Bab 2
Dengan merogoh hampir seluruh dari tabungannya, Arza berhasil merental sebuah mobil yang lumayan bisa membuat penampilannya tampak lebih menarik.Kemarin ia mendapatkan sebuah informasi bahwa George sedang kerja keluar kota.
Dengan begitu, ia memastikan jika di rumah George hanya ada Nadine beserta anak-anak beserta para pembantunya.
Hari ini adalah hari libur.
"Pasti Nadine ada di rumah." tebaknya.
Arza berpikir ini adalah kesempatan bagus untuk mendekati Nadine tanpa sepengetahuan George. laki-laki yang dalam anggapan Arza cukup menjauhkan jarak antara dia dan sang mantan istri.
Dengan penampilan yang lebih rapi, serta semprotan parfum, membuat aroma tubuhnya yang biasa bau keringat sekarang lebih segar.
Sebelum sampai ke rumah tersebut, terlebih dahulu ia membeli sekeranjang buah-buahan segar.
"Kurasa Nadine tidak akan menolak kedatangan ayah dari anak-anaknya ini." Arza menepuk dad
"Kau mengusirku, Nadine?" mata Arza menatap nanar."Aku hanya bertindak atas apa yang harus kulakukan." tanggap Nadine."Tapi kurasa tidak seharusnya kau berkata seperti itu." lanjut Arza.Nadine mulai merasa tak suka dengan tingkah Arza yang terus mendebatnya."Begini, kamu datang kemari dan tujuanmu telah selesai, apalagi yang ingin kau lakukan?" Nadine melemparkan pertanyaan."Aku hanya ingin menemui anak-anak kita, Nadine." jawab Arza."Sudah kukatakan bahwa mereka sedang tidak berada di rumah.""Kalau begitu aku akan menunggu hingga mereka kembali.""Mereka akan pulang siang nanti. Sekarang masih pagi.""Baiklah, kalau begitu kita punya waktu setengah hari untuk berbicara dan mengobrol."Nadine menangkap gelagat aneh dari cara bicara Arza."Arza, aku ini wanita yang telah bersuami. Tidak sepatutnya aku menerima tamu laki-laki dari pagi hingga siang hari. Apalagi kau adalah laki-laki
"Mengapa kunci mobilku bisa berada di tanganmu?" Nadine panik.Perlahan Arza mendekat."Maafkan aku, Nadine. Aku masih ingin berbicara dan berbagi cerita denganmu. Tak bisakah kau menemaniku dalam waktu sebentar saja?" Ujar Arza."Kembalikan kunci mobilku!" teriak Nadine."Aku pasti akan mengembalikan kunci mobilmu. Tapi tidak untuk sekarang."Di tengah suasana yang mencekam Nadine tersadar bahwa ia harus menghubungi seseorang.Dengan cepat tangannya sibuk dengan layar ponsel."Baterainya habis. Aduh, tadi lupa dicharger." Ingin rasanya Nadine menangis dengan apa yang terjadi padanya hari ini. Sedangkan sebaliknya Arza, laki-laki itu justru merasa menang melihat Nadine kebingungan. "Nadine, kamu tidak usah panik. Aku tidak akan menyakitimu." imbuh Arza lagi."Jangan coba-coba menyakiti ataupun berbuat lebih. Aku bisa saja berteriak. Cepat kembalikan kunci mobilku!" ancam Na
Serta merta Nadine bergerak cepat dan secepat kilat merebut kunci mobil dari tangan Arza.Sekarang kunci itu akhirnya berada di tangan Nadine.Namun ketika Nadine bersiap menutup pintu mobil, tiba-tiba saja George mengambil gerak cepat melompat dan ikut masuk ke dalam kendaraan."Aaaaaa!” Nadine berteriak.Huupp!Arza melakukan sesuatu. Telapak tangan kanan Arza yang kasar segera membungkam mulut Nadine. Sementara tangan kirinya menahan tangan wanita itu, hal ini membuat perempuan tersebut tak mampu bergerak bebas."Nadine, sudah cukup aku bersabar dengan penolakanmu! Sudah cukup aku mengalah dengan sikapmu yang kasar dan tak bisa sedikitpun menerima kehadiranku." ucap Arza Kasar.Nadine ingin berontak, namun sama sekali ia tak bisa."Kau pikir kau akan dengan mudah lepas dariku? Hahaha." Arza tertawa lirih bak orang Gila.Batin Nadine mulai menangis. Tidak menyangka akan menemui hal sebegitu pelik.
Bab 68Di kamarnya, Nadine masih saja terbayang akan kejadian yang menimpanya tadi siang."Tunggu saja kau Arza akan kulaporkan kau kepada pihak yang berwajib!" Nadine berkata seorang diri."Berani-beraninya kau bersikap terlalu kurang ajar padaku!"geramnya lagi.Tidak terkira bagaimana besarnya kebencian yang Nadine rasakan atas perlakuan buruk Arza.Tengahnya dalam kekesalannya, sebuah notifikasi muncul di atas layar ponsel.Nadine mengernyitkan dahi."Nomor siapakah ini? Tidak tersimpan dalam kontak telepon." Nadine bingung. Perasaan malas membuatnya mengabaikan notifikasi itu. Notifikasi itu datang berulang kali.Terasa mengganggu, dengan malas, Nadine meraih ponsel. Lagi-lagi Nadine harus mengelus dada. Setelah dicek, nomor asing itu mengirimkan sebuah pesan yang cukup panjang.[Nadine, jangan pernah kau mengatakan apapun kepada orang lain meskipun suamimu sendiri, atas apa yang pernah terjadi denganmu. Khususnya ke
Nadine terkesiap dari lamunannya tatkala didengarnya suara bel. Ia melangkahkan kaki menuju ke ruang depan."Siapa, Bi?" Nadine bertanya kepada asisten rumah tangganya. "Alea, Nyonya." Jawab Bi Lasmi. "Alea?" Nadine mengernyitkan dahi. "Ini kan belum saatnya dia pulang?" Nadine bertanya heran. "Entahlah, Nyonya. Mungkin hari ini jadwal mata pelajaran lesnya memang sedikit, atau apalah. Hehee Bibi tidak tahu pasti masalah pelajaran sekolah. Maklum hanya tamatan SD." Bi Azmi terkekeh. Nadine hanya tersenyum simpul mendengarnya. Hari ini adalah jadwal untuk les privat bahasa Inggrisnya. Namun anak ibu pulang lebih cepat. Membuat Nadine bertanya-tanya. Kebetulan hari ini adalah hari libur nasional. Namun les buat Alea tetap berjalan seperti biasanya. &nbs
"Hentikan bicaramu. Datang-datang cuma ingin menciptakan kegaduhan!" Nadine mengumpat kasar. Untung di dapur sana tidak ada siapa-siapa. Jadi Arza bisa berpikir lebih. "Jikalau sudah selesai urusanmu di sini, pulang sana! Tidak usah berdiam diri berlama-lama di rumah kami!" "Laki-laki busuk!" cemoh Nadine lagi. "Hey, ada apa ini?" tiba-tiba sebuah suara berat mengganggu pendengaran mereka. Arza kaget. Itu suara George. Segera Arza berusaha menguasai keadaan. Mengekspresikan muka sedemikian rupa. Sedangkan George menatap Arza dengan raut muka curiga. "Maaf, Pak George. Saya tidak bermaksud untuk bertengkar dengan siapapun. Seperti yang sudah kuceritakan sama Bapak sebelumnya. Bahwa aku datang hanya dengan niat ingin berbicara biasa soal anak-anak. Tapi
"Ma, sebaiknya beri kesempatan pada Arza untuk menemui anak-anak. Tolong Mama jangan merasa tertekan. Papa hanya ingin Mama mengerti perasaannya Arza. Jika kesalahan di masa lalunya masih meninggalkan amarah di hati Mama. Tolong maafkan dia. Papa lihat, sekarang Arza sudah berubah lebih baik. Mungkin penjara telah menyadarkannya." George berbicara pelan dan hati-hati. Niat dalam hatinya adalah untuk memberi pengertian pada istri tercinta. "Pa, sebaiknya Papa dengar Mama. Mama mohon jangan percaya sama dia. Arza bukan orang baik, Pa. Sampai kapanpun dia bukan orang baik. Hatinya licik, sikapnya licin. Pandai berakting di sana-sini. Dia pendusta. Papa yakin seseorang seperti dia gampang untuk berubah? Tidak, Pa. Percayalah. Aku telah mengenal laki-laki itu sejak lama." Nadine berusaha untuk menjelaskan pribadi Arza kepada sang suami. "Ma, Papa tidak menyangkal ucapan Mama. Hanya saja, ta
Bab 72 "Ah kukira penting. Tanya ini itu, eh ternyata nyasar. Nomor aneh." Gerutu George sembari kembali duduk. "Kok bisa nomor nyasar ya, Pak? Ah zaman sekarang memang tak bisa ditebak. Banyak orang yang berperilaku aneh aneh." Timpal Arza. "Ya begitulah." "Oke Arza. Soal niatmu yang menginginkan nomor kontak Davin dan Divan. Akan kuberi tahu mereka terlebih dahulu. Jikalau mereka mengizinkan, maka sudah pasti aku akan memberitahumu. Tapi kamu tenang dulu. Jangan terlalu berkecil hati, meskipun sekarang mereka kelihatannya kurang berkenan, namun suatu saat aku yakin, mereka perlahan pasti bisa menerimamu kembali sebagai orang tua. Aku mengerti keadaanmu, Arza. Tetaplah untuk bersabar." George berkata dengan niat menghibur dan membesarkan hati Arza. Namun ternyata tanpa George ketahui, lelaki