Home / Romansa / Kubawa Benihmu, Mas! / 6. Sagara Waluyo

Share

6. Sagara Waluyo

Author: Shaveera
last update Last Updated: 2023-11-09 10:22:30

Sarita keluar dari mansion aneh milik Madam Anne, kakinya berjalan tanpa arah. Dua hari dua malam wanita muda itu terus menyusuri trotoar tanpa tujuan. Hingga di hari ketiga perutnya berbunyi cukup nyaring.

"Akhirnya rasa lapar itu datang juga!" gumam Sarita.

Pandangannya menyapu alam sekitar, rupanya kaki jenjang itu sudah membawa raganya pada sebuah taman yang terdapat air mancur. Gegas Sarita berjalan menuju kolam berhias air mancur. Ditengadahkan kedua tapak tangannya pada kucuran air mancur, lalu direguknya dengan puas.

Setelah beberapa teguk, ditengadahkan lagi kedua tapak tangannya. Kali ini tidak untuk di teguk, melainkan untuk membasuh mukanya yang terasa tebal oleh debu dan asap kendaraan.

"Ough, segar. Rasanya aku ingin makan buah yang segar. Nah, di sana ada yang jual buah irisan." Sarita pun melangkah menuju ke penjual buah tersebut.

Dia membeli beberapa buah iris dari uang mahar nikahnya yang sejumlah lima ratus ribu. Berbekal uang itu, Sarita meninggalkan mansion. Setelah mendapat beberapa buah, wanita itu pun mencari bangku kosong. Senyumnya mengembang kala dilihatnya ada bangku yang kosong, kakinya bergerak menuju ke bangku tersebut. Namun, baru saja duduk nyaman ...

"Mbak, bisa berbagi buahnya? Adik saya sedang lapar," keluh seorang anak perempuan berusia sepuluh tahun sambil menggandeng bocah pria usia lima tahun.

Sarita tertegun dalam keterkejutan, sungguh miris hidupnya yang terusir dari rumah mertua dan suaminya sendiri. Ini lebih parah lagi, dua anak tanpa orang tua.

"Dimana rumah dan orang tua kalian?" tanya Sarita.

"Rumahku di kampung melawai, kedua orang tuaku sedang sakit, Mbak. Aku kerja juga belum dapat uang," papar bocah perempuan.

"Ini makanlah kamu dan adikmu, dan ada sedikit uang untuk kalian. Bawa ibumu berobat!" Sarita menyodorkan kantong buahnya pada anak tersebut setelah dia mengambil dua buah jeruk. Juga selembar uang kertas berwarna merah.

"Terima kasih, Mbak."

Sarita mengangguk, lalu kedua bocah itu tertawa riang dan mengayunkan kakinya dengan ringan. Sementara Sarita yang melihat sikap dua bocah tersebut seketika tersenyum. Segera dihabiskan dua buah jeruk itu, setelahnya dia melanjutkan perjalanan menuju ke kampus. Rencana Sarita, dia ingin mencari kamar kost untuk dia istirahat.

Saat berjalan dalam keramaian orang, tiba-tiba dirasanya seseorang berjalan menempel pada tubuhnya. Sarita menghindar, tetapi terlambat. Orang yang menempel itu telah mengambil dompetnya yang masih ada uang senilai empat ratus ribu. Dengan lantang Sarita berteriak.

"Copet!!"

Semua orang seketika menyeruak, tetapi bukan untuk menangkap copet tersebut. Mereka justru memberi jalan pada pelaku pencopetan. Sarita terdiam, berdiri mematung menatap kepergian copet. Napasnya menderu, hidungnya kembang kempis menahan emosi.

Semua harta dan kartu penting miliknya ada di dalam dompet. Bahkan ponsel jadulnya pun juga di sana. Wanita muda itu melangkah gontai tanpa arah. Jiwanya memdadak kosong.

"Aku harus kemana?" gumam Sarita.

Dia terus melangkah lurus tanpa tujuan yang pasti berharap akan bertemu dengan sahabatnya. Namun, bukan sahabat yang menemuinya melainkan hujan deras menguyur bumi. Rintik hujan yang jatuh dari langit terus membasahi tubuhnya, Sarita masih terus berjalan menyusuri trotoar sepi.

Hujan masih turun dengan derasnya, bahkan sekarang disertai petir dan guruh. Tubuh yang mengigil, gigi gemelutuk akibat dinginnya air membuat Sarita menghentikan langkahnya dan duduk di bawah pohon besar pinggir jalan.

"Jalan Batanghari, sedikit lagi aku sampai di rumah Sisilia," gumam Sarita.

Hujan masih deras menguyur Kota Lamere. Pandangan Sarita lambat laun mulai mengabur, hingga akhirnya wanita muda itu tumbang. Cukup lama tubuh basah Sarita bersandar pada batang pohon besar itu hingga hujan berhenti pun dia tidak ada tanda hendak bangun.

Satu jam, dua jam, jalanan sepi dan licin akibat air hujan. Namun, tubuh itu masih berada di posisi yang sama hingga sorot lampu mobil menerpa wajahnya. Seorang pemuda dengan jas hitam dan kaki panjangnga keluar dari mobil hitam.

"Kasian sekali kamu, Kak!" batinnya.

Kedua lengan yang kekar dan kuat meraih tubuh Sarita dan digendongnya masuk ke dalam mobil Roll Royce terbaru. Mobil berkelas dengan harga fantastis membawa tubuh lemah Sarita.

Tidak butuh waktu lama, mobil itupun memasuki sebuah jalan sepi. Sepertinya hanya jalan itu yang ada. Samping kiri dan kanan tidak ada rumah penduduk, bahkan dalam jarak dua ratus meter pun juga tidak terlihat. Rupannya jalan setapak itu hanya milik pemuda itu.

Mobil Hitam langsung parkir di depan pintu utama, ada seorang wanita paruh baya yang sederhana dan tampak bersih juga ramah.

"Ada apa ini Den Saga? Siapa perempuan cantik ini?" tanya wanita itu.

"Kemarin lusa, aku ada perintah buat siapkan kamar ya, Mbok. Sudah siapkah?"

"Sudah, Den. Bersih dan wangi, sesuai request Aden!"

"Bagus, tolong cuci semua pakaian yang ada di dalam tas punggung. Jangan lupa bawakan baju ganti yang aku simpan di paper bag meja ruang kerjaku!"

Pemuda yang tinggi tegap dan gagah ternyata bernama Sagara Waluyo, salah satu pewaris tunggal keluarga besar Waluyo dari putra kedua sang pembisnis handal. Sagara segera membawa tubuh Sarita masuk ke dalam kamar yang telah disiapkan oleh pria itu.

"Maafkan aku baru bisa menemukanmu, Kak. Setelah ini semua akan berubah!" batin Sagara.

"Ini pakaian bersih yang Aden pinta!" kata Simbok sambil menyodorkan paper bag cokelat.

"Terima kasih, sekarang keluarlah! Biar aku sendiri yang mengganti bajunya!"

Tanpa bersuara, simbok pun berjalan mundur lalu setelah beberapa langkah dia berbalik badan dan keluar dari kamar itu. Sagara menatap wajah Sarita, lalu sekilas terlihat kilatan cahaya di dada wanita tersebut. Tangan yang kekar menyibak sedikit baju atas Sarita agar kilatan itu tampak jelas. Kedua mata Sagara membulat sempurna.

"Ini, liontin khas keluarga Waluyo. Jadi semua sudah jelas buktinya!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rohati Iyoh
ceritanya bagus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kubawa Benihmu, Mas!   158. Akhir Sebuah Kisah

    Sarita terbangun masih dalam pelukan Sagara, bahkan sinar mentari pagi sudah menyapa lembut kulitnya. Dia sedikit terkejut saat ujung kakinya tersentuh oleh buih air. "Dimana aku?""Sudah bangun? Lihatlah, sinar jingga menghiasi langit timur!"Sarita bangkit dari posisinya, dia berdiri menatap sinar jingga sambil merentangkan kedua lengannya. Dadanya terlihat naik perlahan menandakan sedang menghirup udara. Sagara ikut berdiri dan berjalan mengikis jarak, lalu dipeluknya tubuh Sarita dan berbisik, "Bagaimana dengan tawaranku semalam, Sayang?"Sagara meletakkan kepalanya pada ceruk lerer Sarita dan mulai menghidu aroma yang sudah membuatnya candu. Telapak tangan Sarita pun bergerak mengusap kepala Sagara. Wanita itu menyunggar surai rambut sang lelaki, kemudian menekannya lembut. Sarita merasa nyaman dengan setiap sentuhan Sagara, tetapi sisi hatinya yang lain masih enggan untuk menyambut cinta yang ditawarkan. "Akankah kau selalu ada untukku?" tanya Sarita lembut. Tidak ada jawaba

  • Kubawa Benihmu, Mas!   157. Putusan Sidang

    Di antaranya bukti keterlibatan Madam Anne atas kematian Alinsky Waluyo. Meskipun dari hasil pemeriksaan, Alinsky dinyatakan meninggal karena kecelakaan tunggal.Akan tetapi, pada fakta yang ditemukan, Alinsky meninggal karena luka parah yang dideritanya setelah kecelakaan yang dialaminya, dan yang lebih mengejutkan ternyata kecelakaan tersebut dipicu karena rem blong sebab tali rem mobil Alinsky telah dipotong. Tidak hanya itu saha, Madam Anne bahkan memerintahkan seseorang untuk membuat sebuah rekaman palsu yang menceritakan bahwa Alinsky pergi dari rumah Pradipta dengan seorang pria. Kemudian dengan segala tipu daya dan rayuan, Madam Anne pun mendekati Pradipta yang tengah terluka dan kehilangan Alinsky serta calon anak yang masih berada di kandungan Alinsky untuk selamanya. Pradipta yang merasa kecewa dengan sikap Alinsky pun perlahan mulai termakan omongan Madam Anne muda dan bersedia menikahi Madam Anne beberapa bulan setelah kepergian Alinsky yang tanpa kabar tersebut.Yang

  • Kubawa Benihmu, Mas!   156. Fakta Baru

    Sarita terdiam, wanita itu menatap pada Sagara begitu juga sebaliknya. Hanya Alifian yang terlihat asyik sendiri tanpa beban. Kemudian dia beranjak meninggalkan kedua orang dewasa menuju ke teras rumah. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang guna memastikan apakah keduanya sudah berjalan. Namun, hingga kaki kecil sampai di ambang pintu kedua orang dewasa belum juga terlihat membuat Alifian berteriak memanggil bundanya. "Sebaiknya kita antar dulu putra kamu itu, Sari. Setelahnya baru ke butik bahas lebih lanjut," kata Sagara sambil meraih jemari Sarita dan menautkan pada jemarinya. Sarita terdiam mengikuti semua pergerakan Sagara wanita itu sama sekali tidak menolak ataupun menghindar. Hingga sampai di depan Alifian pun tautan jemari mereka tidak terlepas. "Masuklah bersama Alif di belakang, Sari!"Sarita segera masuk menyusul putranya dan duduk di samping Alifian. Pria kecil menatap bundanya sekilas lalu berpaling ke samping melihat jalanan yang mulai padat. Mobil berjalan perlaha

  • Kubawa Benihmu, Mas!   155. Kapan Menikah

    Tangan kanan Sagara mengepal erat, sebuah bogem mentah sudah hendak dihadiahkannya untuk Bagaskara. Namun, diurungkan karena ada jemari lentik yang menghentikan niatan tersebut. Sagara memalingkan wajah ke samping. Tampak pemilik jari tersebut menggelengkan kepala sambil menyuguhkan senyum lembut yang mampu melelehkan hatinya. Emosi Sagara seketika menguap begitu saja, sementara Bagaskara semakin merasa geram karena mantan istri malah memberikan senyum terbaik pada laki-laki selain dirinya. Gelap mata! Itu yang dirasakan Bagaskara saat ini. Penuh emosi, Bagas menarik bahu pria yang lima tahun lebih tua tersebut. Giginya gemeretuk, rahangnya mengencang, mata pun sudah memerah, dan detik berikutnya ... Bugh! Bagas meninju rahang Sagara yang langsung terhuyung. Sungguh beruntung, pengendalian keseimbangan pria itu cukup baik sehingga dia tidak sampai terjatuh hanya sedikit oleng saja. Sagara ingin membalas Bagas, tetapi Sarita dengan cepat menarik tangan Sagara. Sambil memberikan s

  • Kubawa Benihmu, Mas!   154. Suasana Memanas

    Aknat dan Bagas refleks saling bertukar pandang saat mendengar pertanyaan hakim ketua. Apa maksud hakim ketua dengan mempermainkan? Kenapa lelaki jelang senja itu bisa berkata demikian? Jangan-jangan .... Didorong oleh rasa penasaran, Aknat pun bermaksud kembali maju untuk memeriksa ulang apakah ada kesalahan yang tidak disengajanya saat menyerahkan bukti ketidakberesan Sarita sebagai ibu. Akan tetapi, baru saja mengangkat tubuhnya dari kursi, ketua majelis hakim yang terhormat sudah mengangkat tangan -- melarangnya untuk maju. Akhirnya, dengan penuh kebingungan, Aknat menuruti perintah ketua majelis sidang. Sambil bertanya-tanya, Aknat menatap hakim ketua dan Bagaskara bergantian. Pemuda itu bahkan hanya bisa mengedikkan bahu ketika Bagaskara menanyakan hal tersebut padanya. Ketua majelis hakim yang terhormat masih menatap Aknat dan Bagaskara dengan tatapan tajam penuh kemarahan. Pria yang sudah berprofesi menjadi hakim selama dua puluh tahun tersebut merasa terhina. "Apa maksud

  • Kubawa Benihmu, Mas!   153. Berkas

    Keesokkan paginya tidak jauh dari sebuah rumah mewah bercat putih, tampak sebuah city car berwarna hitam. Pengemudi city car tersebut tampak serius mengamati rumah mewah yang dijaga ketat oleh seorang petugas keamanan. "Aku harus bisa masuk ke rumah itu untuk mencari berkas-berkas penting yang mereka sebutkan kemarin. Hanya saja bagaimana ya caranya?"Pemuda tersebut memutar otaknya -- mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam rumah mewah dan menjalankan misinya tanpa ketahuan oleh penghuni rumah. Dia pun memeriksa seluruh penjuru mobilnya. Elfrada mengobrak-abrik seluruh isi dashboard mobil dan menemukan dua buah benda yang diyakini bisa membantu meloloskan niatnya masuk ke dalam rumah target. Dengan keyakinan penuh, lelaki tersebut mempersiapkan diri. Setelah semua siap, dia kembali mengawasi rumah mewah yang hanya selisih dua rumah dari tempatnya. Beberapa menit kemudian, tampaklah sebuah mobil mewah dan elegan berwarna silver metalik keluar dari halaman rumah tersebut. Dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status