Aidan tampak tersenyum mendengar perkataan yang terlontar dari Alesya. Ia pun mulai berpikir bahwa Aidan sangat setuju apa yang telah dikatakannya.
“Oh.. Teman ya, kenalin saya bos Devisi Aidan panggil saja morin!” ucapnya seraya mengulurkan tangannya, dengan senyum ramah.
“Saya Alesya Keiko! biasa dipanggil Alesya.” Sambungnya menjabat tangan yang telah diulurkan Morin dengan senyum sedikit kaku.
Tiba-tiba Aidan menerima telepon dari teman kantornya, “Baiklah saya akan segera kesana!” jawabnya tanpa terdengar suara dari sipenelpon.
“Ada apa?” tanya Morin langsung.
“Ini, Zelius menyuruh segera kekantor sebab, ada urusan yang harus ditangani!” balasnya menatap Morin.
Alesya yang menyaksikan mereka sedang mengobrol santai, membuat Alesya seperti tidak terlihat diantara mereka.
“Kami pergi dulu!” ucapnya kepada Alesya dengan nada datar.
Morin yang hanya menunduk dengan senyum ramahnya, ikut berpamitan kepada Alesya.
Mereka lalu beranjak meninggalkan Alesya. Yang sedang menatap jauh mereka berjalan berdampingan, punggung mereka tampak bersentuhan. Membuat Alesya berdecak kecal, “Dasar, Aidan bajingan tukang selingkuh!” gerutunya sambil berjalan.
Alesya tidak segera pulang, ia singgah ke restoran milik Misami, ia duduk dan merebahkan kepalanya dimeja dengan lesu.
“Bukannya pulang, malah mampir kesini! nanti buk Mutia mencemooh mu baru tahu rasa!” ujar Misami lalu menyodorkan air putih kepada Alesya.
Alesya kembali keposisi duduk tegak, ia menyambar minum dari tangan Misami. Langung meneguknya hingga tersisa setengah.
“Kau tidak tahu saja, aku ini lagi stres tahu. Makanya mampir!” Beritahu Alesya dengan tidak bersemangat.
“Apa terjadi sesuatu?” tanya Misami mengangkat alisnya sebelah.
“Kau mau dengar tidak cerita tentang kesialanku?” ucapnya, yang membuat Misami penasaran.
“Apa cerita tentang suamimu?” terka Misami langsung.
“Kau salah! Ini tentang temanmu si Grey,” dalih Alesya, yang sebenarnya ingin menceritakan tentang suaminya, namun tidak jadi. Aleysa menarik nafasnya lalu menyambung perkataannya kembali, “Ternyata, sibrengsek itu adalah direktur tempat aku melamar bekerja!”
“Bukankah itu bagus!” sela Misami.
“Bagus apanya, kau tahukan dia itu freak!” Kelakar Alesya dengan wajah masam.
“Kau tidak boleh begitu, Grey itu sebenarnya orang baik! kau saja belum terlalu mengenalnya,” bela Misami mencoba mendamaikan mereka.
“Kau... Aah sudahla, aku mau pulang!” Decihnya semakin kesal, akibat Misami lebih membela Grey. Alesya berjalan Melenggang kearah pintu keluar untuk segera pergi.
“Padahal sudah menikah, tapi kelakuan seperti bocah Sd!” gumam Misami tersenyum simpul.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, Alesya membuka pintu perlahan, tidak melihat ada siapapun disana. Ia masuk dengan ringan kaki, terpancar kelegaan diraut wajah Alesya.
"Syukurlah, mereka belum pulang juga." batinnya.Alesya memasuki kamarnya lalu menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur. Ia mendapatkan pesan dari Aidan, "Malam ini, kami sekeluarga sedang makan diluar! kau boleh pergi bersama temanmu." Isi pesan tersebut.
"Apa aku ini tidak keluargamu?" Alesya berbicara sendiri menatap ponselnya, dengan raut wajah kecewa. Alesya sudah lelah, ia tidak memperdulikan lagi isi pesan Aidan. Ia pergi berendam dibak mandi, setelah selesai ia pun tidur dengan rasa panas meruak ditubuhnya.
***
Orangtua Aidan memboyong mereka ke Restoran mewah.Terdapat diatas meja hampir penuh dengan makanan lezat dan mahal. Aidan menyantap makanan dengan lahap, ia belum pernah ketempat seperti ini lagi, setelah menikah dengan Alesya.
"Tambah lagi! Ini kan, ikan kesukaan kamu." Buk Mutia menyodorkan makanan kepada Aidan dengan senyum riang.
Aidan tersenyum, "Terimakasih. Mama juga harus makan yang banyak!" pintanya dengan manja.
Ayahnya yang melihat tingkah laku kedua orang yang ia sayangi hanya tersenyum bahagia, akhirnya keluarganya dapat berkumpul kembali.
"Aidan sayang, sesekali kamu ajak Maisan dong menonton! Besok kebetulan film kesukaannya akan diputar." Harap buk Mutia dengan raut wajah memohon.
"Baik Ma, besok Aidan juga akan mengajak Alesya sekaligus." jawab Aidan setuju.
"Tidak perlu! Alesya sama mama saja besok ikut serta keacara keluarga, sekaligus mengenalkannya dengan lainnya." dalih buk Mutia agar Aidan setuju.
Maisan tampak terlihat tersenyum simpul, dan menundukkan pandangannya.
"Iya pergi saja! kesiankan Maisan datang jauh-jauh dari luar negeri, namun tidak pernah keluar sama sekali," timpal pak Lutfi meyakinkan Aidan.
Aidan menghelakan nafasnya, "Baiklah ma, Aidan setuju," pungkasnya dengan sedikit tidak rela.
Mereka larut dalam suasana yang mereka rasakan, hingga berbincang-bincang dan sesekali tertawa.
Aidan menuju kekamar, ia ingin beristirahat. Namun mendapati Alesya sudah tertidur pulas, "Dia selalu saja, tidur seperti kelinci!" gumam Aidan hingga Senyumnya terpancar seketika. Aidan duduk menyendiri dibalkon, ia mengingat kejadiaan saat dikantor. Bahwa ia akan mendapatkan tugas keluar negeri atas apresiasi proyek yang telah ia kerjakan. Ia berpikir bagaimana akan mengatakannya kepada Alesya. Pagi telah memancarkan cahayanya, Aidan telihat terburu-buru kekantor. Alesya yang masih berbaring ditempat tidur, mendapati dasi yang dikenakan Aidan belum rapi, ia bangkit menghampiri Aidan dengan tampilan acak-acakan, ia menoleh kearah dada Aidan. "Ada apa? Kenapa melihat dadaku!" tanya Aidan kebingungan sembari menutup dadanya. "Badanmu, tolong menunduk sedikit." perintah Alesya setengah mengantuk. Aidan yang seperti terhipnotis, langsung menunduk seketika, dengan wajah yang masih bingung. Alesya merapikan dasi yang dikenakan Aidan, "Kau ini! Masa memakai dasi masih belum bisa j
Hingga spontan Grey menjauhkan ponselnya akibat suara Dino yang menyakitkan telinga. "Kalau tidak ada perlu akan kumatikan!" Respon Grey yang seketika hendak mematikan ponselnya.Dengan cepat Dino mencegah, "Hei tunggusebentar ini penting!" Cegatnya."Aku sibuk! tolong beritahu dalam satu menit." Ancam Grey sebab, ia tahu hal yang dikatakan Dino pasti tidak akan penting."Boy.. Listen to my words oke, begini malam ini, aku mengadakan pesta Halloween, jadi kuharap kau datang menggunakan kos... "Tutttt!!Belum sempat Dino menyambung katanya, Grey dengan tidak berperasaan mematikan ponselnya."Sudah kuduga dia pasti berbicara hal yang tidak penting!" Gerutu Grey sambil menjauhkan Ponsel yang ia pegang.***Alesya ingin keluar sebentar membeli beberapa pakaian untuk kerjanya, dan juga kostum Halloween. Ia tidak sengaja berpapasan dengan Ibu mertuanya, yang kebetulan juga akan pergi bersama
"Aku berjanji! tidak akan membuat sial kepada bosku lagi." Balas Alesya serius, ia juga mengangkat tangannya menghormat kepada Grey. "Kau terlalu overreacting tau ngak?" Ujar Grey seraya menyentil dahi Alesya. Tanpa disadari ia tersenyum atas perilaku Alesya yang menurutnya menarik. Alesya terperangah dengan senyum Grey yang ternyata sangat menyilaukan bagaikan cahaya melintasi kegelapan. "Tidak, sadarlah. Pria yang ada dihadapanmu tetaplah orang kejam, walaupun menawan!" Kata batin Alesya yang mencoba tidak terkecoh. "Aku akan pergi.!" Kata Grey yang sudah berdiri disamping Alesya. Namun Alesya masih terdiam terpaku, "Hei kau dengar tidak?" Tanya Grey, mencoba menyadarkan Alesya. "Kau sadar tidak, Bahwa kau sangat menawan saat tersenyum!" Utara Alesya tanpa sadar, ia menoleh Grey dengan senyum manis. DEG! Tiba-tiba Grey bergeming seketika pipinya perlahan berubah menjadi sedikit merah. "Dasar. Kau pikir aku akan memaafkanmu, setelah berkata seperti itu?" Grey berkelit tidak t
Aidan ingin berdiri agar kelihatan sopan, namun dicegat oleh Morin. “ Santai saja, lanjutkan makanmu!” pinta Morin. Aidan hanya tersenyum dan kembali duduk dengan santai seraya bertanya. “Apa Ibuk butuh sesuatu?” Morin tidak mengindahkan pertanyaan Aidan malahan dia sudah duduk di kursi kosong disamping Aidan. “Tidak, hanya saja aku ingin bersantai,” imbuhnya dengan senyum lebar. Aidan sedikit canggung karena Pria hidung belang yang melewati mereka menatap iri kepada Aidan, bagaimana tidak Morin sungguh sangat cantik. “Kenapa diam saja?” tanya Morin. “Apa jangan-jangan... Aku menganggumu? Lanjutnya kembali. “Eh? Bukan begitu!” sanggah Aidan cepat. Morin terkekeh melihat Aidan yang menanggapi serius. “Kau imut sekali,” lontar Morin spontan. Aidan menanggapi ucapan Morin dengan wajah menunduk malu. “Dia suka sekali bercanda,” gerutu Aidan dengan suara pelan. Dan mereka berakhir dengan makan bersama, hingga jam menunjukkan waktu makan siang telah berlalu. *** Alesya kelelahan ak
“Aku tidak boleh seperti ini! Aku harus segera pergi.” tekadnya meyakinkan. Alesya tanpa pikir panjang berlari secepat kilat. Aidan menghambur keluar namun tidak lagi melihat sosok Alesya ditepi jalan. “Dia pasti kabur, dasar!” gerutunya seraya kembali kemobil. Alesya ternyata tidak pergi, ia bersembunyi dibelakang pohon sambil memegang dadanya yang seperti tercabik-cabik. Dan tanpa sadar airmatanya menetes. “ Eh? Air apa ini? Apakah hujan?” tanyanya, ia menundukan kepalanya dan menahan isak tangisnya. “Tidak jangan lagi, tolong biarkan airmata ini jatuh untuk yang terakhir,” lirihnya pasrah. *** “Berhenti disini saja!”pinta Morin. Aidan menginjak rem, dan mempersilahkan Morin turun. “Aku akan segera menyiapkan laporan yang tertunda tadi, malam ini!” Ucapnya saat Morin membuka sabuk pengamannya. “Apakah ingin singgah sebentar? Dan menyelesaikan bersama?” saran Morin. “Tidak perlu! Isteri saya pasti sedang menunggu dirumah,” sambungnya, seraya tersenyum. “Baiklah, kalau begitu.
“Mama dan papa malam ini tidak tidur disini. Jadi aku akan tidur dikamar sebelah,” beritahunya sambil bergegas keluar setelah mengambil pakaian gantinya. “Hei...”panggil Alesya, ia juga mengepalkan tanganya. Namun raut wajahnya dalam keadaan tenang. “Ada apa?” sahut Aidan dingin. “Tidak ada!” Alesya menutup pintu segera. Ia masih mengepalkan tangannya dengan senyum kecut. “ Ini sudah berakhir! Tolong tidak usah dipikirkan lagi,” tekadnya menyemangati. Burung mencericip dari luar jendela, menandakan pagi telah tiba. Sejak kejadian tadi malam Alesya menjadi sulit tidur. Ia bangun perlahan dengan keadaan kurang fit. Tok tok tok! Alesya tidak mengindahkan ketukan pintu, ia kembali berselubung diselimutnya. “Rasakan! Siapa suruh tidur dikamar lain.” Batinnya menggerundel. “Aidan, nak. Bangun sudah pagi!” panggil buk Mutia. Alesya melompat dari tempat tidurnya mendengar suara orang yang dia tidak sukai dan langsung merapikan diri. Ia membuka pintu dan mendapati wajah buk Mutia beruba
“Kenapa tidak mengetuk pintu dari depan saja!?” celetuknya. “Aku sudah mengetuk dan memanggil! Jadi tidak perlu bertanya lagi. Ayo kita keluar dari sini.” usul Alesya yang tidak ingin membuang waktu.“Kalau begitu, ikut sarapan denganku!” ajak Aidan.“Kau saja! harini aku mulai kerja. Jadi, aku tidak ingin terlambat,” tolak Alesya.“Baiklah aku tidak akan memaksa!” Aidan berjalan keluar.“Tunggu sebentar!” cegat Alesya menhampiri Aidan.“Kau berubah pikiran?” ucapnya mengangkat alis sebelah.Alesya merapikan rambut Aidan yang acak-acakan.Aidan dengan sigap menepis tangan Alesya dengan cepat. “Apa yang kau lakukan?”“Aku tadi berbohong kepada ibumu, mengatakan kau tadi sedang mandi! jadi, kau harus rapi!” paparnya seraya tersenyum. “Tidak perlu! Aku bisa merapikan sendiri. Dan mulai sekarang jangan menyentuhku sembarangan lagi!” sergah Aidan dan langsung membalikan badannya sembari mengambil pakaian yang akan dikenakannya.Alesya menoleh jam dinding, ternyata sudah menujukkan pukul
“Jika ada yang mau ditanya, kamu bisa datang keruanganku, baiklah kalau begitu saya pamit.” timpalnya dengan tersenyum ramah. “Huft aneh, bukankah dia tadi bersikap kasar? Manusia memang tidak bisa diprediksi,” celetuk Alesya menggelengkan kepalanya. Aleysa membuka pintu ruangan-nya yang selama ini ia impikan, “Akhirnya aku bisa bekerja,” ucap batin-nya yang kembali bersemangat. Dan perlahan membuka pintu dengan penuh harap. Namun Pemandangan yang ia harapkan pupus sudah dengan apa yang telah dilihatnya didepan mata, orang-orang didalam tampak seperti benang kusut, dan dibawah mata mereka menghitam seolah tidak tidur selama berhari-hari. “Maaf... sepertinya salah ruangan.” Alesya menutup pintu lalu memencubit tangannya. “Aduh sakit,” ringisnya kesakitan dan kembali membuka pintu penuh harapan bahwa yang tadi dilihatnya hanyalah khayalan. “Hei kau anak baru? Buruan kesini, bantu aku memprint berkas ini!” pinta pria jangkung yang tampak semrawut itu. “Shit... Ini bukan khayalan!