meletakkan kepalanya pada ceruk lerer Sarita dan mulai menghidu aroma yang sudah membuatnya candu. Telapak tangan Sarita pun bergerak mengusap kepala Sagara. Wanita itu menyunggar surai rambut sang lelaki, kemudian menekannya lembut. Sarita merasa nyaman dengan setiap sentuhan Sagara, tetapi sisi hatinya yang lain masih enggan untuk menyambut cinta yang ditawarkan. "Akankah kau selalu ada untukku?" tanya Sarita lembut. Tidak ada jawaba
Di antaranya bukti keterlibatan Madam Anne atas kematian Alinsky Waluyo. Meskipun dari hasil pemeriksaan, Alinsky dinyatakan meninggal karena kecelakaan tunggal.Akan tetapi, pada fakta yang ditemukan, Alinsky meninggal karena luka parah yang dideritanya setelah kecelakaan yang dialaminya, dan yang lebih mengejutkan ternyata kecelakaan tersebut dipicu karena rem blong sebab tali rem mobil Alinsky telah dipotong. Tidak hanya itu saha, Madam Anne bahkan memerintahkan seseorang untuk membuat sebuah rekaman palsu yang menceritakan bahwa Alinsky pergi dari rumah Pradipta dengan seorang pria. Kemudian dengan segala tipu daya dan rayuan, Madam Anne pun mendekati Pradipta yang tengah terluka dan kehilangan Alinsky serta calon anak yang masih berada di kandungan Alinsky untuk selamanya. Pradipta yang merasa kecewa dengan sikap Alinsky pun perlahan mulai termakan omongan Madam Anne muda dan bersedia menikahi Madam Anne beberapa bulan setelah kepergian Alinsky yang tanpa kabar tersebut.Yang
Sarita terdiam, wanita itu menatap pada Sagara begitu juga sebaliknya. Hanya Alifian yang terlihat asyik sendiri tanpa beban. Kemudian dia beranjak meninggalkan kedua orang dewasa menuju ke teras rumah. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang guna memastikan apakah keduanya sudah berjalan. Namun, hingga kaki kecil sampai di ambang pintu kedua orang dewasa belum juga terlihat membuat Alifian berteriak memanggil bundanya. "Sebaiknya kita antar dulu putra kamu itu, Sari. Setelahnya baru ke butik bahas lebih lanjut," kata Sagara sambil meraih jemari Sarita dan menautkan pada jemarinya. Sarita terdiam mengikuti semua pergerakan Sagara wanita itu sama sekali tidak menolak ataupun menghindar. Hingga sampai di depan Alifian pun tautan jemari mereka tidak terlepas. "Masuklah bersama Alif di belakang, Sari!"Sarita segera masuk menyusul putranya dan duduk di samping Alifian. Pria kecil menatap bundanya sekilas lalu berpaling ke samping melihat jalanan yang mulai padat. Mobil berjalan perlaha
Tangan kanan Sagara mengepal erat, sebuah bogem mentah sudah hendak dihadiahkannya untuk Bagaskara. Namun, diurungkan karena ada jemari lentik yang menghentikan niatan tersebut. Sagara memalingkan wajah ke samping. Tampak pemilik jari tersebut menggelengkan kepala sambil menyuguhkan senyum lembut yang mampu melelehkan hatinya. Emosi Sagara seketika menguap begitu saja, sementara Bagaskara semakin merasa geram karena mantan istri malah memberikan senyum terbaik pada laki-laki selain dirinya. Gelap mata! Itu yang dirasakan Bagaskara saat ini. Penuh emosi, Bagas menarik bahu pria yang lima tahun lebih tua tersebut. Giginya gemeretuk, rahangnya mengencang, mata pun sudah memerah, dan detik berikutnya ... Bugh! Bagas meninju rahang Sagara yang langsung terhuyung. Sungguh beruntung, pengendalian keseimbangan pria itu cukup baik sehingga dia tidak sampai terjatuh hanya sedikit oleng saja. Sagara ingin membalas Bagas, tetapi Sarita dengan cepat menarik tangan Sagara. Sambil memberikan s
Aknat dan Bagas refleks saling bertukar pandang saat mendengar pertanyaan hakim ketua. Apa maksud hakim ketua dengan mempermainkan? Kenapa lelaki jelang senja itu bisa berkata demikian? Jangan-jangan .... Didorong oleh rasa penasaran, Aknat pun bermaksud kembali maju untuk memeriksa ulang apakah ada kesalahan yang tidak disengajanya saat menyerahkan bukti ketidakberesan Sarita sebagai ibu. Akan tetapi, baru saja mengangkat tubuhnya dari kursi, ketua majelis hakim yang terhormat sudah mengangkat tangan -- melarangnya untuk maju. Akhirnya, dengan penuh kebingungan, Aknat menuruti perintah ketua majelis sidang. Sambil bertanya-tanya, Aknat menatap hakim ketua dan Bagaskara bergantian. Pemuda itu bahkan hanya bisa mengedikkan bahu ketika Bagaskara menanyakan hal tersebut padanya. Ketua majelis hakim yang terhormat masih menatap Aknat dan Bagaskara dengan tatapan tajam penuh kemarahan. Pria yang sudah berprofesi menjadi hakim selama dua puluh tahun tersebut merasa terhina. "Apa maksud
Keesokkan paginya tidak jauh dari sebuah rumah mewah bercat putih, tampak sebuah city car berwarna hitam. Pengemudi city car tersebut tampak serius mengamati rumah mewah yang dijaga ketat oleh seorang petugas keamanan. "Aku harus bisa masuk ke rumah itu untuk mencari berkas-berkas penting yang mereka sebutkan kemarin. Hanya saja bagaimana ya caranya?"Pemuda tersebut memutar otaknya -- mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam rumah mewah dan menjalankan misinya tanpa ketahuan oleh penghuni rumah. Dia pun memeriksa seluruh penjuru mobilnya. Elfrada mengobrak-abrik seluruh isi dashboard mobil dan menemukan dua buah benda yang diyakini bisa membantu meloloskan niatnya masuk ke dalam rumah target. Dengan keyakinan penuh, lelaki tersebut mempersiapkan diri. Setelah semua siap, dia kembali mengawasi rumah mewah yang hanya selisih dua rumah dari tempatnya. Beberapa menit kemudian, tampaklah sebuah mobil mewah dan elegan berwarna silver metalik keluar dari halaman rumah tersebut. Dengan