Share

Kubeli Istriku dari Keluarganya
Kubeli Istriku dari Keluarganya
Penulis: Alibn A.

Bab 1

"Luna di mana?" teriak Eka. "Cucian banyak yang kotor, gak dibersihin," lanjutnya dan histeris melihat piring kotor yang berserakan di atas meja. Begitu juga cucian yang mulai menumpuk.

"Mungkin di kamar, Kak. Pasti masih tidur. Dasar pemalas!"

"Baru nikah aja, dah berlagak kayak ratu."

"Dia itu emang nyusahin dari dulu, Kak." Rita menimpali, ikut mengompori.

Aku yang tadinya hendak keluar dari kamar mandi, urung karena mendengar nama Luna, istri saya disebut. Kulanjutkan mendengar percakapan dan sumpah serapah mereka.

"Udah numpang, tapi lagaknya kayak Ratu, lamban sekali kalau kerja."

"Udah, laporin aja ke Mama," ucap Rita sambil mengarahkan telunjuknya ke arah mamanya yang kebetulan muncul di antara mereka berdua.

"Ini apa-apaan sih, ribut banget pagi-pagi."

"Ini loh, Ma. Lihat sendiri tuh cucian banyak yang kotor, piring juga. Luna tuh enak-enakan tidur, gak kerja."

"Luna belum bangun?"

"Iya, Ma. Liatkan, dia makin ngelunjak!"

"Sialan tu anak. Akhir-akhir ini dia mulai malas. Ya udah, kalian dulu yang bersihin, biar mama samperin Luna."

"Ogah, ah. Kan ada Luna. Ntar, tanganku lecet," ucap Eka sambil mengayunkan jemarinya ke atas.

"Mmm, aku juga." Rita berbalik dan ikut beranjak menuju kamarnya saat mata Mamanya menatap ke arahnya.

Setelah memastikan tak ada lagi suara mereka, aku pun keluar dan menuju kamar. Kulihat Luna sedang membersihkan kamar dan akan bersiap-siap keluar.

"Mau ke mana, Yang?"

"Eh, Arga, dari mana? Dari tadi aku nungguin. Sarapanmu sudah aku siapin di atas meja," ucap Luna sambil meletakkan beberapa buku ke tempatnya yang semalam kubaca kemudian berlalu.

"Mau ke mana, Lun?" tanyaku.

"Mau ke bawah, Ga. Mau bersih-bersih dulu di bawah sekaligus nyiapin sarapan untuk Mama dan yang lain," ucap Luna dengan mengembangkan senyuman.

"Kalau gitu, hati-hati ya, sayang. Jangan terburu-buru nanti jatuh." Luna hanya mengernyitkan dahi sambil tersenyum kembali.

Aku khawatir, ia memecahkan beberapa piring dan akan kena omelan lagi.

Ingin sekali aku mencegatnya, tapi tak mungkin membiarkannya dimarahi lagi oleh ibu dan kedua saudarinya kalau tak bekerja.

Segera aku bergegas memakai pakaian dan bersiap ikut bergabung untuk sarapan bersama. Sebelum keluar kamar, aku mendengar suara itu lagi.

"Kak Luna, ambilin piring dong. Yang ini masih kotor! Kayaknya belum dicuci deh."

"Yang mana? Udah bersih kok, Dek. Semua sudah kubersihkan."

Aku melihat Luna berlarian menghampiri mereka dengan terburu-buru. Pemandangan inilah yang sangat aku khawatirkan.

"Kak Luna, aku lagi ya. Bawain pisau dan garpu - yang ini kotor juga!" Sambil melempar benda tersebut di atas meja dengan ekspresi jijik.

"Iya, Dek. Bentar, ya!"

"Iih, lamreta banget, sih! Cepatan dong, Kak. Rita mau terlambat nih ke sekolah," ucapnya cemberut.

"Apaan sih ini ribut mulu. Ambil sendiri dong sayang!" ucap Bu Mega yang baru saja bergabung dengan mereka.

"Iih, Mama. Suruh Kak Luna dong cepatan. Udah jam berapa nih!"

"Cepetan dong, Luna. Mereka bakal terlambat."

"Iya, Ma, bentar," ucap Luna. Ia pun menghampiri mereka, "Ini sendok dan pisaunya. Maaf, tadi Kak Luna masih di toilet." Dengan suara ngos-ngosan.

"Iih, pasti jorok lagi." Melempar kembali benda tersebut.

"Udah bersih loh, Dek. Kok dibuang?"

Sakit sekali hatiku melihat pemandangan ini. Aku pun turun menyamperin mereka.

Pekerjaan Luna hanya mengurus rumah yang cukup besar ini dan tak ada seorang pembantu pun yang dipekerjakan. Kata Luna, mereka ingin berhemat semenjak kepergian ayahnya untuk selamanya.

Belum lagi jam 8 sudah harus ke kedai untuk dijaga. Kedai milik Pak Adri, almarhum ayah mereka.

"Assalamualaikum. Selamat pagi."

"Eh, Kak Arga belum ke kantor? Udah jam berapa ni?"

Aku tahu mereka tekejut karena kedatanganku. Memang hari ini aku sengaja berangkat agak terlambat, hanya ingin menjawab penasaranku tentang sikap mereka terhadap Luna dan akhirnya terjawab sudah. Apalagi percakapan mereka pagi tadi.

"Iya, nih, kesiangan."

"Mari Kak. Silakan makan!" ucap Eka.

"Terima kasih." Aku pun ikut duduk bersama mereka.

"Kak Luna, ke mana? Gak temanin Ka Arga? Kasian loh. Sarapan dulu, Kak. Ditinggalin dulu pekerjaannya," ucap Eka yang tiba-tiba berubah manis.

Aku pun menyunggingkan senyum.

"Dikit lagi kok selesai," ujar Luna sambil melempar senyum ke arahku

Sayang! Aku sudah mulai tahu sikap kalian semua, gumamku.

Eka merupakan karyawan di perusahaan tempatku memimpin. Namun, ia tak tahu aku Dirut di perusahaan itu. Aku hanya mengaku sebagai manajer.

Selama kurang lebih sebulan pasca pernikahan kami, aku baru tahu kalau sikap mereka terhadap Luna sangat di luar batas. Luna sudah seperti pembantu bagi mereka. Selama ini mereka hanya bersikap manis di depanku.

Sudah ke berapa kali aku beritatahu Luna agar kami pindah ke rumah milikku. Rumah yang sudah kudiami dari dulu sebelum menikah dengan Luna. Namun, Luna menjawab jangan dulu. Katanya, ia ingin membalas budi dulu terhadap keluarga Pak Adri. Keluarga Pak Adri lah yang mengangkat Luna sebagai anak. Saat itu mereka belum memiliki anak.

Biasanya siang hari, saat jam istirahat kantor aku pergi ke kediamanku untuk sekedar melepas penat dan sekaligus mengecek keadaan rumah. Hanya seorang pembantu, Bu Mina yang merawatnya.

**

Waktu hampir sore. Hari ini aku pulang lebih awal entah kenapa mood-ku lagi tak enak, mungkin karena kejadian pagi tadi yang membuka penglihatanku tentang keluarga istriku.

Aku pun masuk ke kamar untuk merebahkan badan. Pasti Luna masih di kedai makanan milik keluarga di rumah ini. Luna yang menjaganya dari pagi sampai malam baru ia pulang.

Selang beberapa menit aku mendengar suara pintu dibuka.

"Wah, inikan produk terbaru, Ka!"

"Iya, dong."

"Aku juga mau dong, Ka."

"Makanya rajin cek ke kedai lakunya udah berapa atau bantuin Ka Luna biar kamu bisa beli lagi."

Samar-samar kudengar suara dua orang yang sedang tertawa bahagia. Aku bangkit dan menoleh ke bawah. Benar saja mereka. Sepertinya, belanjaan mereka banyak sekali.

"Iih, kok gak diangkat sih."

"Coba diulang lagi!"

"Iih, sebel deh. Duh, lagi ngapain sih. Halo, Ka Luna, hari ini laris manis ga jualannya?"

"@#$@#"

"Aku mau nyamperin ya," ucap Rita sambil mengedipkan kedua bola matanya ke arah Eka sambil tersenyum.

Aku hanya menggeleng kepala melihat tingkah kedua kucing anggora betina itu - sangat halus dan bertaring. Aku masih memerhatikan mereka dari atas ini. Mungkin mereka tidak menyadari kedatanganku.

Melihat sikap mereka yang semena-mena terhadap Luna sepertinya niatku untuk pindah aku urungkan dulu. Orang seperti mereka harus diberi pelajaran dulu tentang indahnya saling menghargai.

"Atau minta Ka Arga aja. Kan sekarang lagi gajian." Mereka saling berpandangan dengan membulatkan mata dan bibir tertarik simetris.

"Uhmmm ...." berjalan menuruni anak tangga.

"Ka Arga?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
DeyaaDeyaa
hati2 dengan plot 1 kak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status