Share

Info dari Seseorang

"Kalau boleh tau, dia turun di mana?"

"Turun di terminal, Pak. Tapi enah naik bis yang mana."

"Baiklah. Terima kasih, infonya."

Terminal? Itu berarti ia akan keluar kota. Tapi, apa ia akan menemui orang tuanya? Ya sudah, besok aku kan ke rumah Ibu dan Bapak. Semoga memang ada di sana. Kalau pun ada di sana, aku sudah senang karena ia ada walau kami berjauhan.

Perceraian ini membuatku tersiksa, perceraian yang tak kuinginkan, tapi harus kujalani karena semua kesalahanku. Sesal di hati ini masih dapat dirasakan, namun perjalanan masih panjang. Kuharap yang terbaik untuk Tika.

Kuingat-ingat lagi saat terakhir kami bersama. Sehari sebelum kepergiannya, kami sempat menghadiri acara di sekolah Faiz. Acara pemberian sertifikat dan mahkota bagi yang sudah hafal juz 30. Saat itu kedua orang tua siswa harus hadir di sana.

Walau kami sudah bercerai, aku dan Tika datang ke sana bersama dengan membawa serta Kia. Saat itu kami serasa keluarga harmonis, lengkap dan merupakan hari yang membahagiakan untukku.

Orang tua dipanggil ke depan, kemudian anak-anak memberikan mahkotanya untuk kami. Aku sangat terharu saat itu, sama halnya dengan Tika yang berkaca-kaca saat Faiz memberikan mahkota untuknya.

Seusai acara kemarin, bibir Faiz mengerucut. 

"Apa yang membuatmu sedih? Kamu sudah lulus juz 30, Ayah bangga padamu," sahutku.

"Maaf Ayah, aku sedih karena Ayah dan Ibu habis ini pasti berpisah lagi. Rumah Ayah juga udah nggak di rumah ibu. Aku bingung, ingin sama ibu, tapi ibu malah menyuruhku sama ayah terus," komplain Faiz.

Anak itu bisa merasakannya. Orang tuanya sudah tak bersama.

"Tapi, Faiz takkan pernah kehilangan kasih sayang kami. Bunda sayang banget sama Faiz dan Kia. Ayah juga sayang banget sama kalian. Jadi, walau rumah kami berbeda, tapi kami tetap orang tua kalian," sahut Tika. Ia mengatakan sembari berjongkok, menatap mata Faiz, dan membelai pipinya.

Faiz memeluk bundanya, matanya basah dan berair. Tangannya melingkari leher Tika. Kia menghampiri dan ia diantara Tika dan Faiz.

"Aku juga sayang sama Bunda, sama Ayah juga. Tapi enggak sama Mama Cynthia. Mama Cynthia kadang-kadang suka nyebelin," katanya.

Saat itu Faiz mengungkit soal Cynthia juga. Aku sependapat dengan Faiz mengenai Cynthia. Ia kadang memang seperti itu.

"Ayah juga sayang sama Faiz, Kia dan Bunda juga. Tapi kalau dengan Bunda, Ayah sudah tak bisa sama-sama lagi," jelasku.

"Iya, Yah. Faiz ngerti."

"Faiz dan Kia pulang sama Ayah ya! Bunda ada perlu dulu," pinta Tika.

Keduanya akhirnya menurut. Mereka mengangguk tanda setuju dengan keputusan bundanya.

"Mas, kamu udah selesai makannya?" suara Cynthia meluruhkan semua lamunanku.

Ah, lamunanku selalu tertuju padanya. Orang yang benar-benar kucintai dan kusayangi. 

"Sudah dari tadi. Barusan ada yang telepon dari seseorang yang melihat Tika di angkutan umum," jelasku.

"Tika naik angkot? Mau kemana dia?" 

"Katanya sih turun di terminal. Kurasa ia ke kampung halamannya. Makanya besok aku akan menyusulnya ke sana. Nggak apa-apa kan?" 

"Hmmm." Cynthia menghela napas kasar.

"Kamu jangan begitu, aku kasihan sama anak-anak kehilangan Bundanya." Ku mencoba memberi pengertian pada Cynthia.

"Anak-anak katamu, Mas? Bukannya karena kamu masih sangat mencintainya? Iya kan? Ya Allah, Mas. Mas itu udah berpisah talak tiga loh sama dia. Maksa banget sih nyarinya," sahut Cynthia.

Bersambung 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status