Share

Bab 4

Author: Nisa Khair
last update Last Updated: 2022-06-28 03:04:23

Aku tak punya cara lain. Aku terpaksa meminta kembali uangku di depan kedua orang tuanya, karena kurasa hubungan kami sudah selesai. Beberapa kali sudah kuminta sesuai janjinya, tapi Mas Fikri selalu berkelit, dengan alasan kelak kami akan jadi sepasang suami istri. Bahkan saat kukatakan kalau uang itu akan kugunakan untuk tambahan biaya pernikahan, ia tetap tak mau mengembalikan.

"Kamu jangan khawatir, Dek Husna, ini kan, Mas sudah buat pernyataan di kertas bermaterai, nanti kalau Mas lupa, kamu ingatkan Mas pakai ini, oke?"

Ia sendiri yang mengusulkan membuat kwitansi bermaterai itu. Jadi bisa kugunakan untuk menagih, agar ia tak berkelit.

"Apa ini tak berlebihan, Mas?" tanyaku, kala itu.

"Tidak, Dek. Supaya kamu nggak ragu sama Mas. Percayalah, secepatnya Mas ganti uang kamu. Oke?"

Aku mengangguk mengiyakan, meski merasa tak nyaman karena tabunganku terus digerus olehnya. Yah, meski ia pilihan orang tuaku, dan dari keluarga yang berlimpah materi, nyatanya tak menjadikan ia merasa cukup. Justru sibuk mencari pinjaman hanya untuk kesenangan semata.

Aku masih berharap ia berubah dengan tak mendahulukan hobi, karena saat berkeluarga, pastilah kebutuhan hidup ada saja. Tapi, semakin ke sini, ia semakin menjadi.

"Tuhan itu memberi petunjuk melalui orang dekat. Baca dan perhatikan baik-baik petunjuk itu. Jangan sampai menyesal di kemudian hari karena kelalaian hari ini," begitu selalu yang dipesan Mas Dika, kakak sulungku.

Semakin merenungkan nasehat Mas Dika, entah kenapa aku semakin melihat banyak hal negatif pada Mas Fikri.

"Ini, Dek, uang kamu. Sudah, ya, lunas semua," ucapan Mas Fikri mengembalikan kesadaranku.

Entah sejak kapan ia mengambil uang itu. Yang jelas, segepok uang bergambar presiden telah berpindah ke tanganku.

"Uang asli kan, ini?" tanyaku sambil nyengir.

"Ya aslilah, Dek. Ada-ada saja kamu. Hitung dulu biar sama-sama enak."

"Alhamdulillah. Gini kan enak. Nggak bikin berat nanti di akhirat karena hutang dibayar lunas, iya kan, Mas?"

"Iya-iya, pake bawa-bawa akhirat segala kamu!"

"Woiya jelass, hutang itu kalau nggak dibayar di dunia bakal ditagih di akhirat je, Mas. Dan di akhirat sana, nggak bisa bayar pake duit lagi, tapi bayar pake amal ibadah. Emang kamu mau, amal ibadah kamu habis buat bayar hutang?"

"Sudah-sudah, malah ceramah kamu!"

"Bentar, Mas, belum dihitung ini. Nanti kalau kelebihan gimana?"

"Husna … ."

Kali ini suara ayah yang terdengar. Aku hanya nyengir, sambil mulai berhitung. Ah, senangnya, perjuangan panjang menagih ini berakhir sudah.

"Sip, Mas. Makasih ya, Mas. Nih, kelebihan selembar, tak balikin. Baik kan, aku?"

"Hih, kamu, Dek."

.

Jarum jam sudah menunjuk angka sembilan saat kami sampai di rumah. Melihat bulan sedang bersinar tanpa penghalang, aku mengajak ayah dan ibu duduk di teras belakang rumah, menikmati cahaya bulan. Kubuatkan teh hangat untuk ayah dan ibu. Sepiring pisang dan ubi goreng yang dibeli sebelum pulang juga kusajikan di sana. Aku sendiri sibuk mengunyah coklat.

"Sejak kapan Fikri suka minjam uang kamu, Na?" tanya ayah setelah beberapa saat hening.

"Sejak lima bulan yang lalu, Yah."

Ayah menghembuskan napas kasar mendengar jawabanku.

"Lima bulan, berarti kalian baru satu bulan bertunangan saat itu?"

"Benar, Yah."

"Ayah benar-benar tak pernah menyangka. Ia terlihat dari keluarga yang berkecukupan, bahkan pekerjaan dan gajinya juga bagus. Tapi ayah bersyukur, kamu sudah terlepas dari dia."

"Maaf ya, Yah. Mungkin, setelah ini, keluarga kita akan jadi omongan orang, soalnya ... ."

"Tidak apa-apa, Ayah dan Ibu akan menutup telinga. Orang-orang akan lelah sendiri, paling lama dua Minggu mereka juga sudah capek."

"Ayah kenapa diam saja tadi, anak kita ditunjuk-tunjuk, Yah. Dikatakan anak kurang aj*r sama Sapto, Ayah kenapa tak membela?" tanya ibu sesenggukan.

"Maaf, Bu. Ayah kenal Sapto, semakin ia dibantah, ia akan semakin murka. Dia hanya bisa dibujuk oleh Lastri, ibu lihat sendiri kan, tadi?"

"Iya, memang. Tapi ibu sakit hati, Yah, anak yang ibu sayang, ditunjuk di depan wajahnya, dimaki-maki … ."

"Sudahlah, Bu, Husna nggak apa-apa, kok. Ayah benar. Kalau kita terpancing emosi, Lek Sapto bisa makin meledak amarahnya. Maafkan ya, Bu, supaya hati kita tenang."

Ibu makin mengeratkan pelukannya. Beliau tak bicara sejak tadi, tapi sesekali sibuk mengusap sudut matanya. 

"Kamu yang sabar, ya, Nak. Ibu do'akan, semoga kelak kamu mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik dari Fikri."

"Aamiin … terima kasih, Bu. Maafkan Husna ya, Bu, sudah mencoreng arang di wajah ibu dan ayah."

"Sstt … sudah, malu di awal ini jauh lebih baik, daripada kalian terlanjur menikah, dan kamu nggak bahagia, itu jauh lebih menyakitkan, Nak."

.

Pagi.

Tok tok tok … .

"Hus, Husna … , Dek … ."

Mataku masih terpejam saat kudengar ada yang memanggil namaku. Setengah sadar aku melihat jam di dinding, masih jam tujuh pagi.

Hah? Jam tujuh pagi? Mati aku. Bisa kesiangan masuk kerja dong ini. Gegas aku melompat dari kasur, membuka pintu.

Brukk!

Badanku menabrak sesuatu. Mata yang setengah mengantuk, dilebar-lebarkan.

"Aduh, hati-hati dong, Dek, kalau jalan."

Suara itu?

"Mas Dika? Kapan datang? Kok di sini? Ngapain?"

"Yaelah, pertanyaannya diborong. Jawab yang mana dulu ini? Bingung Mas."

"Udah, deh, entar aja becandanya. Husna kesiangan, mau mandi terus kerja."

"Eh, tunggu dulu."

"Apaan sih, Mas? Keburu telat, tau."

"Sini Dek, peluk dulu, kangen Mas."

Reflek kupeluk kakak sulungku. Jarang bertemu membuat kami sering akur, tapi kalau lagi sama-sama libur malah suka jahil. Mas Dika mengeratkan pelukan sambil elus-elus kepala. Aku pasrah karena kebiasaan Mas Dika kalau baru ketemu pasti begini. Kadang kalau pas ada teman yang sedang main, dikira pacaran, padahal kakak adik.

.

Benarkah mereka berdua hanya Kakak adik? Kok pelukan segala, ya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dwi Ningsih Andryani
Gak masalah kok pelukan dgn saudara, aku jg kek gitu sm kakakku peluk, cium. Gak cm ke aku, sm adik termasuk keluarga yg msh mahram jg gitu.
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Akhirnya Husna putus tunangan nya dengan Fikri
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kukembalikan Seserahan Calon Suamiku   Ekstra Part 4

    Aku dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar, serta memiliki peralatan yang lengkap. Di sana aku mendapat perawatan yang lebih baik."Aku akan cacat, Dam!" raungku, lalu suaraku menggema di ruang pemeriksaan."Kamu pergilah, aku sudah tak pantas lagi untukmu. Sudahlah nggak kunjung hamil, sekarang harapan mata kiriku … ."Ia telah melintangkan telunjuknya di bibirku."Sudah, jangan diteruskan. Aku tak akan ke mana-mana, Mei. Kamu istriku, apa pun kondisimu, aku akan tetap di sisimu. Tetap semangat, ya, nanti aku usahakan cari pengobatan yang terbaik. Kalau perlu kita cari donor mata buat kamu."Tergugu aku dalam dekapannya. Aku hampir putus asa, sebab harapan untuk pulih hanya sedikit. Hal ini tentu berpengaruh besar pada penampilanku nanti.Aku terus bertanya-tanya, kenapa harus menerima ini? Aku menolak takdir, bahwa mata kiriku tak bisa pulih seperti sedia kala.Sementara itu, Husna dan Hanan justru memberikan dukungan

  • Kukembalikan Seserahan Calon Suamiku   Ekstra Part 3

    Masih jam sepuluh pagi, saat kuselesaikan laporan penjualan bulan ini.Seorang office boy memasuki ruanganku dengan membawa kotak nasi. "Dari siapa," tanyaku saat kotak tersebut diletakkan di meja sesuai titahku."Dari Pak Hanan, Bu," jawabnya, lalu pamit ke luar.Dahiku mengernyit, lalu menghirup aroma ayam bakar yang menguar.Kedua mataku membola saat membaca nama yang tertera pada selembar kertas yang menyertai nasi kotak tersebut.Yang berbahagia, Rashida Husna dan Hanan Wijaya.Tanganku meremas kertas tersebut hingga tak berbentuk. Terbayang senyuman Husna atas kelahiran buah hati yang mereka nantikan. Sekali lagi aku kalah olehnya. .Hanan semakin mempesona di mataku, terlebih ia telah memiliki seorang bayi yang lucu. Meski cemburu pada Husna, aku tetap menyapa anak itu setiap kali bertemu.Bagaimana aku bisa melewatkannya, anak itu sungguh menggemaskan. Lehernya hampir tak te

  • Kukembalikan Seserahan Calon Suamiku   Ekstra Part 2

    Hanan kian sering memuji desainnya, serta hasil jadi berupa perhiasan siap pakai yang memang laku keras di pasaran.Kulihat matanya selalu berbinar setiap menyebut nama itu. Karir Husna pun kian bersinar. Hatiku dibakar cemburu. Hanan tak pernah seperti ini sebelumnya. Namun, jauh di lubuk hati, aku tak mengingkari peran Husna di sini. Siapa sangka, perempuan biasa itu memiliki kecerdasan luar biasa, hingga dapat membaca selera pasar dalam waktu singkat. Tak jarang kudapati ia mengenakan beberapa hasil desainnya meski hanya sebentar. Memang dasar mis kin. Kalau pengen kan tinggal beli, ngapain dipakai lalu dilepas lagi.Kesejahteraan karyawan kian ditambah. Setelah kenaikan gaji, kini ganti uang makan yang dinaikkan, bahkan nasi bungkus serta nasi kotak pun sering datang lebih awal, hingga para karyawan tak perlu jauh ke luar saat istirahat.Itu semua imbas dari omset penjualan yang melejit berkat desain Husna, sebab peranku d

  • Kukembalikan Seserahan Calon Suamiku   Ekstra Part 1

    POV MeisyaAku telah sangat percaya diri, bahwa mudah bagiku menaklukan seorang Hanan. Desakan sebab usia menjadi salah satu sebabnya.Akulah perempuan di ambang usia tiga puluh. Usia yang menjadi momok bagi perempuan untuk segera mengakhiri masa lajang.Demikian halnya dengan aku. Orang tuaku telah semakin gelisah memikirkan jodoh untukku. Sementara aku tak ambil pusing, kecuali saat satu kata dilontarkan, yakni perjodohan.Aku mulai mencari seseorang yang tepat, setidaknya, sebelum usiaku genap tiga puluh, aku telah memiliki calon ke jenjang pernikahan. Karirku bagus, penjualan tak pernah turun sejak kupegang. Wajahku pun terhitung menarik, tubuhku juga ramping. Tak ada yang kurang di hidupku, kecuali satu, pasangan hidup. Bukan karena aku tak laku, hanya saja aku pemilih. Beberapa kali aku menjalin hubungan, sebanyak itu pula harus kuakhiri sebab aku merasa lebih tinggi.Berbeda dengan Hanan. Ia tak seperti lelaki k

  • Kukembalikan Seserahan Calon Suamiku   Bab 166 (Ending)

    Ia menepati ucapannya untuk membawa kami jalan-jalan, tepat setelah bukan kembar pulang sekolah.Ia membayar waktunya dengan membawa aku ke salon untuk perawatan seluruh badan. Sementara itu, anak-anak ia bawa ke arena bermain, tak jauh dari salon ini berada. Aku segera menyusul begitu selesai dan kembali merasa rileks."Masya Allah, cantiknya istriku," sambutnya, begitu aku telah sampai. Aku tersipu, lantas mengucapkan terima kasih. Si bungsu segera kuambil alih, untuk kuberi ASI. Kedua kakaknya melanjutkan bermain.Setelah menghabiskan waktu seharian, kami dibawa ke rumah orang tuaku. Rumah ibu kian riuh dengan suara anak-anakku, juga anak-anak Mas Dika.Wahyu dan Fajar terlihat antusias saat Mas Dika mengajari gerakan membela diri. Ya, meski mereka telah dimasukkan ke kegiatan yang sama di dekat tempat kami tinggal, tetap saja mereka terkesan dengan gerakan baru dari Mas Dika."Na, mumpung kamu di sini, ibu mau kasih kabar," ujar Ibu, saat aku s

  • Kukembalikan Seserahan Calon Suamiku   Bab 165

    Tangan kecil itu membingkai wajahku, lalu menghujani wajah dengan kecupan tanpa henti."Aku sayang Ibu. I love you, Ibu," cetusnya lagi.Mata kukerjapkan beberapa kali, saat kurasai telapak tangan yang menempel di pundak."Mbak Husna, bangun, Mbak."Suara Bu Ratna mengiringi gerakan tangannya yang terhenti.Terlihat di depanku, Fajar yang sedang terlelap. Sebuah buku yang terbuka di atas selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, menandakan aktifitas sebelum ia benar-benar memejamkan mata.Jika ia sedang terlelap sedamai ini, lalu ulah siapa beberapa saat tadi?"Mbak, pindah ke kamar, ya. Tidur sambil duduk begini, Mbak Husna bisa capek, nanti," ujar Bu Ratna lagi.Kuamati diri sendiri. Duduk bertumpu di lantai, dengan tangan bersandar pada sisi ranjang di samping Fajar. Kurasai kalau lututku mulai terasa sulit digerakkan.Di seberang tempatku duduk, Wahyu pun terlihat tak jauh berbeda dengan sang kakak.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status