"Lusi ...."
Pria itu akhirnya bersuara. Dia mendongak, menatap Lusi yang hanya diam dengan sorot mata datar.
"Lus, tolong ampuni aku. Aku hanya akan menikahi Mila sampai bayinya lahir, setelah itu aku akan menceraikannya. Tolong mengertilah posisiku, Lus."
Bajingan itu lagi-lagi menggenggam tangan Lusi dengan sangat erat. Tetapi, sang wanita sudah tak memedulikannya.
"Aku sudah jujur padamu, Lus, dan aku akui semua kesalahanku. Aku khilaf, maaf."
Lusi terkekeh hambar. Jujur setelah berselingkuh itu bukanlah kejujuran, tapi keterpaksaan.
"Mas, tadi kamu bilang aku terlalu sempurna? Lalu, kamu bilang jika kamu jenuh? Terus, kamu melampiaskannya dengan cara berselingkuh? Itu biadab namanya, Mas!"
Raka diam. Kali ini dia tidak menunduk, tapi menatap istrinya dengan sesal. Sayangnya, Lusi memilih melempar pandangan ke depan.
"Kamu tahu, Mas? Aku manusia biasa, dan tidak ada yang sempurna di dunia ini. Itu penilaianmu saja yang tidak pernah merasakan bagaimana menjadi diriku. Lalu, jenuh? Kamu bisa katakan padaku. Kita bisa melawan jenuh itu bersama-sama, bukan dengan cara mencari mainan di luar rumah. Itu semua hanya alasan, Mas. Kamu, memang sudah tidak menghargaiku lagi sebagai istri."
"Tidak seperti itu, Lus. Aku menghargaimu, Sayang. Tanpamu aku bukan apa-apa. Tanpamu juga aku tidak akan merasakan kehidupan mewah ini. Tapi--"
"Tapi, kamu mengingkari nikmat yang sudah Tuhan anugerahkan. Itu kenyataannya."
Benar, Raka harusnya sadar tentang itu sebelum memulai untuk selingkuh. Dia hanyalah pegawai kantoran biasa dengan gaji UMR sebelum menikah dengan Lusi.
Karena kebaikan ayahnya Lusi, Raka bisa menikah dengan Lusi dan mendapat kehidupan yang layak. Sekarang, dia berani melukai kepercayaan yang diberikan oleh ayah Lusi.
Mengingat tentang masa lalu Raka yang hanya pergawai biasa, Lusi jadi kepikiran satu ide yang akan membuat Raka jera.
Lusi tidak boleh bercerai begitu saja dan membiarkan wanita sundal berkedok teman itu menang juga merasa jumawa. Dia harus membuat keduanya merasakan bagaimana berada di posisi Lusi. Setidaknya, lebih sakit dari yang wanita itu alami sekarang.
"Bangunlah, Mas. Jangan bersimpuh seperti ini. Karena aku sama sekali tidak tersentuh dan tidak akan mengubah apa pun."
Raka mendongak, menatap Lusi sendu. Mendung di wajahnya semakin menjadi dan wanita itu lagi-lagi sudah tak peduli.
Dulu, Lusi akan bertanya dan membujuk Raka untuk bercerita jika suaminya terlihat terpuruk seperti ini. Tetapi, sekarang melihat wajahnya saja, Lusi ingin menamparnya berkali-kali. Tentu saja, karena itu adalah wajah buaya darat.
"Bangunlah, Mas. Sebentar lagi Alia akan pulang. Aku tidak mau dia melihatmu seperti ini. Jangan sampai Alia tahu kalau kelakuanmu itu biadab, Mas. Aku tidak akan menjamin, bisa saja dia membencimu."
Kali ini terlihat wajah Raka tersentak dan Lusi puas dengan itu. Raka pikir anaknya mau mendapatkan Mama baru. Tentu saja tidak. Lusi yakin akan hal itu.
Mengingat Alia, Lusi jadi berpikir, bagaimana reaksinya kalau anak itu tahu jika ayahnya selingkuh? Anak mereka duduk di bangku kelas 5 SD. Lusi yakin, sedikitnya Alia pasti tahu apa itu perselingkuhan dan Ibu tiri.
Hanya saja, Lusi takut jika reaksi Alia akan memberontak atau menjerit histeris. Pasti perasaannya hancur, lebih dari wanita itu. Karena, Alia begitu menghormati dan membanggakan ayahnya.
Lusi harus memikirkan bagaimana caranya untuk menjelaskan ini semua pada Alia. Dia berharap anak itu mau mendengarkan dan bisa mengerti situasi saat ini.
Lusi berdiri dan berjalan ke luar kamar. Akan tetapi, saat di ambang pintu, Raka tiba-tiba saja bersuara.
"Lus, kalau kamu tidak mau bertahan denganku, setidaknya ingat Alia. Jangan sampai dia menjadi korban broken home."
Lusi melotot dan langsung membalikkan badan. "Heh, kalimat itu harusnya untuk kamu, Mas! Kalau kamu tidak mau anakmu jadi korban broken home, mikir dulu sebelum berselingkuh! Bajingan!"
Emosi Lusi langsung meletup mendengar kalimat yang dilontarkan Raka. Pria itu tidak membaca diri, membuat Lusi semakin muak.
"Ya, aku bajingan, Lus! Aku sudah katakan sedari tadi. Kali ini saja aku mohon, terima Mila sebagai madumu. Setidaknya sampai dia melahirkan. Setelah itu, aku akan menceraikannya. Aku mohon, kabulkan permohonanku, Lus. Aku akan lakukan apa saja asalkan kamu mengizinkanku menikahinya. Dengan begitu, Alia tidak akan kehilangan kasih sayangku. Dia tidak akan merasakan namanya broken home."
Pria biadab itu ikut berdiri. Dia tak kalah menyeru Lusi, memohon dengan memaksa, dan Alia dijadikan alasan olehnya.
'Pengecut!'
Lusi menatapnya dalam diam. Sepertinya rencana yang tadi terlintas di benak wanita itu harus segera dilaksanakan.
'Apakah kamu tidak sabar untuk menderita, Sayang?'
"Baiklah, aku akan mengizinkanmu untuk menikahi Mila. Tapi, sesuai perkataanmu, kabulkan apa pun syarat dariku. Bagaimana?"
Lusi ingin tahu bagaimana reaksi Raka jika dia mengatakan syarat untuk mengizinkannya menikahi wanita sundal itu.
'Ini permainan dariku dan silakan menikmati rasanya pembalasan dendam seorang istri yang tersakiti, Mas.'
"Benarkah, Lus? Kamu mengizinkanku menikahi Mila?"
Raka menghampiri Lusi dengan wajah semringah. "Apakah kamu benar-benar ingin menikah dengan Mila, Mas? Lalu, bagaimana dengan perkataanmu yang mengatakan kalau kamu terpaksa menikah dengan jalang itu?"
Sudah Lusi duga. Raka memang modus dengan air mata buayanya. Wanita itu tidak tahu kalau Raka aslinya seperti ini. Padahal, mereka sudah menikah selama 12 tahun. Tetapi, bejatnya Raka baru terlihat sekarang.
"Iya, Mas. Nikahilah dia. Jangan sampai anak yang dikandung Mila terlahir tanpa Ayah."
Raka menggenggam tangan Lusi dengan erat. Dia merasa jijik sekali disentuh oleh pria itu. Tetapi, Lusi membiarkannya, hanya untuk sekarang.
"Kamu memang wanita yang baik, Lus. Aku sangat beruntung karena memilikimu."
Lusi tersenyum miring. Dia baik, bahkan terlalu baik untuk Raka. Wanita itu tidak pantas bagi Raka yang merupakan pria berengsek.
"Iya, Mas. Kamu benar. Karena aku wanita baik, harusnya aku mengizinkanmu untuk menikah lagi, kan?"
Raka tersenyum. Dia mengangguk-anggukkan kepala. Kalau Raka benar pria baik, harusnya dia memberi alasan pada Lusi untuk semua ini. Jangan membenarkan perkataannya sendiri.
"Allah akan memberikan surga kalau kamu bersedia dimadu."
Kali ini, Lusi muak dengan pembenarannya.
'Jangan membawa-bawa agama jika itu untuk menutupi kesalahanmu, Mas.'
Lusi inginnya berkata begitu, tapi tidak. Raka pasti akan memberikan alibi lain. Jadi, wanita itu hanya bisa membatin.
Lusi tidak butuh surga dengan berbagi hati. Apalagi pernikahan itu hasil dari pengkhianatan. Jika Raka menikahi janda tua yang tidak punya siapa-siapa, mungkin akan lain lagi ceritanya.
Namun, nyatanya Raka ingin menikahi seorang gadis cantik dan muda. Bahkan, sampai merenggut keperawanannya pula. Bajingan, kan?
"Tapi, Mas. Izinku ini tidak gratis. Kamu harus menuruti semua syarat-syarat yang kuajukan. Bagaimana?" ucap Lusi mulai memancing persetujuan Raka.
"Syarat? Apa maksudmu?"
Saat pintu rumah itu dibuka, Mila terdiam. Dia melihat sekeliling rumah yang begitu mewah, arsitekturnya juga megah. Wanita itu sampai meneguk saliva dengan susah payah. Bahkan harta yang dia punya sekarang pun tidak akan sebanding dengan harga rumah ini, tapi entah kenapa David membuat rumah ini jauh dari pemukiman. Sepertinya untuk menyembunyikan rahasia besarnya, termasuk tentang hubungan mereka berdua. "Kenapa diam saja? Ayo masuk!" seru Aldo membuyarkan lamunan Mila.Wanita itu dengan susah payah berusaha untuk memberanikan diri. Bagaimanapun dia harus menyelesaikan masalah ini dengan David dan segera pulang. Wanita itu tidak mau terjadi hal yang buruk kepada dirinya dan anak yang ada di dalam kandungan. Dengan agak kasar Aldo mendorong Mila untuk kembali berjalan. Aldo menyuruh wanita itu untuk naik ke lantai 2. Semakin tak karuan perasaan Mila. Mungkin saja memang ada bahaya yang ada di sana. "Kamu akan menjebak saya?!" tanya Mila lagi."Jalan saja, tidak usah banyak bicara
Tak lama kemudian Aldo dan Mila sampai di sebuah rumah yang jauh dari perkampungan. Tempat ini sangat terpencil dari kota, bahkan dari pinggiran Jakarta. Atau mungkin ada di perbatasan Jakarta. Mila sampai melihat ke sekitar, hanya ada pepohonan yang berjajar rapi. Rumah ini pun berada terpencil dan hanya satu-satunya di antara perkebunan itu. Dia tidak tahu itu pohon apa, yang pasti Mila dibawa ke tempat di mana orang-orang tidak tahu tempat itu.Mila merasa kalau dia sudah berada di tempat yang salah. Wanita itu pun langsung melirik kepada Aldo dengan tatapan tajam. "Kamu menculik saya ke mana, hah?!" Sayangnya, Aldo tidak mengatakan apa-apa. Saat sampai di depan gerbang rumah megah itu, ada dua penjaga yang berpakaian serba hitam. Mereka memakai kacamata dan membukakan gerbang untuk mobil Aldo. Dengan cepat gerbang itu segera dikunci setelah mobil Aldo melewati dan sampai di depan pintu rumah itu. Aldo keluar dari mobil, sementara Mila masih kebingungan. Dia tidak tahu harus m
"Halo, ada apa?" tanya Maura, wajahnya masih kesal. Nadanya juga ketus, membuat orang yang di seberang sana kaget sampai menjauhkan ponselnya sendiri."Mbak, kenapa sih tiba-tiba saja marah? Aku kan nelepon baik-baik," ucap orang di seberang sana yang ternyata Imel. Maura berusaha untuk menenangkan diri. Lagian salah Imel, tiba-tiba saja menelepon saat dirinya sedang bad mood. "Ya, ya. Sudah cepat katakan, apa lagi? Kalau mau minta uang tambahan, nggak ada, ya. Sesuai dengan kesepakatan kita, 50% : 50%.""Bukan masalah itu, Mbak. Aku malah mau ngasih tahu, kalau kita punya project baru dan ini akan menguntungkan kita kedua," ucap Imel dengan semangat, membuat Maura yang sebelumnya kesal langsung sembringah. Dia sampai terduduk tegak dengan wajah berseri-seri. "Project baru? Sebutkan apa itu? Memang apa yang harus aku lakukan?" tanya Maura dengan semangat pula. "Gini, Mbak. Kata Mas Raka, dia akan kasih upah pada siapa saja yang bisa memberikan informasi tentang siapa David sebena
Aldo menyeringai tajam, sepertinya wanita ini masih juga belum sadar bagaimana posisinya saat ini. Tetapi tampaknya sangat menarik kalau membuat wanita ini kelabakan. "Baiklah, kalau begitu saya akan membebaskan Anda, tapi saya yakin Anda pasti tidak akan bisa memenuhi nominal yang saya inginkan," ucap Aldo membuat Mila kesal.Wanita itu menyilangkan kedua tangan di depan dada, sembari menaikkan dagu. Menandakan kalau dia tidak suka dengan perkataan pria itu. "Jangan sembarangan kamu! Sebutkan nominalnya. Butikku itu sudah terkenal di olshop manapun, jadi berapa uang yang kamu minta, pasti saya akan berikan," timpal Mila dengan percaya diri, karena dia yakin bisa menebus dirinya sendiri jika pria ini meminta uang darinya.Menurutnya tak masalah kehilangan banyak uang, yang penting keselamatan dirinya terjamin. Apalagi Mila takut kalau Raka sampai tahu bagaimana masa lalunya dengan David.Aldo mengangguk-anggukan kepala. Dia menoleh sembari tersenyum kecil."Baiklah, 10 miliar." Sek
Mila terkesiap. Dia tidak menyangka kalau pria ini bisa membaca pikirannya. Wanita hamil itu sampai meneguk saliva dengan susah payah."Anda tahu saya adalah orang yang lebih berpengalaman dalam bidang ini. Jangan pernah coba-coba untuk menipu saya. Apalagi berusaha kabur, kalau Anda tidak percaya silakan telepon Pak David dan pastikan kalau saya memang adalah bawahannya," ujar Aldo dengan percaya diri, tetapi tentu saja Mila tidak melakukan itu.Bahkan sang wanita sudah memblokir dan menghapus nama David dari ponselnya. Mereka hanya bertemu satu malam dan bisa mendapatkan uang sebanyak itu atas belas kasihan David. Bahkan David sudah berbicara kalau dia akan melupakan kejadian itu selamanya dan tidak akan pernah mengungkit-ngungkit lagi, tetapi kenapa semua tidak sesuai dengan perkataan David? Harusnya pria itu menepati janji. Sebagai seorang laki-laki yang dipegang adalah ucapannya, tetapi tidak bagi David. Ini benar-benar memuakkan untuk Mila. Baru saja dia ingin mengendalikan Ra
Melihat diamnya Maura, Winda pun tersenyum senang. Sekarang setidaknya dia sudah punya pembela. Walaupun mungkin Bu Sinta menjadi mertua yang materialistis, tetapi itu lebih baik daripada dia berjuang sendiri dan diperas oleh anak kecil seperti Maura. "Kenapa diam saja? Bingung, kan? Jadi, sekarang jangan datang lagi ke tempatku. Kamu aku pecat! Lagian, kalau kamu memang mau kerja sama orang lain, ikuti aturannya. Jangan semena-mena. Kalau kamu seperti ini, yang ada aku rugi," ujar Winda. Setelah itu sang wanita memilih untuk pergi. Dia memakai mobilnya agar segera sampai di rumah Bu Sinta. Walaupun tak jauh dari sana, tetapi yang penting dia cepat ketemu dengan mertuanya. Kalau berjalan, bisa-bisa Maura menyusul atau mungkin berbuat jahat kepadanya.Winda pergi begitu saja, mobilnya meninggalkan Maura yang berdiri dengan kebingungan.Maura yakin ada yang tidak beres di sini. Pasti Bu Sinta dan wanita itu punya sesuatu sampai mereka bisa bersekongkol. Karena terakhir yang diketahui