Home / Rumah Tangga / Kubayar Lunas Tantangan Maduku / Berlindung di Balik Kata Halal

Share

Berlindung di Balik Kata Halal

Author: Wafa Farha
last update Last Updated: 2024-07-30 04:08:57

Namun, yang membuatku memicingkan mata, berpikir keras dan tak mengerti adalah pria itu tidak mengejarnya. Dia hanya memanggil. Apa itu cukup?

Apa itu artinya, mereka akan bercerai? Semudah ini kah keadaan berbalik?

“Huh!”

Mas Sultan yang berada tiga meter tak jauh dariku mengembus napas berat. Ke dua tangannya berkacak pinggang, seolah ada beban yang membuatnya ingin beristirahat karena lelah. Heh, tapi mana aku peduli! Hal paling melelahkan adalah menahan diri dan bersikap seolah semua sedang baik –baik saja di depan semua orang. Padahal, hatiku sedang remuk redam karena pengkhianatannya.

Lelah dan sakitmu sekarang, belum secuil kuku dari yang aku dan anak –anak kita rasakan.

“Puas kamu sekarang?” Suara berat itu menghenyak. Kontan pikiranku tentang Mas Sultan lenyap dan menoleh ke arahnya.

Sepertinya aku tidak akan pernah bisa melupakan rasa sakit ini, dan entah bagaimana nanti menjalani kehidupan rumah tangga dengan adik madu di antara kami. Karena aku yakin, pasti Lala tidak semudah itu menyerah. Hubungannya dengan Mas Sultan sedang panas –panasnya. Belum lagi nanti saat lelaki pengkhianat itu mati –matian mempertahankan Lala.

“Apa?!” tanyaku yang merasa Mas Sultan telah salah bicara.

Bukan tentang aku puas atau tidak, karena tanpa ditanya pun semua orang yang melihat adegan tadi akan tahu apa yang kurasakan sekarang. Aku sangat puas, wanita yang sudah merebut suamiku berlari meninggalkannya sambil menangis. Aku puas karena akhirnya Lala juga merasakan sakit atas hubungan yang dibangunya di atas penderitaanku dan anak-anak.

Hanya saja, apakah tepat pertanyaan itu ditujukan ke padaku? Seolah –olah yang dilakukannya dan Lala adalah sesuatu yang benar dan tak boleh diusik. Enak saja! Merekalah yang mengusikku duluan. Apa aku salah jika merespon dengan cara yang benar. Tidak mengalah seperti banyaknya perempuan yang telah diam –diam ditinggal suami menikah lagi?

“Kamu pasti senang sudah membuatnya menangis,” kesal Mas Sultan.

Aku mengangguk. Tidak memungkiri. “Walau aku hanya mengatakan padamu keputusan akhir tentang ajakan rujuk. Toh, akhirnya dia harus tahu, kan? Aku hanya berusaha untuk mengajarinya juga agar tidak main belakang.”

Mas Sultan tersenyum sinis. Jelas sekali raut tak terima dari wajahnya.

"Harusnya aku yang bertanya itu, Mas. Sudah puas kan bisa bertahan dengan selingkuhanmu? Kalian bahkan sudah punya label halal." Aku tersenyum konyol.

Label itu yang membuatnya berada di atas angin. Padahal apa gunanya halal tapi tidak toyyib? Apa bagusnya hubungan yang dibangun dari sakit hati dan air mata keluarganya? Menipu semua orang demi kebaikan dan kebahagiaan sendiri.

Aku bukan benci poligami. Bukan. Naudzubillah. Semoga Allah melindungi dari itu. Aku benci pada perselingkuhan yang berlindung di balik kata poligami. Mendistorsi kebaikan syariat yang seharusnya menjadi teladan kebaikan semua orang.

"Heh. Pinter sekarang kamu bicara, Rin. Kamu sudah berubah."

"Kamu yang mengubahku. Sudahlah, kalau memang tidak mau rujuk ya, sudah. Kita batalkan saja. Kamu pikir aku senang dengan situasi ini? Aku benci melihatmu, Mas. Kalau bukan karena anak-anak, aku sudah menghilang dari kalian!" cecarku bertubi-tubi. Tak ingin memberinya kesempatan bicara.

"Sana! Pergilah! Kejar dia! Lupakan aku dan anak-anak! Kejar kebahagiaanmu bersamanya! Bukankah hanya itu yang kamu pikirkan!" teriakku lagi. Tak merasa puas hanya dengan mencecarnya.

"Ck ck ck. Kamu ini! Kamu pikir aku di sini untuk siapa? Untuk Afif!" tegasnya.

"Hem, percuma, Mas. Kalau kamu ada di ketiak istrimu, sampai ke sini saja harus mengendap-endap darinya. Kalau sampai kita cerai, aku nggak akan pernah rela anak-anak bersama dengan kalian. Belum apa-apa saja dia sudah mempersulit Afif, padahal dia sedang sakit!!"

Aku masih jengkel, mengingat bagaimana putraku memanggil-manggil papanya dalam keadaan tak sadar efek demam tinggi. Tapi di sisi lain, Lala mewas-wasinya saat akan datang. Tadi malah dibuntuti sampai ke mari.

"Ya Allah, Rin."

"Jangan sebut nama Allah selagi kamu belum menyadari kesalahanmu!"

"Sudahlah, kamu hanya sedang emosi. Kamu jadi terus meletup-letup. Sampai semua hal tentang Lala tampak buruk di matamu! Kamu tahu, aku ke sini atas izinnya. Aku juga yang memaksanya ikut agar bisa membantu mengawasi paparazi. Aku mengendap-endap juga karena takut tertangkap kamera dan ada gosip baru, padahal gosip tentang rumah tangga kita sudah mereda!"

"Kamu pikir aku percaya?"

"Tak penting kamu percaya atau tidak. Aku ... kehilangan banyak job, Rin." Suara itu terdengar melemah juga memelas.

"Heh." Aku memiringkan senyum. Bukannya itu ulahnya sendiri. Apa itu sebanding dengan kejahatannya ke pada kami?

"Aku akan bertanggung jawab atas segala keperluan anak-anak. Jadi ... aku perlu bekerja."

Sekarang dia lupa seolah bicara bahwa rezekinya berada pada upaya dan pekerjaannya. Lupa bahwa Allah yang mengatur semua.

"Kalau kamu tidak mau kesulitan memikirkan kebutuhan anak-anak ke depan, sebaiknya kita rujuk saja. Aku bisa bicara membujuk Lala. Meski dia tampak ketus karena cemburu, aslinya dia perempuan yang lembut."

"Maksudmu lelembut yang membuat tipu daya?" cibirku. Berani sekali dia memuji betina itu di depanku.

"Sudahlah, aku pasti gila karena sempat berpikir untuk rujuk dan hidup bersama kalian!" Emosiku meledak karena ucapan lelaki tak peka itu.

"Rin, tolonglah. Maafkan dia. Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau."

Segera kutepis pria itu saat mendekat. Jijik membayangkan bagaimana dia bersikap manis pada Lala.

"Bu Ririn!" seru seorang wanita. Suara itu kembali mengalihkan perhatianku dan Mas Sultan saat bicara.

"Suster?" gumamku heran. Dia perawa yang berjaga di koridor kamar Afif dirawat, tapi kenapa ekspresinya panik begitu.

Belum sempat aku bertanya wanita itu bicara dengan napas tersengah-engah. Sudah mirip orang yang telah melakukan lari marathon.

"Saya cari ke mana-mana. Ibu masih di sini. Anak Ibu tiba-tiba kritis! Dokter meminta Ibu melihatnya sekarang," ucapnya dengan nada panik pula. Sesuatu yang tiba-tiba memacu jantungku berdegup lebih kencang, sangat kencang.

Ya Rabb aku takut .....

"Afif!" Seperti ada sesuatu yang mendorongku. Kulepaskan obat dan amplop cokelat di tangan lalu lari secepat yang kubisa untuk melihat putra kesayanganku.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Imah Sitiso
kebanyakan drama Ririn sampei lupa ma anaknya yg kritis
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kubayar Lunas Tantangan Maduku   Ending

    Sultan seperti orang linglung sejak setahun terakhir. Kabar mengejutkan yang dia dapatkan benar-benar membuatnya syok dan frustasi. "Saya ingin mengabarkan bahwa ... Em, Ibu Lala sudah meninggal dunia," ucap sipir hati-hati membawa kabar buruk itu. "Ap -apa?" "Operasi yang dilakukan tak berjalan lancar, bahkan menemui kegagalan. Ibu Lala dinyatakan meninggal bersama janin yang masih berada di dalam perutnya."Tubuh pria itu luruh. Sultan menyesal karena tidak mengetahui penyakit Lala, padahal Lala juga adalah istrinya. Dia bahkan memaksa wanita itu menjalani kehidupan berat di penjara. Laki-laki itu terus nenyalahkan diri sendiri di dalam penjara.Sultan yang saat itu hanya diizinkan melihat mayat Lala pun menangis histeris. Ketika tubuh Lala dikebumikan, Sultan benar-benar kehilangan harapan. Tidak ada lagi sosok Lala yang dicintainya. Pun Lala membawa pergi calon buah hati mereka yang selalu dinantikan oleh Sultan. Dia bahkan berpikir kalau kehadiran anak itu akan menggantikan so

  • Kubayar Lunas Tantangan Maduku   Sepadan

    Sultan merenung di dalam selnya. Pikiran pria itu masih terus bercabang hingga membuat kepalanya pusing setiap waktu. Bola matanya yang tampak cekung karena kurang tidur. Wajahnya seketika berubah kurus dan terlihat tua karena tak terurus. Memikirkan nasib ibu dan adiknya yang harus hidup tanpa dirinya, memikirkan nasib anak-anaknya yang kini tinggal bersama Ririn, dan juga Lala yang juga sedang dipenjara.Dulu Sultan menjadi orang pertama yang pasang badan untuk ibu dan adiknya. Pun untuk istri dan anak-anaknya. Akan tetapi, sekarang dia tampak tak berdaya dan hanya bisa berdiam di pojokan sel penjara.Meski Ririn sudah mencabut laporan atas tuduhan penculikan yang dilakukan oleh Lala dan ibu angkatnya, tapi Sultan dan Lala harus menjalani masa tahanan lima tahun sesuai dengan aturan yang tertulis di pasal 279 KUHP tentang pernikahan diam-diam tanpa izin dari pihak istri sah. Tak ada yang bisa dilakukan. Sultan pasrah dan tidak mau menyewa pengacara untuk meringankan hukumannya. Ka

  • Kubayar Lunas Tantangan Maduku   Lala Menggila

    Selepas kepergian David, Lala uring-uringan. Imbasnya dia jadi mengamuk kepada aparat yang sudah menahannya dan membuat aparat menyeretnya dengan paksa ke dalam sel. "Lepaskan saya! Lepaskan! Tempat saya bukan disini!" teriak Lala yang dipaksa masuk ke dalam sel oleh polisi. "Kalau Bu Lala tidak bisa tenang, kami akan memanggil dokter dan meminta dokter menyuntikkan obat penenang!" bentak aparat kepolisian wanita yang bertugas menjaganya."Nggak! Kalian mana ngerti gimana hidup gue hancur? Dia malah terus mengejek. Dia mantan yang ga tau diri. Udah miskin, gak bisa kasih ini itu ke pacarnya kaya pacar orang, eh belagu, hidup lagi! Apa salah kalau gue milih putus! Eh sekarang dia datang seolah- olah gue dulu penjahat!" Lala berteriak seperti orang gila tak peduli pada ancaman petugas. Malah bagus obat penenang itu, dia memang ingin tenang sekarang. Kesadaran hanya membuat perempuan itu tersiksa lahir dan batinnya. Terlebih sudah lebih seminggu tak ada kabar dari Sultan. Permintaan b

  • Kubayar Lunas Tantangan Maduku   Nasehat Mantan

    Sultan terperangah mendengar ucapan Dea. Gadis itu segera melanjutkan ucapannya sebelum Sultan semakin syok."Tapi, tenang aja, kata dokter Aditya Mama baik-baik aja. Cuma syok karena waktu itu aku bilang kakak dipenjara," lanjut Dea."Jadi Aditya yang menolong Mama?" lirih Sultan. Tak menyangka jika pemuda yang mereka benci justru adalah orang yang akan merawat salah satu dari keluarganya. Dea mengangguk. Ia tak bisa menangkap penyesalan di wajah sang kakak. Yang jelas, Sultan begitu karena sang mama ambruk di rumah sakit. Lelaki itu lalu meneteskan air mata. Merasa bersalah atas ibunya yang kini harus terbaring di rumah sakit karena memikirkannya. Aditya yang semula berdiri di ambang pintu bersama aparat pun masuk dan duduk di samping Dea."Bagaimana kabarnya Mas?" tanya Aditya. Pria itu harus mengumpulkan banyak keberanian jika ingin bersanding dengan wanita yang dicintainya yang tak lain adalah saudara perempuan narapidana di hadapan. Sultan bergeming. Kemudian menatap Aditya.

  • Kubayar Lunas Tantangan Maduku   Korban Lain

    "Kita juga perlu restu dari Mbak Ririn agar berani melangkah lebih serius lagi," lanjut Aditya.Ririn tersenyum melihat wajah Dea dan mengatakan, "De, apa pun yang menjadi pilihan kamu, Mbak pasti setuju. Tapi, bukannya yang harusnya kamu dapatkan itu restu dari Mas Sultan?" tanya Ririn menegaskan. Apalagi sebentar lagi, Ririn hanya akan menjadi seorang ExWife bagi Sultan, kakak Dea. Yang artinya tak ada lagi ikatan antara dirinya dengan Dea seperti dulu. Dea mengangguk. "Iya, Mbak. Nanti aku dan Aditya juga bakal cari cara biar ibu dan Mas Sultan memberi restu untuk kami berdua."Gadis itu menoleh sekilas pada Aditya. Kabar ingin bersatunya mereka dalam mahligai pernikahan tentu adalah kabar membahagiakan untuk Ririn. Apalagi selama ini, mereka sudah terlalu dekat. Perempuan yang telah melahirkan tiga anak lelaki dari pria bernama Sultan itu selama ini yang getol nasehati Dea agar menjaga jarak dengan yang bukan mahram. Sementara David hanya diam saja. Lalu sesekali menimpali denga

  • Kubayar Lunas Tantangan Maduku   Antara David dan Ririn

    Sultan meminta waktu kepada polisi untuk istirahat sebentar sebelum diinterogasi. Pikirannya blank dan tidak bisa berpikir jernih untuk sekarang. Itu sebabnya dia tidak bisa melakukan sesi interogasi dan meminta waktu untuk menjernihkan pikirannya.Kepalanya seperti bercabang. Bukan hanya memikirkan cara mendapat pengampunan dari Ririn, tapi dia juga memikirkan nasib Lala yang sedang hamil. Andai bisa, Sultan rela mendekam di penjara selamanya asal Lala dibebaskan. Namun, hukum harus tetap berjalan. Lala adalah tersangka utama dan juga dalang dari penculikan itu. Artinya dia tidak bisa bebas meskipun sedang hamil.Ketika Dea sudah pulang, Sultan pun dipanggil lagi dan siap melakukan interogasi. Wajahnya sangat kusut dan pikirannya berantakan. Tatapan matanya kosong dan lurus kedepan. Siap atau tidak siap dia harus ikut bertanggung jawab atas kesalahan Lala yang melakukan penculikan terhadap Ririn. Dia sebenarnya bisa mengelak, tapi rasa bersalahnya terhadap Ririn lebih besar dan memb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status