Share

Bab 6

Author: Eriin 1208
last update Last Updated: 2025-01-22 20:16:17

"Apa kamu sudah ingat, bahwa kamu masih mempunyai istri?" tanya Wilona saat mendapati Bramasta baru saja masuk ke kamar.

Saat ini Wilona sudah mengenakan piyama, berbaring di atas ranjang sembari memainkan ponselnya.

"Sayang ... aku hanya menolongnya sebagai tamu," jawab Bramasta sembari duduk di ujung ranjang.

"Sayang, apa kamu harus berbuat sejauh itu? Kenapa perbuatanmu tidak mencerminkan sebagai wanita yang bermartabat?" cecar Bramasta.

"Bermartabat?"

"Justru aku sedang melindungi martabatku, bagaimana bisa aku diam saja saat suamiku dijodohkan dengan wanita lain?"

"Bak air susu dibalas dengan air tuba, semua kebaikan yang sudah aku berikan padanya, sepertinya itu tidak berarti apa-apa kan?" jelas Wilona.

"Hmm, ya, cukup masuk akal,"

"Lagi pula sekeras apapun Mama dan Rosa memaksa, jika kamu tidak setuju, maka pernikahan itu juga tidak akan pernah terjadi,"

"Bukankah selama ini aku memang hanya badut bagimu?" tanya Bramasta dengan tetap memunggungi Wilona.

"Badut?"

"Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?" tanya Wilona.

"Huft, tidak ada, lupakan saja," ucap Bramasta yang segera beranjak dari duduknya dan mulai melangkah menuju kamar mandi.

"Apa sebenarnya kamu juga menginginkan pernikahan itu?"

Tap.

Bramasta menghentikan langkahnya tatkala mendengar pertanyaan Wilona. "Aku hanya tidak ingin kamu dan Mama terus bertengkar." Setelah menjawab pertanyaan itu, Bramasta pun segera masuk ke kamar mandi dan menutup pintu.

"Alasan macam apa itu?"

"Sejak kapan dia sangat peduli dengan perasaan semua orang?" gumam Wilona.

"Tunggu,"

"Sebenarnya, aku kembali ke tahun ini untuk mencegah pernikahan mereka,"

"Ataukah ... "

"Untuk balas dendam?" gumam Wilona dengan pandangan matanya menyorot sangat tajam.

"Bagaimana waktu itu aku bisa tidak menyadari kejanggalan yang diperlihatkan oleh Mas Bramasta seperti tadi? Dan bagaimana juga aku bisa begitu saja akhirnya menyetujui pernikahan mereka?" Wilona mencoba berpikir dengan sangat keras.

"Jadi kali ini aku harus benar-benar memikirkan dengan matang keputusanku," gumam Wilona sembari memejamkan matanya, meskipun dia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi, tapi dia cukup stres memikirkan semua ini.

***

"Jangan terlalu dipikirkan." Beberapa lama kemudian, Bramasta keluar dari kamar mandi sembari mengusap rambutnya dengan handuk kecil, dia melihat Wilona yang hanya terduduk di atas ranjang dengan tatapan kosong.

Cup.

Bramasta pun segera mengecup lembut kening istrinya, hal itu tentu saja membuat Wilona seketika tersadar dari lamunannya dan tersenyum.

"Aku akan selalu mendukung semua keputusan kamu," ucap Bramasta sembari duduk di hadapan Wilona dan juga memegang kedua telapak tangan Wilona dengan lembut.

"Mama adalah tetap Mamaku, meskipun aku mengecewakannya, beliau akan tetap memaafkanku,"

"Jadi, jangan terlalu memaksakan diri," ucap Bramasta, sementara Wilona tetap terdiam.

"Bagaimana ... kalau kita pergi cek ke rumah sakit, kita mulai program hamil ataupun kita bisa mencoba mulai program bayi tabung, kita konsultasikan dulu saja ke dokter." Bramasta mencoba memberikan usul yang menurutnya menjadi jalan tengah atas masalah rumah tangganya tersebut.

"Pada akhirnya ... dia pun lelaki dan juga seorang anak, pasti sudah sangat lama juga dibenaknya bahwa dia ingin memiliki anak, dan juga ingin berbakti pada mamanya," monolog Wilona dalam hati.

"Entahlah, apa semua itu bisa membuat ibumu bungkam?"

"Program anak?"

"Bukankah jika benar kamu ingin memiliki anak, seharusnya kita sudah program mulai awal menikah?"

"Kenapa baru sekarang kamu tertarik? Apa kamu baru saja mendapatkan wangsit di kamar mandi?" tanya Wilona.

"Hmmmb, aku hanya ingin kamu membuktikan pada Mama, kalau kamu bisa memberikan keturunan, hanya saja mungkin tidak sekarang,"

"Yang pasti, aku akan menyerahkan hasil tes pada Mama, bahwa kamu tidak bermasalah," terang Bramasta.

"Apa itu perlu?"

"Aku tidak pernah peduli dengan pendapat mamamu," ucap Wilona dengan sengit.

"Jika kamu tidak mau, maka Mama akan terus mendesakmu untuk mengizinkan aku menikah dengan Rosa," ucap Bramasta sembari beranjak dari duduknya.

"Apa kamu sedang mengancamku sekarang?"

"Bukankah kamu bisa menolaknya?" tanya Wilona.

"Aku memang selalu menolaknya, tapi Mama pun juga akan terus mendesak,"

"Jadi ... sekarang terserah kamu saja," ucap Bramasta.

"Terdengar seperti kamu memang ingin menikah lagi," ucap Wilona.

"Terserah seperti apa penilaianmu terhadapku, yang pasti aku tidak ingin berdebat hingga membuat hubungan kita renggang, kita sudahi saja obrolan kita sampai disini," ucap Bramasta yang kemudian keluar dari kamar untuk mengakhiri pembicaraan, setelah sebelumnya dia memakai piyama terlebih dahulu.

Wilona turun dari ranjang dan menenggak beberapa teguk air mineral botol yang tadi sudah disiapkan oleh Raka dan Rani, sejak dia melihat rekaman CCTV kemarin, dia sudah tidak mau lagi makan ataupun minum dirumah ini, selain yang disediakan oleh Raka dan Rani.

"Aku harus benar-benar memikirkan apa yang harus aku lakukan kedepannya," gumam Wilona sembari mondar-mandir di kamarnya.

"Mana sebenarnya yang terbaik, apa aku harus mencegah pernikahan mereka? Ataukah ... biarkan saja mereka tetap menikah, aku tinggal menjaga diriku sendiri,"

"Hais, sungguh membingungkan, kembali ke masa inipun aku masih tetap pusing dengan kelakuan mereka semua," gerutu Wilona.

***

Keesokan harinya.

Wilona baru menuruni tangga untuk menuju ke meja makan.

"Apa kalian yang memasak?" bisik Wilona saat melewati Raka dan Rani yang tengah berdiri agak jauh dari meja makan, mereka berdua pun mengangguk sembari mengangkat jari jempol mereka.

"Oke," jawab Wilona lirih.

"Selamat pagi," sapa Wilona pada Mama Arina dan Bramasta yang sudah duduk di sana lebih dulu.

"Selamat pagi sayang," jawab Bramasta dengan tersenyum, sementara Mama Arina hanya mencebikkan bibirnya saja.

Raka dan Rani segera melayani Wilona, mengambilkan nasi dan juga lauk di atas piringnya.

"Makasih," ucap Wilona lirih.

"Bagaimana? Apa pikiran kamu sudah jernih?" tanya Mama Arina.

"Tentu saja, pikiranku selalu jernih dan juga positif," jawab Wilona.

"Lalu, apa keputusanmu?" desak Mama Arina.

"Hari ini aku akan melakukan pemeriksaan ke rumah sakit, dan juga memulai program hamil, bagaimana menurut Mama?" tanya Wilona.

"Benarkah?" tanya Mama Arina dengan terkejut.

"Baguslah, jika kamu sudah mulai sadar dan berpikir untuk memiliki anak bersama Bramasta," ucap Mama Arina.

"Jadi ... apa masalah kita sudah selesai?" tanya Wilona.

"Tentu saja, masalah kita selesai sampai di sini," jawab Mama Arina dengan kegirangan.

"Aku sangat senang melihat Kalian berdua akur seperti ini," celetuk Bramasta sembari tersenyum dan melihat ke arah istri serta mamanya secara bergantian.

"Mari kita sarapan," ajak Mama Arina yang sepertinya mulai memiliki mood yang membaik.

"Mama, Mas, aku ingin mengajak Raka dan Rani sarapan bersama, satu meja dengan kita," ucap Wilona dengan sedikit ragu.

"Tentu saja, kenapa tidak," sahut Mama Arina.

"Raka, Rani, ayo kita sarapan sama-sama, jangan sampai merusak momen pagi yang penuh makna ini," ajak Mama Arina.

Raka dan Rani sangat senang mendengar hal itu, begitu juga dengan Wilona yang segera memamerkan senyumnya, Raka dan Rani pun segera duduk dan ikut sarapan bersama.

Ting.

Ting.

Ting.

Tidak ada lagi obrolan di meja makan, hanya suara dentingan sendok dan garpu yang terdengar.

"Wilona," panggil Mama Arina di tengah-tengah alunan irama sendok dan garpu yang mereka ciptakan.

"Hmm." Wilona pun segera mendongak dan melihat ke arah Mama mertuanya.

"Terima kasih," ucap Mama Arina dengan terharu.

"Terima kasih?" Wilona nampak terkejut dengan ucapan Mama mertuanya, hingga dia menghentikan kegiatan sarapannya.

"Terima kasih sudah mau berusaha memberikan keturunan untuk Bramasta,"

"Kalian tahu sendiri kan, kamu adalah anak tunggal, begitu juga dengan Bramasta, Mama hanya tidak mau jika keturunan kalian putus begitu saja,"

"Mama doakan, semoga program hamil kalian diberikan kelancaran," ucap Mama Arina.

Tiba-tiba saja suasana menjadi haru, baru kali ini Mama Arina berbicara dengan lembut, seakan beliau tengah menunjukkan sisi keibuannya.

"Apa orang tua ini benar-benar tulus?" Monolog Wilona dalam hati.

"Kenapa Mama membuat suasana menjadi canggung seperti ini?" ucap Wilona mencoba memecahkan keheningan di meja makan, seketika itu juga mereka semua tersadar dan tertawa bersama.

"Raka, Rani, nanti setelah anak lahir, kalian harus membantu menjaga anak ya,"

"Tenang saja, untuk pekerjaan rumah nanti akan Mama sewakan pembantu, yang pasti anak Wilona dan Bramasta harus mendapatkan kasih sayang yang berlebih, apa kalian mengerti?" ucap Mama Arina.

"Siap, sedetik pun kami tidak akan memalingkan pandangan kami pada adik bayi." Terdengar riuh canda tawa antara Mama Arina, Raka dan Rani, seakan rumah tersebut kembali hidup.

"Suasana macam apa ini? Kenapa aku merasa seperti berada di tengah-tengah keluarga sungguhan?"

"Ini bukan mimpi kan? Mama Arina bisa akrab dengan Raka dan Rani, bahkan juga bisa bersikap hangat."

"Tidak bisa dipungkiri, aku sangat senang sekali dengan keadaan ini,"

"Sepertinya, Mama juga benar-benar tulus, beliau hanya menginginkan cucu, tidak lebih,"

"Semoga saja semua pemeriksaan berjalan dengan lancar."

Wilona memandangi mereka semua yang ada di meja makan bak sedang bermimpi, bukan hanya Mama Arina, bahkan Bramasta pun juga ikut bersenda gurau dengan mereka.

***

Beberapa hari telah berlalu, semenjak Wilona memutuskan untuk melakukan program hamil, suasana di rumah benar-benar berubah menjadi hangat, Mama Arina juga kerap menyiapkan makanan sehat untuk Wilona, hingga Wilona sudah tidak waspada lagi untuk makan di rumah. Lebih-lebih, Mama Arina juga melarang keras Rosa untuk berkunjung ke rumah, agar tidak menimbulkan stres pada Wilona.

"Hmmmb ... aku sangat senang dengan suasana ini," ucap Wilona sembari bersantai di sebelah rumah, lebih tepatnya di taman sebelah kolam renang, sembari memainkan ponselnya.

"Bu," sapa Rani sembari membawakan segelas jus strawberry favorit Wilona.

"Hai," sapa Wilona dengan lembut.

"Bukankah hari ini hasil pemeriksaan Ibu keluar?" tanya Rani sembari meletakkan gelas dan juga duduk berhadapan dengan Wilona.

"Benar, aku masih menunggu dokter menghubungiku," jawab Wilona.

"Aku doakan, semoga hasilnya baik ya Bu," ucap Rani.

"Hmm, semoga saja," ucap Wilona dengan tersenyum.

"Apa Mama benar-benar memperlakukan kalian berdua dengan baik?" tanya Wilona.

"Emm, sejak hari itu Nyonya Arina benar-benar baik," jawab Rani sembari mengangguk tipis.

"Walaupun tidak ada aku?" tegas Wilona.

"Iya, sepertinya Nyonya Arina benar-benar tulus," jawab Rani.

"Syukurlah, aku sangat senang sekali," ucap Wilona dengan lega.

Kring ...

Kring ...

Kring ....

"Lihatlah, dokter menghubungiku," ucap Wilona sembari memperlihatkan layar ponselnya pada Rani.

"Angkat Bu," bisik Rani yang juga tidak sabar ingin mengetahui hasilnya.

"Halo," ucap Wilona setelah dia menggeser tombol hijau pada layar ponselnya.

"Baik dokter," ucap Wilona.

Tut.

"Apa kata dokter Bu?" tanya Rani dengan menggebu, setelah Wilona mengakhiri percakapan dengan dokter tersebut.

"Dokter menyuruhku langsung datang ke rumah sakit," ucap Wilona dengan riang.

Glek.

Glek.

Glek.

"Pelan-pelan Bu," ucap Rani dengan gemas, saat Wilona minum jusnya hingga tandas.

"Aku harus segera berangkat," Jawab Wilona setelah meletakkan gelas kembali ke atas meja.

"Apa perlu aku temani?" teriak Rani, karena Wilona sudah mulai berjalan, bahkan di juga berlari kecil.

"Tidak perlu, aku akan segera kembali." Wilona pun juga ikut berteriak sembari terus berjalan.

"Hati-hati Bu," teriak Rani, Wilona hanya mengacungkan jari jempol tanpa merespon ucapan Rani.

"Hmm, semoga saja hasilnya benar-benar bagus," ucap Rani dengan nada memohon.

***

"Apa Bapak Bramasta tidak ikut?" tanya dokter yang menangani perawatan mereka berdua.

"Tidak dok, suami saya sedang ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda," jawab Wilona.

"Ini, silahkan Ibu baca untuk hasil pemeriksaannya," ucap dokter tersebut sembari menyodorkan amplop putih.

"Baik Dok," jawab Wilona sembari menerima amplop tersebut.

Ada sedikit rasa khawatir di benaknya sebelum membuka amplop putih tersebut.

Degh.

Degh.

Degh.

Jedaaar !!!

"Mandul."

Bagai tersambar petir, Wilona membaca hasil yang baru saja didapatnya tersebut, dengan tangan yang gemetar, Wilona memasukkan kembali kertas hasil pemeriksaan ke dalam amplop.

"Bu Wilona," panggil dokter.

"Dok, apa anda bisa merahasiakan semua ini dari keluarga saya?" tanya Wilona.

"Tentu saja Bu, kami sebagai dokter memang tidak diperkenankan membeberkan informasi apapun tentang pasien kami," jawab Dokter tersebut.

"Termasuk pada suami saya Dok," pinta Wilona.

"Bukankah suami Ibu harus mengetahui hasilnya?" tanya Dokter.

"Tidak dok, suami saya bisa terpukul jika mengetahui hal ini,"

"Saya sendiri yang akan memberitahu hasil pemeriksaan ini padanya, nanti pada saat yang tepat," jelas Wilona.

"Baiklah, jika itu yang Ibu inginkan, tapi pastikan bahwa suami anda mengetahui hasil ini, apapun hasilnya suami Ibu harus tahu," ucap Dokter tersebut.

"Iya Dok, saya mengerti," ucap Wilona.

***

"Apa sekarang yang harus aku lakukan?" gumam Wilona saat dia sudah ada di dalam mobil sembari terus memandangi amplop putih yang berisi hasil pemeriksaan tersebut.

Wilona membuka kaca mobilnya dan menarik nafas dalam, berharap pikirannya bisa jernih, agar tidak sampai salah mengambil langkah.

"Baru saja suasana di rumah benar-benar terasa seperti rumah yang hangat, kenapa bisa jadi runyam seperti ini," gumam Wilona sembari menyandarkan kepala pada sandaran jok mobilnya.

Beberapa kali Wilona memejamkan mata untuk berpikir, langkah apa yang harus ia ambil sekarang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 73

    Sayup-sayup Wilona membuka mata, dia melihat jam dinding yang menunjukkan tepat jam 12 malam. "Ssstt ..." desis Wilona yang merasakan kepalanya sangat berat. Wilona yang tengah tertidur di sofa kamar, segera beranjak duduk sembari mengedipkan matanya beberapa kali agar pandangannya tidak kabur.Sedetik kemudian dia mendengar perutnya berbunyi, barulah dia menyadari bahwa dia belum makan sejak tadi siang, mulai saat bersama Salim di restoran tadi. Wilona segera turun dan berjalan menuju kulkas, mencari sesuatu yang bisa dia makan. "Apa ini?" gumam Wilona saat menemukan plastik ziplock berukuran kecil yang ada di dalam freezer."Seperti es lilin, tapi tidak berbentuk lilin, apa ini es gabus?" gumam Wilona lagi sembari mencium plastik tersebut yang tidak berbau apapun. Wilona memang belum sempat membersihkan kulkasnya sejak dia kembali ke rumahnya. Dia hanya memindahkan semua barang-barangnya dan membersihkan ruang kerja tersebut agar tidak bau debu, karena sudah lama tidak dibuka.Wilon

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 72

    "Ini Pak Salim, proposal yang saya janjikan," ucap Wilona sembari menyodorkan sebuah map. Saat ini Wilona sedang berada di kantornya Salim dan hendak membicarakan bisnis.Salim segera membuka map tersebut dan langsung menandatanganinya. "Apa anda tidak membaca isinya terlebih dahulu Pak Salim?" tanya Wilona."Tidak perlu, aku percaya dengan kemampuan bisnis kamu Wilona. Jangan lupa, bahwa aku juga yang menjadi investor pertama di perusahaan pink yang kamu dirikan dengan susah payah itu," ucap Salim dengan tersenyum."Dan kali ini aku akan bersusah payah lagi," sahut Wilona sembari mengulas senyum tipis."Lakukan semua dengan maximal. Ingat, aku adalah seorang pebisnis, jadi jangan sampai membuatku rugi," imbuh Salim."Baik Pak Salim," ucap Wilona sembari mengulas senyum lagi di bibirnya dan segera memasukkan map yang sudah ditandatangani oleh Salim ke dalam tas."Aku akan segera mentransfer dana. Tunggu saja, semua akan dikerjakan oleh sekretarisku dengan cepat," ucap Salim sembari me

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 71

    Beberapa hari sebelumnya.Setelah mengetahui perihal kehamilan Rosa, malam itu Wilona segera membuka laptopnya dan merencanakan penyerangan balasan. Wilona memeriksa email satu persatu yang mana 90% email tersebut berasal dari Bunga. Dari email Bunga tersebut lantas Wilona mendapati apa yang dia cari, yaitu tentang Rama. Wilona pun menyeringai dengan licik.***Hari itu akhirnya Rani memutuskan untuk tetap melanjutkan kuliah dan juga pergi dari rumah tersebut untuk kos. Setelah mendengar keputusan Rani, Wilona pun lega dan segera mengantar Rani untuk mencari kos yang dekat dengan kampus, agar mudah baginya saat ada kelas mendadak."Bagaimana dengan yang ini? Apa kamu menyukainya?" tanya Wilona saat mereka berdua sudah ada di kamar kos."Yang mana saja aku suka Kak, cari saja yang paling murah, aku tidak mau terus merepotkan," jawab Rani."Tenang saja, aku tidak akan jatuh miskin dengan mudah," ucap Wilona dengan tersenyum."Kalau begitu mulai malam ini kamu langsung tidur saja di kos,

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 70

    "Tuan Putri, berikan aku uang belanja bulanan," pinta Wilona pada Rosa."Kenapa minta padaku?" tanya Rosa yang sedang rebahan di ruang tengah sembari membaca buku dan mendengarkan musik, hari itu Rosa tidak pergi bekerja karena masih terus merasa mual dan lemas."Bukankah Bramasta bilang kalau semua urusan rumah kamu yang pegang, tugasku kan hanya melayani kalian, bukan mencukupi makan kalian sekeluarga," ucap Wilona."Masak saja apa yang ada di dapur, bukankah Bu Maria sudah belanja," jawab Rosa."Mana bisa begitu, ibu hamil membutuhkan nutrisi yang lebih, apalagi di bulan-bulan awal seperti ini adalah pembentukan otak anak," sanggah Wilona."Ck, kenapa kamu jadi cerewet sekali sih setelah mati suri," kesal Rosa sembari mengambil ponselnya yang ada di atas meja sebelah sofa."Jangan terlalu membenciku, nanti anakmu mirip aku lho," ejek Wilona."Berapa nomor rekeningmu?" kesal Rosa."Nih," ucap Wilona sembari menyodorkan ponselnya dan menunjukkan barcode pada Rosa.Rosa pun segera men

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 69

    BRAAK. Wilona segera beranjak dari kursinya dan berlari ke arah pintu saat mendapati Mama Arina ingin keluar dari ruang kerjanya. "Jangan takut Ma, aku hanya bertanya saja, karena mungkin bahkan Mama tahu lebih dulu daripada aku," ucap Wilona dengan suara lembut. Mama Arina menghela nafas panjang dengan pasrah, lalu berjalan lagi ke arah sofa. "Mama baru mengetahuinya saat mereka berdua sudah menikah, saat itu Mama tidak sengaja melihat Rosa memberikan sesuatu dari botol kecil tersebut ke dalam minuman Bramasta." "Mama hanya berusaha menyelamatkan anak Mama. Mama tidak tahu kalau kemudian hal tersebut malah mengenaimu," jelas Mama Arina dengan menyesal. "Yang Rosa berikan padaku berbeda Ma, dia menanam sesuatu di belakang kamarku," ucap Wilona. "Sesuatu apa?" tanya Mama Arina. "Mama tidak perlu tahu, semua sudah berlalu dan sekarang aku sudah pulih," jawab Wilona. "Wilona, maafkan Mama, karena keegoisan Mama yang ingin segera mempunyai cucu, semuanya menjadi berantakan seperti

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 68

    Beberapa minggu kemudian.BRAKK.Wilona turun dari taxi, dia mengedarkan pandangannya dan menarik nafas dalam menatap halaman rumahnya dari depan gerbang. "Orang memang tidak mudah berubah, aku hidup kembali setelah tahu akhir nasibku, tapi aku mencoba kabur, aku belum membalas dendam sama sekali. Tidak, aku bahkan belum melakukan apapun." Wilona menatap rumahnya dengan tatapan tajam, angin berhembus cukup kencang hingga membuat rambut panjangnya tersapu ke belakang.Perlahan Wilona berjalan dengan memantapkan hati, dia terus melangkah dengan wajah tegas dan penuh keyakinan. Wilona terus menyusuri halaman dan masuk ke rumah mewahnya, hingga sampai di ruang makan. Terlihat keluarga bahagia sedang sarapan bersama bak pemilik asli rumah tersebut. "Sepertinya aku datang di saat yang tepat, aku butuh mengisi energi setelah keluar dari rumah sakit. Bisakah kita sarapan bersama?" Suara Wilona seketika membuyarkan gelak tawa yang terdengar riuh di meja makan itu."Wilona," gumam Mama Arina se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status