Share

Info dari Seseorang

Author: Fetina
last update Last Updated: 2023-10-27 20:38:11

"Kalau boleh tau, dia turun di mana?"

"Turun di terminal, Pak. Tapi enah naik bis yang mana."

"Baiklah. Terima kasih, infonya."

Terminal? Itu berarti ia akan keluar kota. Tapi, apa ia akan menemui orang tuanya? Ya sudah, besok aku kan ke rumah Ibu dan Bapak. Semoga memang ada di sana. Kalau pun ada di sana, aku sudah senang karena ia ada walau kami berjauhan.

Perceraian ini membuatku tersiksa, perceraian yang tak kuinginkan, tapi harus kujalani karena semua kesalahanku. Sesal di hati ini masih dapat dirasakan, namun perjalanan masih panjang. Kuharap yang terbaik untuk Tika.

Kuingat-ingat lagi saat terakhir kami bersama. Sehari sebelum kepergiannya, kami sempat menghadiri acara di sekolah Faiz. Acara pemberian sertifikat dan mahkota bagi yang sudah hafal juz 30. Saat itu kedua orang tua siswa harus hadir di sana.

Walau kami sudah bercerai, aku dan Tika datang ke sana bersama dengan membawa serta Kia. Saat itu kami serasa keluarga harmonis, lengkap dan merupakan hari yang membahagiakan untukku.

Orang tua dipanggil ke depan, kemudian anak-anak memberikan mahkotanya untuk kami. Aku sangat terharu saat itu, sama halnya dengan Tika yang berkaca-kaca saat Faiz memberikan mahkota untuknya.

Seusai acara kemarin, bibir Faiz mengerucut. 

"Apa yang membuatmu sedih? Kamu sudah lulus juz 30, Ayah bangga padamu," sahutku.

"Maaf Ayah, aku sedih karena Ayah dan Ibu habis ini pasti berpisah lagi. Rumah Ayah juga udah nggak di rumah ibu. Aku bingung, ingin sama ibu, tapi ibu malah menyuruhku sama ayah terus," komplain Faiz.

Anak itu bisa merasakannya. Orang tuanya sudah tak bersama.

"Tapi, Faiz takkan pernah kehilangan kasih sayang kami. Bunda sayang banget sama Faiz dan Kia. Ayah juga sayang banget sama kalian. Jadi, walau rumah kami berbeda, tapi kami tetap orang tua kalian," sahut Tika. Ia mengatakan sembari berjongkok, menatap mata Faiz, dan membelai pipinya.

Faiz memeluk bundanya, matanya basah dan berair. Tangannya melingkari leher Tika. Kia menghampiri dan ia diantara Tika dan Faiz.

"Aku juga sayang sama Bunda, sama Ayah juga. Tapi enggak sama Mama Cynthia. Mama Cynthia kadang-kadang suka nyebelin," katanya.

Saat itu Faiz mengungkit soal Cynthia juga. Aku sependapat dengan Faiz mengenai Cynthia. Ia kadang memang seperti itu.

"Ayah juga sayang sama Faiz, Kia dan Bunda juga. Tapi kalau dengan Bunda, Ayah sudah tak bisa sama-sama lagi," jelasku.

"Iya, Yah. Faiz ngerti."

"Faiz dan Kia pulang sama Ayah ya! Bunda ada perlu dulu," pinta Tika.

Keduanya akhirnya menurut. Mereka mengangguk tanda setuju dengan keputusan bundanya.

"Mas, kamu udah selesai makannya?" suara Cynthia meluruhkan semua lamunanku.

Ah, lamunanku selalu tertuju padanya. Orang yang benar-benar kucintai dan kusayangi. 

"Sudah dari tadi. Barusan ada yang telepon dari seseorang yang melihat Tika di angkutan umum," jelasku.

"Tika naik angkot? Mau kemana dia?" 

"Katanya sih turun di terminal. Kurasa ia ke kampung halamannya. Makanya besok aku akan menyusulnya ke sana. Nggak apa-apa kan?" 

"Hmmm." Cynthia menghela napas kasar.

"Kamu jangan begitu, aku kasihan sama anak-anak kehilangan Bundanya." Ku mencoba memberi pengertian pada Cynthia.

"Anak-anak katamu, Mas? Bukannya karena kamu masih sangat mencintainya? Iya kan? Ya Allah, Mas. Mas itu udah berpisah talak tiga loh sama dia. Maksa banget sih nyarinya," sahut Cynthia.

Bersambung 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Keluarga Bahagia

    Kesadaranku akhirnya sudah penuh. Aku lepaskan ia, dan ternyata ia Yuni, bukan Tika. Beruntung aku tak menyebut nama almarhumah istriku, takutnya nanti Yuni tersinggung jika aku menyebutnya."Eh, iya. Maafkan ya, Yun. Mas Wahyu masih kangen dan ingin selalu dekat kamu. Kamu benar-benar ngegemesin buat Mas," sahutku sambil menjawil hidungnya yang bangir."Eh, Mas Wahyu terus aja colek-colek. Aku mau wudhu lagi sekarang. Mas jangan gangguin lagi ya!" sahutnya dengan wajah galaknya. Lebih tepatnya sok galak, padahal aku tau kalau Yuni nggak bakal bisa galakin suaminya."Iya, silahkan Dek. Aku juga dari tadi nungguin kamu kok, sampe ketiduran gini."Yuni kembali ke kamar mandi, sementara pandanganku tertuju pada ponselku.[Mas, aku sudah keluar dari sel tahanan kemarin. Bisa kita bertemu?] tanyanya di pesan aplikasi hijau.Mau apa Cynthia menghubungiku? Apa ia mau menjadi istriku kembali? Ah, jangan harap karena aku sudah memiliki istri shalihah seperti Yuni.Pikiranku masih dipenuhi pert

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Malam yang Indah

    Aku memandangi wajahnya lagi. Menelisik kebenaran yang ada padanya. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap di kamar ini, bersama dengan Yuni dan Kia. Biarlah aku dengan mereka malam ini."Yah, ayo kemari!" Kia menunjuk-nunjuk pada tempat tidur yang sudah ia naiki lebih dulu.Aku melempar senyum dan menghampiri anakku. Yuni pun mengikuti di belakang. "Iya, Sayang. Ayah akan tidur di sebelah Kia. Sekarang udah malam, Kia cepat-cepat tidur karena esok kita ada agenda untuk bertemu bunda," sahutku mengingatkannya.Kia mengerutkan dahinya. Ia baru mengingat agenda kami esok. Atau mungkin Kia belum tau kalau kami memang akan mengunjungi makam Almarhumah Tika."Iya, Yah. Aku mau tidur sekarang aja. Kan mau ketemu Bunda. Tapi, sepertinya aku tidur di kamarku saja. Kasian Kak Faiz tidur sendirian di sana. Biar aku di sana saja, takutnya kakak besok kesiangan, jadi aku harus membangunkannya," jawab Kia.Gadis kecilku malah akan meninggalkan kamar kami. Pandanganku beralih pada Yuni, ia menunduk,

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Ada Kia di Malam Pertama Wahyu dan Yuni

    Yuni menganggukkan kepalanya. Setelah terlihat agak sepi, Kia meminta Yuni duduk. Ia memijati Yuni, kulihat Yuni jadi salah tingkah saat kakinya diminta diangkat dan bertumpu pada salah satu kursi yang dibawa Kia. Kia memijat Yuni pada posisi jongkok."Udah ... udah Kia. Nggak usah, nanti aja ya. Kamu juga pasti capek kan?" Yuni berusaha mendaratkan kakinya. Ia merayu Kia dan akhirnya Kia tak meneruskan pijatannya karena tamu datang kembali. Mereka sudah antri untuk bersalaman dengan kami."Kia, udah ya! Tolong bawa kembali kursinya. Nanti kalau acara sudah selesai, kamu bisa pijat kaki Mama," jelasku. Ia mengerti dan tak meneruskannya. Bapak membantu Kia untuk membawakan kursi ke tempatnya kembali.Acara berlangsung lancar dan tak ada kendala yang begitu sulit. Semua bisa diatasi dengan baik oleh tim panitia.Tibalah kami untuk beristirahat. Yuni sudah ke kamar lebih dulu, sedangkan aku masih mengobrol dengan Ibuku dan kedua orang tua Yuni."Nak Wahyu, kalau sudah capek, kamu istirah

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Pernikahan Wahyu dan Yuni

    Yuni diam. Ia tidak mau berkata-kata lagi terhadapku. Aku masih menunggu ia bicara sambil menghela napas berkali-kali."Maksudnya aku mau jadi istrimu, Mas. Insya Allah aku kan fokus mengurus Kia, Faiz, Andini dan anak-anakku nanti."Aku tak percaya dengan yang baru saja kudengar dari mulut Yuni. Ia mengatakan mau menjadi istriku.Puji syukur pada Allah yang sudah memberikan jawabannya. Akhirnya Kia dan Faiz punya Bunda lagi, begitu juga Andini, mamanya masih menjalankan hukuman. Tapi, ia bisa menganggap Yuni sebagai mamanya juga nanti."Alhamdulillah, terima kasih, Yun. Setelah ini, aku kan menemui Bapak dan Ibu untuk membicarakan pernikahan kita. Kamu maunya gimana?" Aku harus tau maunya Yuni karena ia masih gadis. Setidaknya seorang gadis ingin melaksanakan pesta pernikahannya nanti. Aku tak keberatan dan akan melaksanakan keinginannya."Kalau aku terserah Mas Wahyu saja. Aku ikut saja keputusan pembicaraan Mas Wahyu dan kedua orang tuaku," sahut Yuni."Kamu juga harus ikut karena

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Kejutan dari Anak-anak dan Yuni

    "Kan Kia yang minta Tante Yuni selalu jagain Kia. Masa lupa sih?" Aku menimpali anakku yang kebingungan ada tantenya bersamanya saat ini."Iya, Kia yang minta Tante. Kalau Kia nggak mau Tante temenin, ya udah deh. Tante mau pulang dulu," kata Yuni.Kia mencegahnya dan mengatakan kalau ia sangat senang ditemani oleh tantenya."Tante, kapan jadi bundaku?"Tetiba Faiz datang dan nyeletuk pada Kia."Iya aku juga mau kalau yang jadi bundaku selanjutnya itu Tante Yuni. Aku bisa lihat bundaku pada diri Tante," ungkap Faiz. Anak ini juga bicara berdasarkan hatinya."Ya Allah, Tante nggak nyangka kalian punya pikiran seperti itu. Tante hanya nggak mau kalau dianggap sebagai perebut Ayah kalian dari Bunda Tika," sahut Yuni."Nggak dong, Tante. Kan Bunda udah nggak ada. Pasti Bunda seneng kalau Ayah ada yang urus," jawab Faiz bijak.Aku hanya diam mendengarkan percakapan mereka. Sesekali tersenyum mendengar ocehan anak-anak cerdas ini."Baiklah, akan Tante pikirkan dulu ya!" sahut Yuni. Semoga p

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Membawa Kia ke Klinik

    "Ya, aku yakin Yun. Bagaimana tanggapanmu? Apa kamu mau menerimaku?" tanyaku dengan penuh keyakinan."Aku ... aku butuh waktu, Mas. Aku tak mau jadi pengkhianat bagi kakakku. Kuburan Teh Tika masih basah, Mas. Mas udah mau menikahiku. Rasanya aku merasa bersalah jika itu terjadi," jawabnya.Ia menolakku. Itu berarti ia tak menginginkannya. "Baiklah jika itu keputusanmu. Itu berarti kamu tak mau kan?" Aku menegaskan kembali."Bukan seperti itu, Mas. Aku hanya tak mau dianggap sebagai perebut mantan suami kakakku," sahut Yuni dengan suara bergetar."Tenang, Yun. Takkan ada yang menganggapmu seperti itu. Aku akan menghadapi mereka langsung. Ini juga keinginan Kia dan Faiz. Mereka tak menginginkanku menikahi wanita lain selain kamu, Yun," sahutku."Tapi, Mas. Aku takut. Bolehkah aku berpikir dan meminta pertimbangan pada Bapak dan Ibu?" tanya Yuni."Baiklah kalau seperti itu. Aku akan menunggu jawabanmu. Sebenarnya Bapak udah tau, beliau memintaku untuk bertanya langsung padamu." Aku ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status