Share

Bab 7

Author: Eriin 1208
last update Last Updated: 2025-01-22 20:18:09

"Bagaimana hasilnya? Kalian berdua sehat kan? Bisa segera program hamil kan?" cecar Mama Arina saat baru saja Wilona membuka pintu.

"Entahlah," jawab Wilona dengan cuek, sembari dia terus berjalan masuk.

"Apa maksud kamu entahlah?" Mama Arina mengekor di belakang Wilona.

"Dari dulu aku tidak begitu peduli dengan keturunan, kenapa Mama selalu mendesakku?" tanya Wilona sembari dia duduk di ruang makan, Rani pun segera menuangkan air putih untuk Wilona.

"Apa sih yang kamu bicarakan? Bukankah kamu sudah sepakat untuk mencoba?"

"Dan kata Rani, kamu tadi pergi ke dokter untuk mengambil hasil tes pemeriksaan kalian tempo hari?" cecar Mama Arina tidak mau menyerah.

"Aku tadi memang pergi ke dokter, tapi bukan untuk mengambil hasil tes," ucap Wilona.

"Lalu?" sahut Mama Arina.

"Emb ... aku pergi untuk membatalkan tes yang kita lakukan tempo hari," jawab Wilona tanpa merasa bersalah.

Brak!

"Gila kamu ya!" sentak Mama Arina, bahkan beliau juga menggebrak meja.

"Kenapa? ini tubuhku, terserah aku mau hamil apa tidak, lagian di umur Mama kan masih bisa mempunyai keturunan, kenapa bukan Mama saja yang hamil sendiri?" jawab Wilona yang seketika membuat semua orang yang ada di sana tercengang, termasuk Raka, Rani dan juga Bramasta. Pasalnya, semua orang sedari tadi memang menunggu kepulangan Wilona untuk mengetahui hasil pemeriksaan suami istri tersebut.

"Kenapa ekspresi kalian seperti itu? Kalau kalian benar-benar ingin bayi, kalian hamil sendiri lah," ucap Wilona dengan angkuh.

"Ada apa sebenarnya dengan Ibu? Seingatku tadi waktu beliau mendapat telepon dari dokter sangat antusias, apa hasil pemeriksaannya tidak bagus?"  monolog Rani dalam hati.

"Ayolah kita makan, aku sangat lapar," ajak Wilona sembari membalik piring dan hendak mengambil makanan yang sudah tersedia di atas meja, memang semua orang tadi tengah menunggu kedatangan Wilona untuk makan malam.

"Kamu makan saja semuanya sendiri!" ucap Mama Arina dengan kesal, sembari pergi dari ruang makan, Bramasta pun juga segera mengekor di belakang mamanya tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Ya sudah kalau tidak mau makan," gumam Wilona yang suaranya masih bisa didengar oleh Raka dan Rani.

"Apa Ibu tidak apa-apa?" Segera Raka menghampiri Wilona, setelah memastikan Mama Arina dan Bramasta menjauh dari ruang makan.

"Tidak apa, aku sangat baik, tidak pernah sebaik ini," jawab Wilona dengan tersenyum.

"Tapi ... " Wilona menghentikan ucapannya.

"Tapi apa Bu?" sahut Rani.

"Tapi ... apa kalian mau menemaniku makan malam?"

"Rasanya tidak enak, jika tidak mengajak makan orang yang telah menyiapkan semua hidangan ini," ucap Wilona dengan tersenyum lebar.

"Ish Ibu, aku kira kenapa," ucap Rani dengan lega.

Rani dan Raka pun segera duduk untuk makan malam bersama. "Apa malam ini tadi akan ada pesta?" tanya Wilona di sela-sela makannya.

"Emb ... ini tadi Nyonya Arina menyuruh kami menyiapkan semua makanan kesukaan Ibu," jawab Rani degan sedikit ragu.

"Oh iya, kalau dilihat-lihat ... memang semua hidangan malam ini adalah makanan kesukaanku," ucap Wilona sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh meja.

"Cih, apa orang tua itu benar-benar perhatian padaku?" gumam Wilona yang suaranya masih bisa didengar oleh Raka dan Rani, tapi mereka berdua tidak berani merespon.

***

Beberapa hari berlalu setelah kejadian itu, tidak ada obrolan lagi di rumah tersebut, baik dari Mama Arina dan juga Bramasta. Bahkan, saat Wilona turun dari kamar hendak sarapan, Mama Arina dan Bramasta buru-buru meninggalkan meja makan, meskipun sarapan mereka belum habis, Mama Arina juga selalu meninggalkan berkas permohonan izin, agar Bramasta bisa menikah lagi di atas meja, tapi tidak pernah diindahkan oleh Wilona.

***

Beberapa Minggu berlalu, setelah Wilona tidak menghiraukan permohonan izin Bramasta untuk menikah lagi, sekarang Bramasta juga selalu pulang larut malam dan tidur di kamar tamu, bahkan Bramasta juga kerap tidak pulang. Wilona pun juga tidak mau kalah, disebelah berkas yang diletakkan oleh Mama Arina, Wilona juga meletakkan berkas persetujuan cerai untuk Bramasta, tapi sama saja dengan Wilona, berkas itu pun juga tidak dihiraukan oleh Bramasta dan bahkan merobeknya. Sekarang pun Rosa juga sudah mulai sering datang ke rumah lagi.

"Cih, dasar manusia-manusia serakah, padahal sudah aku kasih jalan untuk bercerai, tapi dia masih bersikukuh untuk beristri dua," monolog Wilona dalam hati, tatkala dia melihat perhatian suaminya pada Rosa saat mereka sarapan bersama, sementara Wilona masih di lantai dua.

***

"Jangan pergi, aku ingin bicara," ucap Wilona sembari menuruni anak tangga, saat mendapati Mama Arina, Rosa dan Bramasta hendak beranjak dari meja makan.

"Mari kita akhiri perang kita," ucap Wilona sembari meletakkan map yang dibawanya.

"Dengan cara?" tanya Mama Arina.

"Aku akan menyetujui pernikahan kedua suamiku," jawab Wilona.

"Benarkah?" tanya Bramasta.

"Apa kamu seantusias itu?" tanya Wilona.

"Emb ... bukan seperti itu, aku hanya ingin berbakti dan memberikan Mama cucu,"

"Jika kamu tidak ingin merubah bentuk tubuhmu untuk mengandung, maka bukankah memang aku harus menikah lagi agar keturunan kita tidak putus?"

"Tenang saja, aku menikah lagi hanya semata-mata untuk melanjutkan keturunan, rasa cinta dan sayangku padamu tidak akan berkurang," ucap Bramasta.

"Apa kamu benar-benar yakin, jika menikah lagi akan bisa cepat mempunyai anak?" tanya Wilona.

"Apa yang sedang kamu bicarakan ... jangan berdoa seperti itu, Mama tau saat ini kamu hanya sedang cemburu," 

"Tenang saja, kamu tetap menjadi istri pertama dan akan selalu diutamakan oleh Bramasta, nanti jika Bram mempunyai anak, kamu juga akan tetap menjadi Ibu yang pertama,"

"Bagaimana? Apa itu sudah cukup adil?" tanya Mama Arina dengan lembut.

"Tentu saja, kita semua disini akan selalu mengutamakan kamu,"

"Raka, Rani, jangan sampai lupa untuk melayani Ibu Wilona dengan sangat baik," ucap Bramasta sembari melihat ke arah mereka berdua yang berdiri tidak jauh dari meja makan. Raka dan Rani pun segera mengangguk.

"Kalau begitu cepat tanda tangani berkasnya," ucap Mama Arina.

"Tidak usah buru-buru Ma," 

"Karena Mas Bram tidak mau bercerai, maka aku akan menyetujui pernikahannya yang kedua dengan syarat," ucap Wilona.

"Syarat apa?" tanya Bramasta dan Mama Arina hampir bersamaan.

"Yang pertama, aku ingin beberapa pembantu termasuk tukang kebun yang dulu, kembali bekerja disini, aku tidak peduli mereka semua sekarang ada di mana, yang pasti cari mereka semua hingga ketemu dan bawa kemari," ucap Wilona.

"Tidak masalah," ucap Mama Arina.

"Yang kedua, aku ingin kembali bekerja di perusahaan," ucap Wilona.

"Itu sangat bagus, aku setuju, pasti kamu selama ini sangat bosan berada di rumah," ucap Bramasta.

"Iya benar, bagus itu, kembalilah bekerja, agar kamu mempunyai kesibukan," sahut Mama Arina.

"Apa dia akan menggantikanku menjadi sekretarisnya Mas Bram?" monolog Rosa dalam hati.

"Yang ketiga, jangan ganggu mereka berdua," ucap Wilona sembari melihat ke arah Raka dan Rani.

"Tentu saja, kami tidak akan mengganggu anak-anak miskin itu lagi, kan sebentar lagi ada pembantu," ucap Mama Arina.

"Dan biarkan mereka menempuh pendidikan di luar negeri dengan dana perusahaan," lanjut Wilona.

"Wah ... apa yang baru saja kalian lakukan? Apa kalian sudah mencuci otak istriku?" cecar Bramasta.

"Ya ... orang miskin memang bisanya hanya menjadi parasit saja!" sindir Mama Arina.

"Bukankah Mama baru saja menyetujui untuk tidak mengganggu mereka berdua?" sahut Wilona.

Raka dan Rani yang tidak tahu apa-apa pun hanya bisa tercengang melihat perdebatan kecil mereka.

"Emmb ... Wilona, sebenarnya kamu tidak usah berlebihan seperti itu, mereka kan bukan anggota keluarga kita, Mama juga sudah berjanji tidak akan mengganggu mereka lagi, jadi lebih baik sudah cukup sampai di situ," ucap Mama Arina.

"Terserah Mama saja, jika memang Mama mau aku menandatangani surat izin putra Mama untuk menikah lagi, Mama juga harus mengikuti semua persyaratan dariku,"

"Jika tidak, aku pun juga tidak akan tanda tangan," ucap Wilona sembari memainkan kukunya.

"Tadinya Mama ingin kamu sendiri yang memilihkan istri kedua untuk Bramasta, agar kamu bisa merasa nyaman," 

"Tapi ... karena syarat ketiga dari kamu sangat tidak masuk akal, maka Mama akan memilih Rosa yang akan menjadi madumu dan istri kedua Bramasta," 

"Mama tidak akan peduli jika kamu kedepannya tidak akur dengan madumu," ucap Mama Arina dengan nada penuh ancaman.

"Terserah saja, siapapun yang akan menjadi maduku, toh dia juga hanya parasit!" ucap Wilona dengan percaya diri.

"Hais brengsek! Dia mengataiku, di depanku!"  

"Tunggu saja sampai aku benar-benar sah menjadi istri Mas Bram, aku akan dengan cepat menyingkirkan kamu!"  monolog Rosa dalam hati.

"Jika setuju, kalian bertiga silahkan menandatangani berkas-berkas ini," ucap Wilona sembari menyodorkan Map.

"Aku akan tanda tangan setelah berkas sekolah Raka dan Rani siap," 

"Sembari menunggu, kalian bisa mulai mempersiapkan pernikahan kalian," ucap Wilona. Wilona pun segera beranjak dari meja makan dan meninggalkan map di sana.

Raka dan Rani pun segera mengekor di belakang Wilona, karena mereka ingin penjelasan.

"Dasar parasit! Kalau miskin ya miskin aja, jangan juga menjadi beban keluarga kami dong," teriak Mama Arina saat Raka dan Rani mengejar Wilona.

"Lagian buat apa sih mereka berdua sekolah tinggi-tinggi? Gak akan ada gunanya juga! Mereka juga akan tetap miskin!"

"Dasar tidak tahu diuntung, sudah baik kita mau menampung mereka!" Mama Arina terus menggerutu dengan persyaratan yang diberikan oleh Wilona.

"Sudah Ma, tenang saja, saat ini bukan waktunya jika Mama ingin melawan Wilona," ucap Rosa mencoba menenangkan.

Meskipun Rosa belum menjadi keluarga, tapi sedari dulu dia memang kerap memanggil mamanya Bramasta dengan sebutan Mama, mungkin itu juga yang akhirnya membuat Mama Arina berperilaku baik pada Rosa.

"Hais, Mama tidak habis pikir dengan anak itu!" gerutu Mama Arina.

Tanpa banyak bicara, Bramasta mengambil map yang tadi ditinggalkan oleh Wilona dan segera menandatanganinya.

"Bramasta, apa yang kamu lakukan?" tanya Mama Arina.

"Bukankah ini yang kalian inginkan dari dulu?" ucap Bramasta dengan sedikit sengit, hingga membuat Mama Arina terdiam.

"Lebih baik kalian juga segera menandatanganinya, sebelum Wilona berubah pikiran lagi," 

"Aku mau berangkat ke kantor dulu," ucap Bramasta yang kemudian meninggalkan mereka berdua, bahkan dia kali ini juga tidak mengajak Rosa berangkat bersama.

"Kenapa dia nampak kesal?" gumam Mama Arina yang suaranya masih bisa didengar oleh Rosa.

"Tenang saja Ma, kalau untuk masalah Bramasta, serahkan saja semua sama aku, nanti aku akan membujuknya di kantor," ucap Rosa.

"Ah, benar juga, kamu memang sangat pintar mengambil hati Bramasta," ucap Mama Arina dengan tersenyum.

"Setelah ini, kamu harus selalu menjaga pola makan kamu, agar setelah menikah, kamu bisa langsung hamil dan memberikan Mama cucu," ucap Mama Arina.

"Tenang saja Ma, aku akan memberikan Mama banyak cucu," jawab Rosa.

"Kamu memang yang terbaik," puji Mama Arina.

Mama Arina dan Rosa pun segera menandatangani berkas syarat dari Wilona, setelah itu Rosa berangkat ke kantor, sedangkan Mama Arina, tentu saja berangkat menemui geng sosialitanya.

***

"Apa yang Ibu lakukan? Kenapa Ibu melibatkan kami?" tanya Rani pada Wilona, saat mereka sudah menyusul Wilona masuk ke kamar.

"Apa kamu tidak ingin sekolah?" tanya balik Wilona.

"Tentu saja kami ingin, tapi tidak dengan cara seperti ini Bu," jawab Raka.

"Emb, perbuatan Ibu yang seperti itu malah akan memicu kebencian Nyonya Arina semakin dalam pada kami berdua," sahut Rani.

"Apa kalian tadi tidak mendengar syarat yang aku ajukan?" tanya Wilona.

"Syarat?" gumam Raka.

"Bahwa mereka tidak boleh mengganggu kami," sahut Rani.

"Nah, jadi kalian tidak perlu khawatir kan," ucap Wilona.

"Tapi Bu, kenapa Ibu sampai segitunya, kami mempunyai tempat untuk berteduh saja sudah cukup, tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk kami," ucap Raka.

"Sampai kapan?" 

"Sampai kapan kalian akan menjadi budak mereka?" 

"Jika masih ada aku, mungkin kalian masih tidak terlalu sengsara, tapi jika aku sudah tidak ada? Bisa jadi kalian terlihat seperti bukan manusia dimata mereka," jelas Wilona.

"Memangnya Ibu mau kemana?" tanya Rani.

"Rosa itu sangat licik, aku bisa celaka kapan saja jika dia berada di sekitarku," ucap Wilona.

"Benar juga," gumam Rani.

"Dengar, kalian harus sekolah dan kalian harus mandiri," ucap Wilona.

"Jangan takut apapun, kalian harus bersekolah di tempat yang sangat bagus, salah satu dari kalian harus mengambil jurusan .hukum dan salah satu lagi mengambil bisnis, rundingkan saja sendiri untuk hal itu,"

"Karena ... " Wilona menghentikan ucapannya.

"Karena apa Bu?" sahut Raka dan Rani hampir bersamaan.

"Karena ... hanya kalian berdua saat ini yang bisa aku percaya dan aku andalkan," jawab Wilona.

Suasana Pun menjadi hening seketika, karena mereka tengah larut dalam pikiran mereka masing-masing.

"Baiklah," celetuk Raka di sela-sela keheningan.

"Kami tidak akan lagi menanyakan alasan Ibu mengambil keputusan ini, karena Ibu percaya dan mengandalkan kami, maka kami akan berjuang sekuat tenaga kami untuk mencapai tujuan Ibu,"

"Tapi, satu yang aku minta," ucap Raka.

"Apa?" sahut Wilona.

"Kami akan tetap tinggal, kami tidak akan sekolah di luar negeri," ucap Raka.

"Kenapa? Aku akan memilihkan universitas terbaik untuk kalian,"

"Kalian juga tidak perlu memikirkan biaya sekolah dan biaya hidup selama di sana, yang perlu kalian lakukan hanya sekolah dengan baik," ucap Wilona.

"Tidak, kami akan tetap bersekolah di sini sembari menjaga Ibu," ucap Raka, sementara Rani hanya diam saja mendengar perdebatan mereka berdua.

"Kalian tidak perlu menjagaku, jaga saja diri kalian sendiri nanti di sana," ucap Wilona.

"Tidak bisa Bu, itu adalah wasiat dari Mbok Sum, beliau menyuruh kami untuk tetap menjaga Ibu apapun yang terjadi, karena itu juga kami tetap bertahan di rumah ini dengan susah payah," jelas Raka.

"Mbok Sum ... " gumam Wilona yang seketika terdiam, seperti memori lama saat ini tiba-tiba saja berputar di pikirannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 73

    Sayup-sayup Wilona membuka mata, dia melihat jam dinding yang menunjukkan tepat jam 12 malam. "Ssstt ..." desis Wilona yang merasakan kepalanya sangat berat. Wilona yang tengah tertidur di sofa kamar, segera beranjak duduk sembari mengedipkan matanya beberapa kali agar pandangannya tidak kabur.Sedetik kemudian dia mendengar perutnya berbunyi, barulah dia menyadari bahwa dia belum makan sejak tadi siang, mulai saat bersama Salim di restoran tadi. Wilona segera turun dan berjalan menuju kulkas, mencari sesuatu yang bisa dia makan. "Apa ini?" gumam Wilona saat menemukan plastik ziplock berukuran kecil yang ada di dalam freezer."Seperti es lilin, tapi tidak berbentuk lilin, apa ini es gabus?" gumam Wilona lagi sembari mencium plastik tersebut yang tidak berbau apapun. Wilona memang belum sempat membersihkan kulkasnya sejak dia kembali ke rumahnya. Dia hanya memindahkan semua barang-barangnya dan membersihkan ruang kerja tersebut agar tidak bau debu, karena sudah lama tidak dibuka.Wilon

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 72

    "Ini Pak Salim, proposal yang saya janjikan," ucap Wilona sembari menyodorkan sebuah map. Saat ini Wilona sedang berada di kantornya Salim dan hendak membicarakan bisnis.Salim segera membuka map tersebut dan langsung menandatanganinya. "Apa anda tidak membaca isinya terlebih dahulu Pak Salim?" tanya Wilona."Tidak perlu, aku percaya dengan kemampuan bisnis kamu Wilona. Jangan lupa, bahwa aku juga yang menjadi investor pertama di perusahaan pink yang kamu dirikan dengan susah payah itu," ucap Salim dengan tersenyum."Dan kali ini aku akan bersusah payah lagi," sahut Wilona sembari mengulas senyum tipis."Lakukan semua dengan maximal. Ingat, aku adalah seorang pebisnis, jadi jangan sampai membuatku rugi," imbuh Salim."Baik Pak Salim," ucap Wilona sembari mengulas senyum lagi di bibirnya dan segera memasukkan map yang sudah ditandatangani oleh Salim ke dalam tas."Aku akan segera mentransfer dana. Tunggu saja, semua akan dikerjakan oleh sekretarisku dengan cepat," ucap Salim sembari me

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 71

    Beberapa hari sebelumnya.Setelah mengetahui perihal kehamilan Rosa, malam itu Wilona segera membuka laptopnya dan merencanakan penyerangan balasan. Wilona memeriksa email satu persatu yang mana 90% email tersebut berasal dari Bunga. Dari email Bunga tersebut lantas Wilona mendapati apa yang dia cari, yaitu tentang Rama. Wilona pun menyeringai dengan licik.***Hari itu akhirnya Rani memutuskan untuk tetap melanjutkan kuliah dan juga pergi dari rumah tersebut untuk kos. Setelah mendengar keputusan Rani, Wilona pun lega dan segera mengantar Rani untuk mencari kos yang dekat dengan kampus, agar mudah baginya saat ada kelas mendadak."Bagaimana dengan yang ini? Apa kamu menyukainya?" tanya Wilona saat mereka berdua sudah ada di kamar kos."Yang mana saja aku suka Kak, cari saja yang paling murah, aku tidak mau terus merepotkan," jawab Rani."Tenang saja, aku tidak akan jatuh miskin dengan mudah," ucap Wilona dengan tersenyum."Kalau begitu mulai malam ini kamu langsung tidur saja di kos,

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 70

    "Tuan Putri, berikan aku uang belanja bulanan," pinta Wilona pada Rosa."Kenapa minta padaku?" tanya Rosa yang sedang rebahan di ruang tengah sembari membaca buku dan mendengarkan musik, hari itu Rosa tidak pergi bekerja karena masih terus merasa mual dan lemas."Bukankah Bramasta bilang kalau semua urusan rumah kamu yang pegang, tugasku kan hanya melayani kalian, bukan mencukupi makan kalian sekeluarga," ucap Wilona."Masak saja apa yang ada di dapur, bukankah Bu Maria sudah belanja," jawab Rosa."Mana bisa begitu, ibu hamil membutuhkan nutrisi yang lebih, apalagi di bulan-bulan awal seperti ini adalah pembentukan otak anak," sanggah Wilona."Ck, kenapa kamu jadi cerewet sekali sih setelah mati suri," kesal Rosa sembari mengambil ponselnya yang ada di atas meja sebelah sofa."Jangan terlalu membenciku, nanti anakmu mirip aku lho," ejek Wilona."Berapa nomor rekeningmu?" kesal Rosa."Nih," ucap Wilona sembari menyodorkan ponselnya dan menunjukkan barcode pada Rosa.Rosa pun segera men

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 69

    BRAAK. Wilona segera beranjak dari kursinya dan berlari ke arah pintu saat mendapati Mama Arina ingin keluar dari ruang kerjanya. "Jangan takut Ma, aku hanya bertanya saja, karena mungkin bahkan Mama tahu lebih dulu daripada aku," ucap Wilona dengan suara lembut. Mama Arina menghela nafas panjang dengan pasrah, lalu berjalan lagi ke arah sofa. "Mama baru mengetahuinya saat mereka berdua sudah menikah, saat itu Mama tidak sengaja melihat Rosa memberikan sesuatu dari botol kecil tersebut ke dalam minuman Bramasta." "Mama hanya berusaha menyelamatkan anak Mama. Mama tidak tahu kalau kemudian hal tersebut malah mengenaimu," jelas Mama Arina dengan menyesal. "Yang Rosa berikan padaku berbeda Ma, dia menanam sesuatu di belakang kamarku," ucap Wilona. "Sesuatu apa?" tanya Mama Arina. "Mama tidak perlu tahu, semua sudah berlalu dan sekarang aku sudah pulih," jawab Wilona. "Wilona, maafkan Mama, karena keegoisan Mama yang ingin segera mempunyai cucu, semuanya menjadi berantakan seperti

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 68

    Beberapa minggu kemudian.BRAKK.Wilona turun dari taxi, dia mengedarkan pandangannya dan menarik nafas dalam menatap halaman rumahnya dari depan gerbang. "Orang memang tidak mudah berubah, aku hidup kembali setelah tahu akhir nasibku, tapi aku mencoba kabur, aku belum membalas dendam sama sekali. Tidak, aku bahkan belum melakukan apapun." Wilona menatap rumahnya dengan tatapan tajam, angin berhembus cukup kencang hingga membuat rambut panjangnya tersapu ke belakang.Perlahan Wilona berjalan dengan memantapkan hati, dia terus melangkah dengan wajah tegas dan penuh keyakinan. Wilona terus menyusuri halaman dan masuk ke rumah mewahnya, hingga sampai di ruang makan. Terlihat keluarga bahagia sedang sarapan bersama bak pemilik asli rumah tersebut. "Sepertinya aku datang di saat yang tepat, aku butuh mengisi energi setelah keluar dari rumah sakit. Bisakah kita sarapan bersama?" Suara Wilona seketika membuyarkan gelak tawa yang terdengar riuh di meja makan itu."Wilona," gumam Mama Arina se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status