Share

Bagian Lima

"Ah, akhirnya kamu jawab panggilan aku. Kamu dimana?" tanya Ardi lega. 

"Di rumah Laras sekalian ngopi."

"Oh, ya sudah aku kesitu. Tunggu ya!" 

"Nggak perlu mas, aku gak mau bertemu kamu sebelum kamu menyelesaikan urusan kamu dengan Mbak Rianti."

Ardi tampak mulai kesal lagi, wajahnya menunjukkan kekecewaan atas sikap Riri yang menolak untuk ditemui. Tapi dia berusaha tetap tenang.

"Sayang, aku sudah ngomong sama Rianti untuk tidak bisa membantunya dalam waktu dekat ini."

Riri menghela nafas, ia faham kenapa Rianti tadi menelponnya dan marah mungkin Ardi sudah menghubungi Rianti. 

"Ayolah sayang, jangan kayak gini. Please." 

Ardi merajuk, Riri mulai tak kuasa melihat wajah Ardi yang memelas itu. Segala cara dilakukan Ardi untuk membujuk Riri agar mau ditemui dan pulang lalu duduk berdua menyelesaikan semua ini. 

Riri menatap Laras, meminta sarannya. Nyatanya Laras hanya mengangkat kedua bahu dan tangannya saja mengisyaratkan semua keputusan ada di tangan Riri. 

"Maaf mas, saat ini belum bisa. Aku butuh waktu untuk sendiri dulu, jika sudah baikan aku akan pulang." 

Lemas sudah rasanya tubuh Ardi, ia mulai merasa kehilangan Riri yang mudah dirayu ketika marah. Ardi merasa Riri memang telah berada di batas kesabarannya dan amarahnya sudah tak bisa diredam lagi. 

Perlahan setelah panggilan itu ditutup, Ardi mengulur ingatannya pada peristiwa masa lalu dimana ia bertemu dengan Riri, gadis berkulit putih dengan hidung mancung, pipi merona, tinggi dengan badan yang ramping, sikap ramah Riri dan kecerdasan yang terpancar di balik hijab yang dikenakannya melengkapi kesempurnaan penampilan itu. 

"Siapa ka?" tanya Ardi pada Raka saat melihat Riri melintas di antara mereka yang tengah ngobrol di ruang tamu.

"Adikku," jawab Raka. 

"Nggak bilang-bilang kamu punya adik secakep itu. Buat aku ya," ujarnya. 

"Rianti?" tanya Raka. 

"Dia cuma aku anggap sahabat gak lebih, lagi pula bukan kriteria aku, ibuku juga kurang setuju tapi ya demi memperlancar bisnis ku terpaksa aku terus dekat dan menuruti semua kemauannya."

"G1l4, awas kamu bisa terjebak dengan kelakuanmu itu." 

Ardi hanya tersenyum, sedangkan Raka tak mengindahkan perkataan Ardi saat itu. 

Usaha Ardi untuk mendekati Riri pun terus dilakukan, Ardi jadi sering ke rumah Raka dengan berpura-pura konsultasi soal bisnis yang sedang dijalankannya. Sayang, Riri tak begitu memperhatikan Ardi hingga Riri kembali pada rutinitas kampusnya pun mereka belum sempat bertegur sapa. 

"Kamu kenapa sih, bee?" tanya Rianti ketika mendapati Ardi terus bengong dan banyak melamun. 

"Aku baru tahu kalau Si Raka punya adik cewek cantik banget." 

"Kamu naksir dia?" tanya Rianti mulai ketus. 

"Entahlah, rasanya pikiranku terbayang dia terus Han. Kasih tahu dong cara gaet cewek hijaban."

"Ngapain sih kamu capek-capek ngejar cewek lain sementara di depan kamu ada cewek yang bisa buat kamu nyaman. Aneh!" 

Rianti terlihat kecewa dan marah, seketika Ardi menyadari kesalahan dari ucapannya dan langsung meminta maaf. Keduanya berdamai kembali, selalu seperti itu. 

Rianti adalah perempuan posesif, konon sejak dulu jika Ardi naksir perempuan lain atau terlihat dekat dengan perempuan lain maka dia akan menggunakan cara apapun untuk membuat perempuan itu menjauh dan pergi dari kehidupan Ardi. Hingga hanya dia yang bersama Ardi. 

Perkenalan dengan Riri pun terjadi ketika liburan kedua Riri pulang dan Ardi meminta izin pada Raka untuk bertemu dan ngobrol, Raka mengijinkan dan menemani mereka ngobrol. Ardi semakin dibuat jatuh cinta pada Riri, ia merasa telah menemukan perempuan yang selama ini dicarinya. Meski dia sudah merasa nyaman dengan Rianti tapi dia bukan perempuan pas untuk jadi istri. 

Pendekatan pun dilakukan Ardi hingga akhirnya tepat setelah Riri lulus, Ardi mencoba mengutarakan isi hatinya. Pucuk dicinta ulam pun tiba, sorak riang gembira bergemuruh di dada Ardi, tak disangka Riri menerima niat baik yang diutarakan Ardi. 

"Kamu jahat bee, kamu jahat."

Rianti meraung-raung memukul dada Ardi ketika kabar itu disampaikan Ardi. 

"Maaf, aku gak mau menodai persahabatan kita dengan cinta. Bagaimana pun kita akan selalu bersahabat, Han. Percayalah, Riri pasti bisa menerima kamu sebagai sahabatku." 

"Lantas selama ini kamu selalu menuruti aku, melakukan apapun yang kamu mau itu semua bukan karena cinta?" tanya Rianti. 

Ardi terdiam, hatinya mulai gamang. Ketika langkah menuju pelaminan dia mulai merasa apa yang dilakukannya salah. Bertahun-tahun menjalin hubungan kedekatan berstatus sahabat dengan Rianti tapi menikah dengan perempuan lain, apa benar ini tidak adil? 

Rianti marah besar dan tak mau menemui Ardi hingga cukup lama Rianti kembali menghubungi Ardi dan meminta bertemu dengan Riri sebelum pernikahan itu. Ardi pun setuju dan Riri pun mengindahkan ajakannya. 

Pertemuan dua perempuan itu pun terjadi, Ardi terkagum-kagum pada sikap dewasa Rianti. Entah apa yang membuat Rianti mendadak berubah, Ardi tak mau ambil pusing yang penting semua rencananya berjalan lancar. Ia akan tetap menikah dan tetap bersahabat dengan Rianti. 

"Terima kasih sudah mau menerima Riri," ucap Ardi saat mereka bertemu di outlet ponsel milik Ardi itu pun atas kerjasama dengan Rianti. 

Rianti tersenyum, lalu menatap kedua netra Ardi dengan tatapan yang membuat Ardi terkesima.

"Tetap jadikan aku prioritas di atas perempuan itu, jika tidak, tak segan-segan aku menghancurkan kehidupannya dan kehidupan kamu. Mengerti!" 

Rianti menepuk pundak Ardi hingga Ardi terkejut dan hanya mengangguk saja. Rianti tersenyum jahat, dia merasa akan menang dari permainan ini. Meski tak memiliki Ardi seutuhnya, dia akan memastikan hati Ardi hanya miliknya. 

Ardi menghempaskan tubuhnya di sofa, mengusap wajahnya, memejamkan mata mencoba menepis bayangan masa lalu itu. Ia tak sadar sudah mengiyakan ucapan Rianti dan hingga kini kalimat itu seolah menjadi ancaman yang berulang. Itulah Ardi tak bisa menolak setiap keinginan Rianti. 

Setelah Ardi menikahi Riri, Rianti pergi meninggalkan kota itu dan terdengar kabar akan menikah dengan pilihan neneknya, Ardi dan Riri datang.

"Tidak akan ada yang berubah dengan hubungan kita," bisik Rianti ketika Ardi menyelaminya di pelaminan. 

Sejak itulah Ardi selalu berusaha untuk menyenangkan hati Rianti, agar dia tak bersikap aneh-aneh apalagi sampai menyakiti Riri sungguh hal yang sama sekali tak diinginkannya. Lalu kini, semua terjadi seperti ini. 

Ketukan pintu menyadarkan Ardi dari perjalanan ingatannya ke masa silam. Bergegas ia membuka pintu berharap Riri yang datang, dengan semangat Ardi membuka pintu yang sudah di depannya. 

"Hay, bee."

"Rianti…." 

Ardi tertegun melihat perempuan itu sudah berdiri di depannya dan mengulas senyum khas miliknya. Apakah yang akan dilakukan Rianti? 

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Tempe
padan muka ardi, dr awal dekati rianti pun niat dah tak.baik. main2kan perasaan orang. tak salah ke rianti tu juga. ardi tu yg salah besar
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
dasar tuh Rianty yg kegatelan sepertinya tuh RIanty ingin menguasai Ardi deh
goodnovel comment avatar
Nikmah Ezaweny
jadi cowok kok gk ada tegas² nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status