Share

Bab 4

Author: Alibn A.
last update Huling Na-update: 2022-04-18 17:09:31

"Kau bilang belum selesai? Ini bagianmu lagi," ucapku dan melayangkan tinjuku berikutnya.

Ia pun jatuh tersungkur tepat di bawah kakiku kemudian bangkit.

"Sudah Ga. Tak baik dilihat karyawan yang lain." Luna makin panik. "Satpam, tolong bawa dia keluar dari sini."

"Baik, Non!"

"Hei, apa-apaan ini!" Fisal berusaha melepaskan genggaman satpam. "Tolong lepaskan!"

"Maaf, Pak. Anda harus kami bawa keluar. Dilarang membuat kegaduhan di sini," ucap satpam tersebut.

"Kau tak tahu aku siapa, hah? Aku Fisal, manager di Devisi Marketing. Mengerti?"

Aku dan Luna saling berpandangan kemudian menggeleng kepala. Entah, sudah ke berapa kesekian kali mendengar kata itu. 

"Maaf, Pak. Saya tidak mengenal anda. Saya hanya menjalankan tugas saya di sini." 

Kami pun tersenyum geli.

"Kubilang, lepaskan! Aku bisa pergi sendiri."

Aku dan Luna meninggalkan mereka. Entah, apa yang terjadi selanjutnya. 

Jari-jari tanganku kelihatan lebam. Sudah lama, aku tak menggunakannya untuk meninju. Kurenggangkan otot-otot jariku. 

Seketika Luna menatap ke tanganku, "Jari-jarimu lebam, Ga. Sebentar, jangan ke mana-mana!" 

Kulihat Luna terkesiap dengan apa yang dilihatnya. Aku hanya menurut. Segera, ia berbalik ke mobil, mungkin mengambil sesuatu. 

Tak berselang lama, ia tiba dengan membawa sebuah tas. Yang kutahu tas itu berisi obat-obatan. Memang, ia selalu menyimpan kotak tersebut di dalam mobil ke manapun kami pergi walau tak pernah digunakan. 

"Duduk di sini, biar kuobati!" serunya.

Perlahan demi perlahan dengan pasti Luna mengambil alat-alat dan bahan yang dibutuhkannya. Ia sangat cekatan melakukannya. Luna masih serius membersihkan luka dan mengobatinya. Tak terasa, aku telah lama menatapnya lamat-lamat sambil tersenyum. Hal inilah yang aku suka darinya-perhatian dan juga peduli.

Segala keperluanku tak luput dari perhatiannya. Kaos kakiku akan digantikannya bila sudah menipis. Bahkan, kuku jari-jariku yang sudah panjang tak luput juga dari kelihaiannya dalam memotong.

Ia sering mengingatkanku agar segera mencukur rambut di salon setiap bulannya. Baginya, seorang pemimpin harus terlihat fresh dan kharismatik agar bawahan menghargainya. 

"Ga ... Arga ... Halo! Kau menatapku?" tanyanya sambil tersenyum hingga kedua sudut bibirnya tertarik simetris.

Aku menatapnya terlalu lama sampai tak sadar ia menegurku dari tadi. 

"Iya," kubalas senyumannya. "love you," ucapku lagi sambil mengangkat dagunya dan mendekatkan ke arahku.

"Love you too!" Kulihat wajahnya memerah bak tomat matang.

"Ish, tak baik menatap seperti itu di depan umum," ujarnya sambil mencubit perutku. "Ini perut atau kayu, sih. Kok keras banget!" Kami pun tertawa bersama. 

Semenjak sebulan pernikahan kami, semua rencana bulan madu bersama Luna tertunda. Bukan kami sengaja, tetapi karena pekerjaanku yang sangat padat. Pernikahan pun dilangsungkan dengan hikmat dan sangat sederhana di Masjid Agung yang hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat terdekat. 

Gegas, kami bangkit dan berjalan memasuki kantor. Kulingkarkan tangan kiriku di pinggangnya. Aku tahu Luna tak nyaman dengan perlakukanku padanya di depan umum. 

Ia terus berusaha melepas pelukan tanganku, tetapi tak berhasil. Bukan aku lebay, tetapi karena bangga memilikinya. Aku hanya tersenyum. Dia pun cemberut.

"Arga, kita tak akan sampai ke ruanganmu kalau begini terus. Lepasin dong!"

"Baik, Cinderella-ku."

**

Cahaya mentari menyapa kami agar segera beraktifitas pagi ini. Segera kubangkit dan bersiap-siap untuk berangkat. Hari ini aku akan ke kantor cabang sesuai rencanaku sebelumnya. Semua pekerjaan tentang kantor sudah kuserahkan sementara ke Iwan, sekretarisku dan dibantu oleh Luna- sudah keberitahu sebelumnya. 

Setelah perjalanan tiga jam, akhirnya aku tiba. Sebelum menuju ruang Pak Haikal, pimpinan cabang, aku langsung menuju koridor untuk menjawab penasaranku seperti apa kinerja mereka di sini. 

Perusahaan yang aku pimpin merupakan perusahaan yang bergerak di bidang tekstil terbesar keempat. Mataku terus memperhatikan sekeliling. Para karyawan sangat sibuk hingga mereka tak sadar dengan kedatanganku atau tepatnya belum mengenalku karena aku baru menggantikan ayahku yang telah pindah dan menetap di Belanda bersama ibu dan adikku.

Tiba-tiba, mataku berhenti pada dua sosok pasangan lelaki dan wanita yang sedang asyik bercerita dan bersenda gurau di saat karyawan lain sedang sibuk bekerja. Wajah mereka tak asing lagi bagiku. Segera ku mendekati mereka. 

"Halo! Kalian tak bekerja?" 

"Ka Arga! Mmm ... Sekarang sedang menemani Ka Fisal. Lagian pekerjaanku bisa kulakukan nanti," ucap Eka sekenanya. Kulirik Fisal yang masih menatapku sinis dan penuh amarah.

"Siapa yang suruh duduk? Seorang bawahan tak boleh bergabung dengan kami," sergah Fisal padaku. "Oh, iya. Kau pasti dipecatkan dan dipindahkan ke sini karena ulahmu kemarin? 

"Mmm ...."

"Baguslah! Setidaknya kau bisa menjadi suruhanku." Lanjutnya dan tertawa puas.

Tertawalah dengan puas kali ini, tapi itu tak akan lama, gumamku. 

"Oh, ya. Aku hampir lupa. Bulan depan kami akan nikah," ucap Eka penuh antusias. "Barusan Fisal melamarku," lanjutnya dengan senyum bahagia.

"Kalau begitu saya pergi dulu." Aku tak begitu antusias mendengar pernikahan mereka. 

"Sebentar! Tugasmu saat ini menunggu kami sampai selesai menikmati makanan ini baru kau bisa pergi." Fisal menghentikanku.

"Maaf, saya ada urusan." Aku tak menghiraukan ucapannya dan berlalu meninggalkan mereka.

"Hei, kau sudah berani melawan atasanmu?" Fisal hendak berdiri, tapi dicegat oleh Eka.

**

Setelah berbicara cukup lama bersama Pak Haikal mengenai kinerja perusahaan. Aku pamit dan hendak berangkat lagi malam nanti menuju cabang berikutnya. Semua cabang harus aku kunjungi sekaligus bersilaturahmi dengan pimpinan cabang. 

*

Setelah seminggu perjalanan dinas di beberapa cabang-dalam rangka pengecekan perkembangan anak perusahaan, akhirnya hari yang dinanti pun tiba yaitu pulang ke rumah. Aku sudah tak sabar ingin berjumpa dengan Luna, istriku. Belaian dan sapaannya itulah yang sangat aku dambakan.

Senyum itu mengembang dari bibirnya. Ia sudah menungguku di depan pintu rumah-menyambut kedatanganku. Aku sudah memberitahunya sejam yang lalu.

"Assalamualaikum," ucapku

"Waalaikumsalam," jawabnya sambil membantuku mendorong koper milikku.

"Arga, Kau sudah datang? Baguslah! Ibu butuh bantuanmu."

"Bantuan apa, Bu?"

"Ibu butuh uang untuk merenovasi taman di depan."

"Taman di depan mau diapain emangnya?"

"Aduh, nda udah banyak nanya, deh. Mau bantuin, gak? Taman itu mau kurenovasi untuk persiapan acara lamaran Eka. Luna, bantuin dong bujuk suamimu. Pelit amat!" 

Inilah sifat ibu mertuaku ini. Kalau sudah ada maunya, dia akan meminta dengan nada paksaan sampai aku menjawabnya, iya. Bukan tak ingin memberinya, tetapi caranya dia meminta bantuan terlalu memaksa.

Luna melirik ke arahku dan memberi isyarat untuk mengiyakan saja permintaan ibunya. 

"Fisal tak bisa membiayai renovasi itu?" 

"Hei, aku bukan tak bisa membiayainya, tapi karena belum gajian aja." Fisal yang sedari tadi sandaran di atas sofa dengan malas seketika berdiri.

Belum gajian? Aku tahu ini hanya alasannya. Padahal gajian dari perusahaan sudah ditransfer minggu lalu. Pasti ia habiskan untuk membeli hadiah buat calon mertua dan iparnya.

Aku pun tersenyum, berhasil membuat lelaki itu tersinggung.

"Mau bantuin, gak?" sela Bu Mega mulai naik pitam karena aku tak kunjung menjawab iya.

Luna langsung mencolek pinggangku.

"Luna nanti yang akan mentransferkannya ke ibu," ucapku kemudian berlalu dari mereka. 

*

Aku terkejut melihat Fisal pagi ini keluar dari kamar.

Dia tidur di rumah ini semalam? Itukan kamar ...!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 49

    POV ArgaButik milik Luna semakin laris dan menjadi buah bibir warga internet.Butik tersebut baru berjalan sekitar lima bulan, tetapi sudah meningkat pesat. Peminatnya sudah sangat banyak dari berbagai pelosok. Promosinya sangat masif dilakukan reseller secara langsung, maupun secara tidak langsung oleh customer sendiri."Nyonya, semua undangan sudah berdatangan." Suara seseorang di balik sambungan telepon."Tolong beritahu Lastri untuk mengkoordinir penerima tamu," titah Luna di balik sambungan telepon. "Baik, Nyonya. Ada kabar buruk, Non!""Kabar buruk apa?""Be-berapa pieces baju sebagai contoh yang akan ditayangkan nanti, basah terkena air hujan." Suara dibalik telepon terdengar cemas."Masih ada contoh gambar desainnya 'kan?""Mohon maaf, Non, tidak ada. Saya sudah menanyakan ke teman yang lain, tapi tidak ada." "Sherly! Kenapa kau tidak menyimpan file-nya sebagai arsip?""Saya mo-hon maaf, Non." Sherly terdengar putus asa.""Acaranya sebentar lagi! Aduh ....""Kenapa tidak ka

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 48

    POV ArgaPagi ini aku sudah siap dengan pakaian yang rapi. Jariku masih sibuk mengetik sebuah pesan sambil menunggu jemputan. Tak butuh waktu lama, sebuah mobil memasuki pekarangan rumah kemudian berhenti di depan pintu. "Silakan masuk Tuan!""Terima kasih, Pak Iwan." Aku beranjak dari tempat duduk dan menuju mobil."Sama-sama, Pak. Pesawat akan berangkat sejam lagi. Kita masih memiliki waktu untuk boarding pass." Aku mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Selama dua hari Luna pergi dari rumah, aku sangat gelisah. Selalu memikirkan keadaannya dan bagaimana dia menghabiskan harinya di sana. Mobil memasuki Bandara kemudian berhenti. Setelah penerbangan dari Surabaya ke Jakarta sekitar satu setengah jam lebih, kami pun tiba. Kami langsung menuju mobil hitam yang menunggu kami. Mobil hitam tersebut sudah kami pesan sebelumnya. Pak Iwan mengendarai mobil dan membawaku ke hotel, tempat Luna menginap. "Tuan, silakan! Di sini kamarnya!" Andry menunggu kami dan menunjukkan kamar Luna. "

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 47

    POV Arga"Bi Minah, lihat Non Luna, Gak?" Dadaku memompa tidak menentu sambil menuruni anak tangga. "Maaf, Tuan, saya hanya melihatnya pagi tadi. Dia sangat rapi, mungkin dia pergi kerja ke kantor!" "Bi Minah tidak melihatnya membawa koper?""Koper! Tidak Tuan. Dia tidak membawa apa-apa, Tuan. Aku hanya melihatnya berpakaian rapi saja seperti biasa." "Dia mengatakan apa-apa sebelum pergi?""Tidak, Tuan. Ada apa sebenarnya Tuan?"Bi Minah terlihat bingung, tidak mengerti dengan pertanyaanku. Apa Luna pergi tanpa sepengetahuan Bi Minah?Argh!Oh, aku ingat Pak Yanto. Dia pasti melihat Luna. Aku bergegas keluar dan memanggil Pak Yanto agar segera mendekat padaku."Pak, lihat Non Luna keluar?" "Iya, Pak. Pagi tadi, ia keluar seperti biasanya.""Pak Yanto tidak melihat Non Luna membawa koper?" "Saya tidak memperhatikannya, Pak. Soalnya Non Luna menyuruh taksi masuk ke dalam dan saya tidak melihat jelas saat dia masuk ke dalam taksi.""Argh! Kenapa kalian tidak bisa membantu! Info ap

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 46

    POV Luna"Arga, semua tamu undangan telah hadir. Apakah sebaiknya kita duduk dulu? Setelah itu, baru kita pergi." Aku berbisik pelan ke Arga dengan harapan dia mau menghentikan langkahnya dan mengikuti saranku. Aku tahu seperti apa temperamen Arga. Kalau dia sudah bertekad dan memutuskan sesuatu, ia tidak akan pernah menarik lagi apa yang telah ia katakan sebelumnya. "Pa-k Arga, mohon maaf atas kelalaian saya karena tidak memberi peringatan ke pasangan saya sebelumnya. Saya akan melakukan apapun yang anda minta untuk aku lakukan terhadap wanita itu."Air muka Pak Peter berubah pucat. Ia sangat gelisah, bagaimana meyakinkan Arga agar mendengarnya. Aku juga kasihan melihatnya yang entah seperti apa acara ini akan berlangsung. Ternyata tujuan utama pelaksanaan acara ini untuk menarik banyak investor yang akan bekerjasama dengan mereka. Itulah mengapa, Pak Peter sudah tidak mempertimbangkan lagi image-nya di depan tamu undangan yang hadir dengan memohon kepada Arga.Arga merupakan sala

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 45

    POV LunaDi saat kami tiba, beberapa mobil sudah terparkir. Kami membuka pintu mobil kemudian keluar."Ayo!" Arga mengulurkan tangannya padaku. Aku pun meraihnya."Kok, tanganmu berkeringat? Kau gugup?""Iya, kan ini pertama kali bagiku!""Selamat datang, Tuan!" Kami disambut oleh seseorang yang ditugaskan untuk menerima tamu. "Mari ikuti saya, Tuan dan Nyonya, aku akan menunjukkan tempat duduk untuk kalian."Kami pun mengikutinya. Sepertinya acaranya belum dimulai karena para tamu mulai berdatangan. Beberapa wajah tidak aku kenal sama sekali."Bapak dan Ibu, silakan duduk di sini!" Tempat kami Sepertinya sangat istimewa di bagian depan sekali. Aku melirik ke kanan dan kiri, beberapa wajah yang tidak asing. Mereka ialah dewan direksi yang baru saja melakukan rapat bersama Arga siang tadi. Beberapa pasang mata memerhatikan kami. Semua berdiri menyalami kami. Sepertinya sekitar kurang lebih lima belas menit lagi akan dimulai bila mengikuti waktu sesuai undangan. "Baik, terima kasih.

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 44

    POV Luna"Kau mau ikut denganku ke perusahaan?" Aku pun mengangguk.Arga telah rapi dengan kemeja dan celananya. Ia akan segera keluar dari kamar. Ia mengajakku ke kantornya. Karena aku tidak memiliki kesibukan maka aku memutuskan mengikutinya. "Kalau kau tidak betah, kau boleh berhenti saja dari pekerjaanmu." Arga berbicara padaku sambil menyetir mobil.Kalau dipikir-pikir lagi, saran Arga memang benar. Sepertinya, aku tidak mungkin akan bertahan lama lagi bekerja di pekerjaanku sekarang."Kau kenapa? Kau masih diam dari tadi," tanyanya lagi."Tidak, kok. Aku suka dengan pekerjaan ini.""Tapi, lingkungannya tidak membuatmu nyaman." "Hanya masalah kecil, kok. Aku pasti bisa melewatinya.""Kau bisa mencari tempat lain, kalau kau ingin ...." Arga berbicara lagi setelah keheningan beberapa lama."Aku sudah mencoba, tidak ada lagi. Di daerah ini kan hanya dua saja. Yang satu, sedang tidak membuka lowongan pekerjaan.""Atau aku membantumu berbicara dengan direkturnya?""Arga!" tatapku pa

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 43

    Dia terlihat sangat jauh berbeda, tidak terlihat seperti anak gadis yang kukenal dulu. Bila ditaksir, dress yang dipakainya berkisar jutaan, tidak kurang sedikit pun nilainya dari mata siapa saja yang melihat."Rita!" "Panggil aku Nyonya Peter!" ucapnya sambil berkacak pinggang. "Dia Tuan Peter, calon suamiku dan juga salah seorang pemilik saham di perusahaan ini."Dahiku berkerut saat mendengar ucapannya. "Kau yang bernama Luna?""Iya, benar, Tuan." Lelaki itu menatapku dengan tatapan penuh hasrat. "Saya banyak mendengar tentangmu dari Rita!" Aku sedikit merinding ditatap seperti itu dan matanya masih terpaku menatapku. Matanya tidak berkedip sedikit pun. Aku tidak berani menatap padanya, aku mengalihkan pandangan ke arah lain.Aku sudah menduga bahwa Rita telah membicarakan sesuatu yang buruk tentangku. Mungkin dibumbui dengan cerita-cerita fiksi buatannya agar terdengar dramatis.Ia dari dulu tidak pernah suka padaku, bahkan tidak menganggapku sebagai kakak atau apapun namanya.

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 42

    POV Luna"Selamat sore, Tuan. Tadi, ada seorang wanita yang mencari Non Luna." Pak Yanto mendatangi kami ketika Arga akan memarkirkan mobil.Aku saling pandang dengan Arga karena bingung. Kalau wanita yang dimaksud adalah salah seorang klien di perusahaan Arga, mungkin Pak Iwan yang akan menghubungi Arga. Namun, Wanita tersebut mencariku."Bapak tidak mempersilakan dia untuk masuk dulu?""Dia tidak mau, Non. Setelah aku bilang Non Luna masih kerja, dia langsung pergi.""Apakah ada yang ingin dia sampaikan, Pak?""Sepertinya, tidak ada, Non.""Pak Yanto ingat ciri-cirinya seperti apa?""Rambutnya ikal, tingginya sebahu, dan kulitnya kuning langsat, dan mungkin usianya sekitar 20-an."Arga menoleh padaku dan mengucapkan, "Apakah mungkin itu Rita?"Dari ciri-ciri yang disebutkan oleh Pak Yanto, Rita yang sangat memenuhi. "Apakah Pak Yanto lihat tanda di keningnya?""Oh, iya. Aku baru ingat! Ada tanda bintil hitam.""Baik, Pak. Terima kasih.""Sama-sama, Non."Aku hampir saja tidak mengi

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 41

    POV Arga"Dasar wanita jalang tidak tahu malu! Kau memanggil tuan ini dengan menyebut namanya. Apakah kau tidak tahu tata krama?" Mataku melirik sekilas ke mejanya. Dia yang tadi mengenalkan diri dengan nama Celine. "Dasar wanita jalang! Kau memang wanita bermuka tebal. Hanya karena kau membaca nama yang tersemat di dadanya, kau seolah mengenalnya untuk menarik perhatiannya!" "Kau memang pelacur yang berpengalaman!"Tiba-tiba bunyi tamparan keras melekat ke pipi wanita di depanku. Kalau aku tidak salah dialah yang bernama Lusi. Aku masih mengingatnya ketika dia mengejek Luna."Aku punya nama. Apakah kau tidak tahu membaca papan nama yang ada di meja kerjaku?" Luna menatapnya tajam. Bibirnya bergetar. Mataku membulat saat melihat Luna yang cukup berani menampar pipi wanita di sampingnya."Kau ... Wanita jalang! Berani sekali menamparku. Apa kau bisa keluar hidup-hidup dari tempat ini?" Wanita itu histeris. Matanya seakan melompat dari tempatnya.Saat tangannya akan mendarat di pipi L

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status