Share

Angsa Cantik

Author: Galuh Arum
last update Last Updated: 2021-08-29 21:50:47

Semua dewan direksi ikut dalam rapat dadakan yang diadakan Mas Bambang. Ia memperkenalkan aku sebagai CEO perusahaan ini. Semua mata memandang seperti mengejek.

Tak sedikit juga memandang sinis. Aku tidak peduli. Terutama, Harlan yang kini turun jabatan menjadi bawahanku. Entah ini keputusan benar atau tidak.

Aku menegakkan tubuh, saat netra ini bersirobok dengan Mas Wiji. Aku tahu kamu pasti kaget saat ternyata aku menjadi seorang yang tinggi derajatnya di atas kamu. 

Akan kubuat menyesal kamu, Mas.

"Perkenalkan, ini istri saya, Raisa. Semua yang berhubungan dengan perusahaan langsung ditangani oleh Raisa." Mas Bambang memperkenalkan aku pada karyawannya.

"Senang, berjumpa dengan kalian. Semoga saya bisa bekerja sama dengan kalian," ucapku. 

"Pa, tidak bisa seperti itu!" teriak Harlan. 

"Semua keputusan tidak bisa diganggu gugat. Ingat, saya yang memiliki kuasa di sini." Walaupun sudah tua, Mas Bambang kembali bisa bersikap tegas.

Sebelumnya, ia tidak berdaya. Hanya mengurung diri di kamar. Hidup dengan meminum obat tanpa memiliki keinginan hidup lebih panjang.

Tidak banyak yang disampaikan oleh Mas Bambang. Rapat selesai, dan mereka satu persatu meninggalkan ruangan.

"Saya ke toilet dulu, Mas."

"Iya."

Aku berjalan ke toilet, tetapi jalanku terhalang oleh Mas Wiji. Ia menarik tanganku dengan kencang, dan membawaku ke lorong kantor yang sepi.

"Lepaskan aku!" pekikku sembari melepas cengkeramannya.

"Sa, ini kamu, Raisa?" tanyanya.

"Iya, ini aku. Memang kenapa?" Aku sudah mengetahui pasti dia akan berusaha mendekatiku.

"Ka--kamu kenapa bisa menikah dengan Pak Bambang. Kamu gila, usia dia lebih tua dari kamu. Jauh sekali, Sa."

Aku mengangkat dagu, aku rasa dia hanya mengejekku. Menikah dengan Mas Bambang memang keinginanku. Dan aku menikahinya dengan ikhlas. 

Walaupun sudah tua, ia lebih baik dari pada Mas Wiji. Persetan dengan gunjingan orang.

"Aku nggak gila. Aku sadar, usianya lebih tua memang, tapi dia lebih baik dari pada kamu."

"Sa, aku tahu, aku salah. Maafkan aku, Sa."

Apa? Maaf? Enteng sekali dia bicara hal itu. Apa ia lupa saat berselingkuh dengan wanita sialan itu? Ck! 

"Enak saja kamu bilang maaf, permisi aku masih banyak keperluan."

Ia menahanku, menarik lengan ini hingga aku tersudut di pojokan. Sialan, mau apa Mas Wiji?

Aku mencoba berontak, tetapi ia sangat kuat.

"Kamu berbeda dari yang dulu, Sa. Cantik, andai kamu dulu seperti ini. Mungkin aku tidak akan berpaling."

"Aku masih beruntung bisa lepas dari kamu, pria yang hanya mengungkap kecantikan sang istri, tanpa mau memberikan lebih."

"Kamu berubah cantik pasti uang dari Bambang, kan?" 

"Iya, kenapa?"

Mas Wiji bergeming. Entah, apa yang kini ada dipikirannya. Dalam hidupnya hanya ada wanita yang sempurna. Akan tetapi, ia tidak sadar dirinya tidak berguna.

"Di mana Arman?"

"Kamu menanyakan di mana Arman? Dia aman, tidak perlu kamu tanyakan. Selama ini pun kamu tidak peduli dengannya. Untuk apa bertanya."

Hati ini perih, saat ia menanyakan Arman. Kemana ia saat kami kelaparan? Aku tidak bisa mengatakan betapa menderitanya kami. Arman selalu merengek meminta makan telur, tapi yang ada aku kembali memberikannya nasi bercampur garam. Atau tempe yang aku beli dengan harga 2.000 di warteg.

Aku tak henti mengumpat mantan suamiku yang bejat. Saat aku menjadi itik buruk rupa, ia mencampakkan aku, kini ketika angsa ini berubah menjadi cantik. Seolah ia lupa pernah mencampakkanku.

"Apa pedulimu, hah?"

"Kamu sendiri yang tidak mau memberikan Arman padaku."

"Tidak akan, Mas. Bisa-bisa anakku mati di tangan gundikmu!"

"Enak saja bicara kamu."

"Bisa apa dia, sekarang pun aku yakin kalian belum memiliki anak."

Aku menarik napas pajang. Wajah Mas Wiji sudah pucat, segera aku tinggalkan saja dia. Air mata ini harusnya tidak menetes, tapi aku teringat saat sulit dulu. Saat ia membuangku.

***

"Belum puas kamu menikah dengan Papaku, sekarang kamu membuat dia memberikan perusahaan ini untukmu, hebat sekali kamu, Raisa." Harlan kini membuat aku sakit kepala. 

Pria paruh baya itu sudah tua, tapi tidak punya pikiran. Andai ia mau merawat ayahnya, pasti Pak Bambang tidak memberikan hartanya untukku. 

Mereka hanya mengincar harta. Tanpa mau peduli dengan orang tunya. Bahkan, mereka terlihat sangat senang jika Pak Bambang meninggal. 

Mereka belum tahu jika semua aset sudah jatuh atas namaku. 

"Aku memang hebat, asal Pak Harlan tahu, semua bukan kemauanku. Ini murni keinginan dari Pak Bambang."

"Halah, wanita licik."

Aku tidak mau menanggapinya. Bisa-bisa seluruh kantor memperhatikan kami. Segera aku menghindar darinya. Mas Bambang sudah menungguku di mobil. Hari ini cukup perkenalanku, dan puas sudah membuat Mas Wiji kapok. Ini belum seberapa Mas, lihat besok apa yang akan kulakukan.

"Sudah, Sa?" tanya Mas Bambang.

"Sudah, Mas. Kita mau kemana lagi?" tanyaku. 

"Saya mau ke rumah sakit, kamu mau mengantar saya?" 

Tanpa harus ditanya pun aku akan mengantar kemana ia mau. 

"Iya, Mas."

"Arfian, terima kasih."

Pria muda itu menunduk. Lalu, membantu Mas Bambang masuk ke dalam mobil. Arfian mengulas senyum padaku.

Mas Bambang tidak banyak bicara, aku pun belum bercerita tentang Mas Wiji. Aku takut membuat ia tidak enak hati. 

"Jangan pernah percaya pada siapa saja di perusahaan itu."

"Termaksud, Arfian?"

"Iya."

"Bukannya, Mas percaya sama dia?"

"Awalnya sangat percaya, tapi saya pikir jangan percaya pada siapa pun."

"Sama saya juga begitu?"

"Tidak. Saya percaya sama kamu, kalau kamu mau, saat ini kamu bisa mengusir saya jika kamu mengincar harta saya."

Netraku sudah berembun. Pantas saja mereka menyebutku kacang lupa kulitnya. Memang, jika mereka tidak menerimaku menjadi suster pengasuh Papa mereka, pastilah aku masih menggembel di jalan. 

Tidak tahu juga bagaimana nasib Arman kala itu. Akhirnya air mata ini tumpah membasahi pipi.

"Raisa nggak tahu kalau nggak ada keluarga Mas, mungkin kami masih tidur diemperan jalan."

Lagi, aku menangis tergugu di hadapan Mas Bambang. Anakku senang saat ia memasuki rumah besar milik Mas Bambang.

Bahkan, ia kembali ceria saat menemukan kasur empuk di kamar. Kembali aku mengingat celoteh Arman.

"Bu, kita bisa tidur di kasur. Arman sakit badannya tidur di emperan. Arman juga takut kenapa-kenapa sama Ibu makanya Arman nggak pernah tidur."

Aku mengusap sudut mata, celotehannya membuat aku menangis. Tidak menyangka, jika ia begitu menjaga Ibunya.

"Sudah, Sa."

Tepukan halus di pundakku membuat aku tersadar dari lamunan. Ini memang takdirku, kesulitan yang kualami membuat aku kuat dalam menjalani hidup. 

Sekarang bukan Mas Wiji saja yang kuhadapi, tapi kelima anak Mas Bambang. Kuat, Sa, aku harus kuat. 

***

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kubuat Mantan Suami Jatuh Miskin   Kebahagiaan Dua Manusia

    Ibunya Rianti memeluk Raisha dengan berlinang air mata. Wanita tua itu tidak menyangka jika putrinya sudah meninggal. Setelah penguburan yang tidak memakan waktu banyak, Raisha kembali ke rumah Budenya."Bagaimana bisa terjadi seperti ini?" tanya wanita tua itu.Suasana masih sangat berkabung. Raisha kembali berpikir ulang untuk menceritakan kejadian semula. Mereka masih sangat berduka dan tidak mungkin bisa mendengar cerita Raisha."Sa, ceritakan pada Bude." Wanita tua itu memulai memaksa."Bude, nanti saja. Kalian masih berduka, aku tidak mungkin bercerita tentang hal itu." Sebisa mungkin Raisha menolak."Tolong." Wanita itu terus memohon.Setelah memohon berulang kali pada Raisha, akhirnya wanita tua itu menjerit mendengar kelakuan Rianti sebelum meninggal. Ia berulang kali memukul dada yang sesak. Tak tahan, Raisha memeluk Bude dengan pedih. Itu sudah masa lalu dan ia pun sudah memaafkan Rianti.Ibunya Rianti tidak menyangka

  • Kubuat Mantan Suami Jatuh Miskin   Pembunuhan

    Raisha merebahkan tubuh di kasur setelah lelah membuat Rianti terpojok. Ia sudah tenang karena wanita itu sudah mau di pulangkan ke kampung. Setelah berdebat panjang lebar dan Rianti tidak bisa menolak lagi.Akhirnya satu masalah terselesaikan.Bambang masuk ke kamar setelah pulang dari rumah Harlan. Wajahnya masih sangat tegang saat emosi memuncak membuat dirinya harus meminum obat untuk menenangkan diri."Mas, sini aku pijitin," ujar Raisa pada suaminya."Nggak usah, Sa. Kamu juga lelah sepertinya." Bambang menolak karena melihat Raisah pun sudah lelah."Sa, waktu penyelidikan audit, kamu memeriksa Harlan juga?""Iya, kenapa?""Apa yang kamu temukan tentang dia?""Tidak ada hal aneh. Dia bersih."Bambang menggeleng. Tidak mungkin Harlan bisa bersih, sedangkang Wiji saja bisa tertangkap auditor. Ia kembali mengambilponsel,lalu mencoba menghubungi beberapa audito

  • Kubuat Mantan Suami Jatuh Miskin   Kecemasan Harlan

    "Makan yang banyak, aku tahu kamu sudah lama nggak makan enak," cibir Raisha.Rianti tidak memperdulikan ucapan Raisha. Kini, hanya makanan enak di hadapannya yang begitu menarik. Raisha pun paham dengan sikap Rianti karena ia pernah menjadi seperti dia."Kamu akan diantar pulang ke kampung."Rianti memberhentikan aktivitas makannya, lalu menantap bingung pada Raisha."Pulang ke mana?" Rianti bertanya balik."Kampung, bertemu dengan keluargamu. Untuk apa lagi kamu di sini? Apa kamu mau aku antar ke kelab malam itu?""Ja--jangan, Sa." Makanan dari mulutnya hampir saja ke luar saat ia berbicara.Raisha tertawa renyah melihat Rianti yang sangat takut dengan ancamannya. Dia pikir Raisha akan membawanya ke rumah besar suami barunya. Namun, ternyata tidak. Setelah makan, Rianti dititipkan di rumah Irma setelah itu besok akan diantarkan oleh supir."Apa aku bisa tinggal di rumah kamu sementara saj

  • Kubuat Mantan Suami Jatuh Miskin   Kejahatan Berbuah Kesengsaraan

    Bambang menghapiri Raisha di kamar, pria itu mengelus lembut telapak tangan sang istri, lalu mengecupnya. Ia merasa menyesal sempet tidak percaya dan seolah-olah berpikir sang istri sedang berhalusinasi.Pria itu berjanji akan melakukan apa pun untuk membuat Raisha bahagia. Walaupun dia tidak bisa melindunginya secara langsung, setidaknya akan ada banyak yang menjaganya.Bambang kembali ke ruang kerja dan berbicara empat mata dengan Heri. Tidak lama Irma datang untuk ikutmeetingdengan mereka tanpa sepengetahuan Raisha."Maksud kamu Wiji bebas bersyarat?" tanya Bambang."Iya, Pak. Sudah beberapa hari Bu Raisha seperti diteror, tetapi Wiji berbuat seolah-olah Ibu berhalusinasi."Bambang berpikir sejenak dengan apa yang dituturkan Irma. Kalau benar, berarti kejadian tadi memang nyata. Dan, Wiji sangat pintar membuat semua orang percaya kalau Raisha itu berhalusinasi.Sampai dirinya saja tidak p

  • Kubuat Mantan Suami Jatuh Miskin   Siapa Dalang semua ini

    Keduanya terkesiap melihat mobil terbakar. Tubuh Raisha mendadak lemas, lututnya pun tak mampu bangkit dari duduknya. Sementara Irma, menarik napas panjang dan bergegas menelepon pihak polisi."Bu, tenang."Kalimat itu selalu Irma lontarkan kala melihat Raisha cemas. Hal ini tidak bisa didiamkan karena sudah masuk kriminal. Irma membantu Raisha duduk di pinggir jalan. Masih dengan kondisi sangat syok, Raisha hanya bisa terdiam."Ini sudah kriminal, Bu. Saya sudah telepon polisi untuk menuntaskan semua.""Bagiamana kita melaporkan ke polisi, sedangkan mereka saja menutupi jika Wiji sudah ke luar dari penjara? Apa kamu yakin mereka akan menindak jika memang ada persekongkolan?"Irma membenarkan apa yang dituturkan Raisha. Kini, dia harus memutar otak untuk mencari tahu semuanya. Sepertinya memang benar ada persekongkolan orang dalam hingga membuat mereka mudah membuat pihak Raisha panik."Saya pikirkan lagi, yang

  • Kubuat Mantan Suami Jatuh Miskin   Khayalan atau Nyata

    Raisha sudah mulai pergi ke kantor menyelesaikan beberapa hal yang harus diselesaikan olehnya. Ia melangkah masuk ke lobi, beberapa karyawan mulai menyapanya.Dia masuk ke dalam lift, lalu tidak lama masuk seorang pria mengenakan jaket hoodie ikut masuk ke lift. Raisha tidak memperhatikannya semula, tetapi pria itu memangilnya dan membuatnya tersentak."Mas Wiji?" Tubuhnya bergetar hebat saat tahu pria yang harusnya di penjara itu kini berada di sampingnya."Kamu akan membalas semua yang telah kamu perbuat padaku. Perlahan, tapi pasti."Lift terbuka, Raisha langsung bergegas meningalkan Wiji. Wajah putihnya berubah menjadi pasi, ia melangkah dengan cepat ke ruangan Irma untuk memberitahukan apa yang ia lihat tadi."Ada apa Bu Raisha?" Irma bertanya saat melihat Raisha begitu cemas."Mas Wiji mengancamku!""Mengancam? Bagaimana bisa, kan dia ada di penjara?""A--aku, nggak tahu. Tiba-tiba sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status