Semua Bab Kubeli Istriku dari Keluarganya: Bab 1 - Bab 10
49 Bab
Bab 1
"Luna di mana?" teriak Eka. "Cucian banyak yang kotor, gak dibersihin," lanjutnya dan histeris melihat piring kotor yang berserakan di atas meja. Begitu juga cucian yang mulai menumpuk. "Mungkin di kamar, Kak. Pasti masih tidur. Dasar pemalas!" "Baru nikah aja, dah berlagak kayak ratu." "Dia itu emang nyusahin dari dulu, Kak." Rita menimpali, ikut mengompori. Aku yang tadinya hendak keluar dari kamar mandi, urung karena mendengar nama Luna, istri saya disebut. Kulanjutkan mendengar percakapan dan sumpah serapah mereka. "Udah numpang, tapi lagaknya kayak Ratu, lamban sekali kalau kerja." "Udah, laporin aja ke Mama," ucap Rita sambil mengarahkan telunjuknya ke arah mamanya yang kebetulan muncul di antara mereka berdua. "Ini apa-apaan sih, ribut banget pagi-pagi." "Ini loh, Ma. Lihat sendiri tuh cucian banyak yang kotor, piring juga. Luna tuh enak-enakan tidur, gak kerja." "Luna belum bangun?" "Iya, Ma. Liatkan, dia makin ngelunjak!" "Sialan tu anak. Akhir-akhir ini dia mulai m
Baca selengkapnya
Bab 2
"Ka Ar-ga!" ucap mereka bersamaan. "Sepertinya, tadi kudengar namaku disebut. Ada yang bisa aku bantu?" "Su-dah lama Ka Arga di situ?" "Lumayan." Aku tahu mereka sedikit terkejut dengan keberadaanku. Mereka terlihat sedikit salah tingkah.  Aku tak boleh secepat ini memberi mereka pelajaran. Setidaknya kuikuti dulu permainan mereka perlahan-lahan. "Ayo, ngomong!" Samar-samar kudengar Eka berbisik dan menyolek adiknya kemudian pergi begitu saja. "Bagaimana - Ada yang bisa aku bantu?" Menunggu jawabannya.  "Mmm, lusa aku mau ulang tahun. Jadi, aku boleh request hadiah kan?" ucap Rita yang mulai berlagak sok imut di depanku.  "Hadiah?" "Iya. Aku mau kado ultahnya jam tangan merek Olivia Burton bermotif kupu-kupu." Mendengar permintaannya membuat
Baca selengkapnya
Bab 3
"Tolong beritahu dia menghadap ke saya besok." ** Pagi ini aku sangat terburu-buru untuk berangkat ke kantor. Luna juga kuajak ke kantor. Akan tetapi, ia akan menyusulku setelah pekerjaannya di rumah dan kedai selesai.  Ingin sekali kukenalkan padanya tentang pekerjaan dan tugas seorang sekretaris. Agar ia bisa membantuku memantau saham dan perkembangan pasar. Mungkin saja dia tertarik suatu saat nanti. Namun, tidak untuk saat ini. Luna belum siap dirinya dikenalkan ke keluarganya bahwa ia istri seorang CEO.  "Eh, Bro. Kamu bekerja di sini juga?" Segera kubalikkan badan. Nada suara itu sepertinya kukenal - pernah kudengar.  "Iya, anda juga bekerja di sini?" tanyaku padanya meskipun aku sudah tahu ia bekerja di salah satu cabang dari perusahaan ini.  "Masih ingat dengan saya kan?" "Iya, masih. Anda Fisal kan?"&n
Baca selengkapnya
Bab 4
"Kau bilang belum selesai? Ini bagianmu lagi," ucapku dan melayangkan tinjuku berikutnya. Ia pun jatuh tersungkur tepat di bawah kakiku kemudian bangkit. "Sudah Ga. Tak baik dilihat karyawan yang lain." Luna makin panik. "Satpam, tolong bawa dia keluar dari sini." "Baik, Non!" "Hei, apa-apaan ini!" Fisal berusaha melepaskan genggaman satpam. "Tolong lepaskan!" "Maaf, Pak. Anda harus kami bawa keluar. Dilarang membuat kegaduhan di sini," ucap satpam tersebut. "Kau tak tahu aku siapa, hah? Aku Fisal, manager di Devisi Marketing. Mengerti?" Aku dan Luna saling berpandangan kemudian menggeleng kepala. Entah, sudah ke berapa kesekian kali mendengar kata itu.  "Maaf, Pak. Saya tidak mengenal anda. Saya hanya menjalankan tugas saya di sini."  Kami pun tersenyum geli. "Kubil
Baca selengkapnya
Bab 5
Mataku membulat, melihat Fisal keluar dari kamar. Jadi, Fisal tidur di rumah ini semalam? Dan itu kamar Rita ...! Arghh, denyut kepalaku terasa pusing memikirkan ini! Masih pagi, tetapi sudah disuguhi praduga yang membuat kepalaku pening. Kulihat ia hanya menyunggingkan senyum melihatku kemudian merenggangkan ototnya. Gegas, kubalik ke kamar dan menanyakan hal ini ke Luna. Jelas saja, Luna tak tahu masalah itu dan ia baru tahu kalau tidak kutanyakan. Bahkan, Luna melarangku untuk memperpanjang masalah ini. "Tapi, tak boleh dibiarkan seperti itu, Lun. Ntar, dia kebiasaan dan tak baik untuk keluarga ini nantinya," ucapku yang tak terima dengan usulannya. "Sudahlah, Ga. Siapalah kita ini di mata mereka. Bahkan mungkin kita dianggap mencampuri urusan mereka kalau dipermasalahkan," ujar Luna menenangkan. "Kau kan bisa memberitahu Eka dan Rita dengan baik. Bagaimanapun juga mereka adik-adikmu walaupun adik angkat." "Iya, lain kali akan aku coba. Aku ke bawah dulu ya, mau nyiapin sara
Baca selengkapnya
Bab 6
Bab 6 Plak! Bunyi tamparan keras. Aku terperanjat mendengar teriakkan Luna. Gegas kubangkit dan keluar dari kamar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. "Kau pikir kau siapa, hah? Berani sekali menamparku," teriak Fisal. "Ada apa, Lun?" tanyaku seraya mendekatinya. Seketika ia menghamburkan tubuhnya kepelukanku dan terisak. Kuarahkan pandanganku ke lelaki tak bermoral itu. "Dengar ya, aku tak punya masalah denganmu. Berani-beraninya kau lecehkan istriku," ucapku geram. Kini, aku sudah berada di hadapan lelaki itu. Mataku memerah, menatapnya tajam. Gigi gerahamku saling bergesekan. Satu-persatu jemariku mengepalkan tinju. Gegas kutarik dan melayangkan pukulan hingga tubuhnya terhempas ke bawah. Ia pun jatuh tersungkur. Berani-beraninya dia melecehkan istriku. "Ka Arga?" Teriak Eka yang baru saja ikut bergabung dengan kami di dapur. Bu Mega dan Rita berhamburan juga- mendekat untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tatapan mereka mengarah ke kami, bergantian. "Ada apa
Baca selengkapnya
Bab 7
Kuputuskan mendobrak pintu kamar. Tak ada cara lain. Kuulangi berkali-kali mendobrak dengan bahuku seperti kesetanan hingga akhirnya, Braak! Pintu terbuka. Seketika aku bergeming dari tempatku berdiri, mematung setelah apa yang kulihat. Mataku membulat. Lututku lemas bak tak bertulang. Tak terasa butiran embun di netraku seperti berkaca-kaca. Akhirnya, tubuh ini ambruk di atas lantai dalam keadaan berlutut. Apa yang terjadi denganmu sayang? Luna, aku tak bisa hidup tanpamu, Lun! Kupaksakan kaki ini bangkit kemudian mendekatinya, "Luna, ini aku sayang. Kau baik-baik saja kan?" Luna masih meringkuk di atas tempat tidur sambil memeluk kedua lututnya seperti ketakutan. Kenapa jadi seperti ini sama Luna-ku. "Luna ... sadar, Lun." Segera kumemeluknya. "Ga!" "Iya, ini aku, sayang!" Hatiku merasakan damai saat ia berada dalam dekapanku. Seminggu tidak mendengar sapaannya terasa lama sekali. Tak akan kubiarkan Luna terlalu lama seperti ini. ** Setelah Kunjungan kami ke psikiater b
Baca selengkapnya
Bab 8
Mendengar ucapan Fisal membuatku makin berpikir. Apa maksud dalam kendalinya dan siapa yang dia maksud? Mungkinkah keluarga ini yang dia maksud. Kuputuskan untuk balik ke kamar sebelum ia sadar dengan keberadaanku. Pikiranku masih dipenuhi tanda tanya tentang ucapan tadi. Apa sebaiknya kuberitahu esok hari. Bagaimanapun Bu Mega harus tahu. Akan tetapi bila kuberitahu, mereka akan menganggapku menghasut. Atau menuduhku ingin menggagalkan rencana pernikahan tersebut. Ah, sudahlah! Sebaiknya kuurungkan saja. Lagi pula, aku belum punya bukti yang cukup. "Yang, aku harus pergi ke kantor pagi ini." Aku telah siap dengan pakaian yang rapi pagi ini. "Kau bisa melakukannya sendiri kan di kedai?" tanyaku ke Luna. Sejenak ia berpikir kemudian menjawab, "Iya, aku bisa." Dengan senyum hambar yang entah tak bisa kuartikan apa maksudnya dan nada suaranya terdengar ada keraguan yang kutangkap. Aku belum berani apa yang sebenarnya Fisal lakukan hingga membuatnya trauma bekerja sendiri di dapur ata
Baca selengkapnya
Bab 9
"Tolong beritahu seluruh direksi bahwa acara promosi jabatan dialihkan ke pesta pernikahan Fisal dan Eka. Jangan lupa buat susunan acaranya sekalian!" "Baik, Bos. Jadi ...." "Ya, aku ingin proses pemecatannya di acara pernikahannya sendiri." "Laksanakan, Bos. Saya izin keluar sebentar." Iwan bergegas keluar dari ruangan kemudian mengambil gawainya, hendak menghubungi semua direksi dan beberapa orang yang sudah kuberitahu sebelumnya. "Silakan," jawabku. Sejenak kumenatap undangan pernikahan tersebut. Tertulis nama 'Fisal Pratama dan Freska Ariska'. Ku menghela napas panjang dan mengembuskan kembali sambil membayangkan bagaimana raut wajah mereka nanti. Setelah selesai pertemuan dengan Iwan, kumemutuskan pulang ke rumah. Sepertinya, Luna telah lama menungguku. Mobil terus melaju, membelah jalan raya. *** "Ka Luna, tolong dong ambilin air hangat!" seru Rita. "Ka Lunaaaa ... Tolongin dong." "Iya, Dek. Sebentar!" "Kenapa gak ambil sendiri, Rit?" ucapku yang baru saja dari kamar ke
Baca selengkapnya
Bab 10
"Surat keputusan pemberhentian karyawan. Nama-nama tersebut adalah Fisal Pratama dan Freska Ariska." Entah, bagaimana menggambarkan raut wajah Fisal dan Istrinya, hitam legam atau merah padam? Semua bercampur menjadi satu padu. Begitu juga raut wajah Rita yang dipoles make-up mewah, hasil dari nyalon berubah memerah seolah telah memakan cabe sekilo. Gadis kecil yang masih usia belia, tetapi sikapnya yang sangat tidak santun itu layak mendapatkan pembelajaran seperti ini. Bukan hanya dia, tetapi mereka semua. Aku harap mereka menyadari akan sikap semena-menanya terhadap orang. Bukankah saling menghargai jauh lebih indah. Karena kita di mata tuhan, sama. *** Setelah memberi sambutan dan membacakan surat keputusan, aku dan Luna bergegas pulang. Acara masih tetap berlangsung meskipun tanpa kedua mempelai dan kami. Aku terburu-buru menyalakan mobil dan mengendarainya. Mobil terus melaju melewati hiruk pikuk kendaraan hingga akhirnya kami pun tiba di rumah. Aku tak dapat memarkirkan m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status