Share

Bab 3

Author: Mami ice bear
last update Last Updated: 2025-04-06 10:55:51

Seketika, ide melintas di kepala Andini. Ia buru-buru berlari ke kamar, mengambil ponselnya sendiri, lalu mengetik sesuatu.

Beberapa detik kemudian, ponselnya bergetar. Dan balasan pun datang.

[Dia nggak ada jadwal masuk kantor hari ini. Entah kalau ketemu klien. Aku juga tak paham.]

Jantung Andini berdetak kencang.

Kali ini, Ia semakin yakin jika Niko sedang berbohong!

Tangannya mencengkeram ponsel dengan erat. Dadanya bergemuruh sedangkan nafasnya memburu.

“Kamu berani main-main sama aku, Mas?” geram Andini.

Ia menatap keluar jendela, melihat mobil sang suami yang perlahan keluar dari gerbang.

Kemarahan Andini seketika meledak.

Tanpa pikir panjang, wanita itu meraih kunci mobil dan bergegas keluar.

“Aku harus mengikuti Mas Niko! Apapun yang terjadi.”

“Kita akan lihat, Mas. Kau benar pergi ke kantor ekspedisi, atau ke tempat lain!”

Andini menggumam lirih, matanya menatap tajam ke arah mobil hitam yang baru saja melaju meninggalkan halaman rumah. Dengan gerakan cepat, ia meraih kunci mobil dari dalam saku celananya. Tidak ada waktu untuk ragu, tidak ada ruang untuk sebuah kebimbangan.

Tanpa membawa tasnya, wanita itu melangkah cepat ke garasi. Semua yang ia butuhkan sudah ada di dalam mobil sejak tadi pagi. Mulai dari berkas pemeriksaan, dompet dan beberapa benda lainnya.

“Maaf, Mas. Aku tak semudah itu menerima semuanya hanya karena kecupan hangatmu,” bisiknya, lalu menyalakan mesin mobil dan segera melaju.

Matanya menajam, mengawasi mobil hitam milik Niko yang berada beberapa ratus meter di depan. Jaraknya cukup aman agar laki-laki itu tidak menyadari bahwa dirinya sedang diikuti.

Setiap kali roda mobil berputar, jantungnya berdegup semakin cepat. Andini menatap lurus ke depan, mencari tanda-tanda bahwa suaminya mungkin berbohong.

“Benarkah ini jalan ke kantor ekspedisi?” gumamnya, menggigit bibir bawah. Sebab kantor ekspedisi yang dia tahu bukan ke arah yang saat ini dirinya berada.

Mobil Niko memang melaju ke arah pusat kota, jalur yang cukup padat di hari kerja seperti sekarang. Namun, Andini menolak untuk percaya begitu saja. Ia tetap mengikuti Niko dengan penuh kewaspadaan.

Andini tahu, kadang seseorang yang pandai menyembunyikan kebohongan justru berusaha bertindak seperti biasa agar tidak menimbulkan kecurigaan.

“Tidak… aku tak boleh terkecoh.”

Wanita itu mengeratkan genggamannya di kemudi, menahan emosinya yang perlahan naik ke permukaan.

Beberapa menit kemudian, mobil hitam itu akhirnya berbelok ke sebuah gedung pencakar langit dengan halaman luas dan dikelilingi pohon rindang. Mata Andini membelalak, nafasnya pun tercekat.

“Ternyata… dia benar-benar ke kantor ekspedisi….” Andini bergumam lirih.

Hatinya terasa sesak oleh rasa bersalah yang tiba-tiba datang menghantam. Saat matanya menangkap tulisan besar, nama kantor ekspedisi yang didatangi suaminya.

Kemudian, Andini menepikan mobilnya di tempat yang agak jauh, cukup untuk mengawasi dari kejauhan.

Niko keluar dari mobil dengan langkah santai, mengenakan kemeja biru tua dan celana bahan gelap, sama seperti yang ia siapkan. Dengan tenang, pria itu berjalan melewati lobi, masuk ke dalam gedung tanpa sedikit pun menunjukkan tanda-tanda mencurigakan.

Andini memejamkan mata, kemudian menghembuskan napas panjang.

Hingga tak lama kemudian, laki-laki itu keluar gedung sambil membawa bungkusan hitam khas paket yang biasa dikirim.

“Hufftt… Ya sudahlah, lebih baik aku pergi sendiri. Stop berpikir yang aneh-aneh, Andini,” ujar wanita itu, berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Tring!

Tiba-tiba, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Niko mengirimkan foto dirinya yang tengah memegang paket. Kemudian, foto berikutnya masuk, hasil tangkapan layar percakapan pada ponsel laki-laki itu.

Tangkapan tersebut menyebutkan, jika Niko sudah ditunggu untuk pertemuan dadakan. Hal itu membuat Andini mulai menurunkan kecurigaannya.

Namun meski begitu, rasa cemas itu masih menggantung di hatinya. Tapi dengan cepat Andini menggeleng, mencoba menepis isi pikirannya.

Wanita berambut panjang tersebut menyalakan kembali mesin mobilnya dan memutar arah menuju rumah sakit.

Tempat yang sudah menjadi bagian dari rutinitasnya selama enam bulan terakhir, sebuah upaya yang ia lakukan demi mendapatkan buah hati yang selama ini dinantikan.

Sambil menunggu lampu lalu lintas berubah hijau, ia mengetik pesan singkat untuk sang suami.

[Aku sudah jalan ke rumah sakit.]

Andini menatap layar ponselnya beberapa detik, berharap ada balasan cepat. Tapi tidak ada. Dengan nafas berat, ia menyimpan kembali ponselnya dan kembali fokus pada jalan.

Namun, wanita itu kembali teringat pada sebuah pesan yang tadi pagi masuk. Saat berada di lampu merah kedua. Andini kembali mengambil ponselnya dan membuka blokiran sebuah nomor…

[Jangan usik rumah tanggaku! Aku masih bersikap seperti ini karena menghargai hubungan kita sebelumnya. Tapi kalau kamu masih terus melakukannya. Jangan salahkan aku, jika sampai harus bertindak!]

Berikutnya, Andini kembali meletakkan benda pipih tersebut. Rahangnya mengeras saat mengingat kelakuan sosok yang baru saja ia kirimi pesan.

“Lihat saja, aku nggak akan diam saja kalau kalian masih berulah!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 58

    Andini mendekat. Langkahnya ringan, nyaris tanpa suara, tapi penuh tekanan tak kasatmata yang menggulung seperti badai kecil dalam kamar mereka. Begitu jarak cukup dekat, ia berdiri tegak di depan Niko. Kepalanya sedikit mendongak, sedangkan sorot matanya menusuk lurus ke arah mata pria itu, seperti sedang menilai seekor serigala yang menyamar jadi manusia.“Denger ya, Mas,” ucapnya datar, nyaris tanpa nada. Tapi justru itu yang membuat ucapannya menggigit.“Mbok Nah itu memang pembantu, tapi dia tahu tempatnya di mana. Dia nggak sok pamer status mentang-mentang aku baikin, dia juga nggak ngelunjak. Nggak datang tanpa diundang kayak jaelangkung, apalagi bawa koper segede gaban kayak mau ngungsi.”Andini berhenti sejenak, nafasnya naik-turun perlahan, menahan emosi yang mengendap di dada. Lalu suaranya kembali terdengar, lebih tajam.“Sementara istri barumu itu—baru juga lima menit masuk rumah ini, udah ngajak ribut hawanya. Mau minta privilege karena lagi hamil? Emang dia siapa? Karn

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 57

    “Ya sudah, suruh saja dia tidur di kamar pembantu.”Suara Andini terdengar datar, tanpa jeda sedikit pun untuk sekedar setitik empati. Keputusan telah dibuat, dan nada bicaranya menutup semua peluang kompromi yang coba diusik oleh Niko. Laki-laki itu pun hanya bisa menatap punggung istrinya yang kini mulai melangkah naik ke lantai dua, meninggalkan ruang tamu dengan Lisa dan Ibu Rukmini yang masih mematung. Suasana di bawah nyaris membeku, hanya suara detik jam dinding yang terdengar samar.Namun rupanya, Niko belum siap menyerah.Langkahnya tegas mengayun cepat ke lantai atas, menyusul Andini yang baru saja masuk ke kamar. Ia menutup pintu perlahan, mencoba agar percakapan selanjutnya tidak terdengar orang rumah. Tapi siapa pun tahu, itu percuma saja.“Jangan gitu dong, Sayang,” bujuk Niko sambil mendekat, mencoba menyentuh bahu istrinya.Andini hanya menepis tangan itu pelan, lalu menghempaskan tubuh ke kursi rias. Ia mengambil kapas dan mulai menghapus sisa make up di wajahnya, ge

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 56

    “Tolong kasih tahu kalau kamu tahu dimana Nino, Ndin.” Suara Niko terdengar pelan namun terdesak. Ada kecemasan samar di balik nada bicara laki-laki itu, tapi Andini tak menggubrisnya. Ia menyandarkan punggung ke tembok dengan santai. Alis kirinya terangkat. “Kenapa tanya aku? Aku kan cuma kakak iparnya,” jawab Andini datar. Bibirnya menyeringai kecil dan kembali melanjutkan. “Coba tanya mantan pacar, alias mantan calon istrinya, yang sekarang jadi ... kakak iparnya juga. Kali aja dia tahu.” Kata-kata Andini tak hanya tajam, tapi juga menusuk tepat ke titik malu seseorang yang masih punya harga diri. Sayangnya, wanita yang ia tuding hanya berdiri tegak, tenang, nyaris tanpa ekspresi. Tak ada gerakan menunduk, apalagi rasa bersalah. Andini mendesis pelan. Matanya menatap tajam ke arah Lisa, menilai gerak-gerik yang tak berubah. ‘Benar-benar tak punya malu rupanya, cih!’ batinnya menggeram. Ia memiringkan kepala sedikit, seolah memperjelas arah serangannya berikutnya. “Lagia

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 55

    “Lha kok tanya saya? Kan anak situ, bukan anak saya.”Suara Andini terdengar tenang, namun tajam. Ucapannya seperti pisau yang menusuk ke dasar harga diri sang mertua.“Jangan kurang ajar kamu, Andini!” bentak Rukmini lantang, nadanya melengking menusuk gendang telinga.Andini memejamkan mata sejenak, mengatur napas. Perlahan ia membuka kelopak mata dan melangkah maju, tubuhnya tegak. Suasana mendadak menegang. Tiap ketukan hak sandalnya di lantai membuat jantung Rukmini berdegup lebih cepat.Ia kini berdiri tak sampai dua langkah dari sang mertua.“Coba ulangi kata-kata Ibu,” ucap Andini, pelan namun penuh tekanan. “Aku nggak terlalu denger tadi.”Rukmini spontan menelan ludah. Glek! Tangan tuanya gemetar kecil, dan sorot matanya berusaha menghindar dari tatapan menantunya yang tajam. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.“Ma—mau apa kamu, Andini?” suaranya bergetar, hampir tak terdengar, patah-patah, bahkan nyaris tertelan rasa gugupnya sendiri.Andini menaikkan satu alis, l

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 54

    “Tolong jangan bertele-tele, Andin.”Nada suara Niko terdengar mulai kehilangan kesabaran. Ia berdiri tegak, dengan dada membusung, namun wajahnya menyimpan gelisah yang tak bisa ditutupi. Di sampingnya, Lisa berdiri kaku. Tangannya saling menggenggam erat di depan perut yang masih belum terlihat membuncit, mencoba terlihat tenang meski jelas matanya menyapu seisi ruangan dengan angkuh.Andini mengangkat wajah, menatap lurus ke arah sang suami. Tatapannya menusuk, tanpa senyum, tanpa basa-basi.“Siapa yang sebenarnya bertele-tele, Mas?” balas Andini dengan suara datar namun tegas.Ia melangkah pelan, dan mendekat. Pandangannya berpindah dari Niko ke Lisa. Tatapan tajamnya membuat Lisa menunduk tanpa sadar, seolah tengah diperiksa oleh seorang hakim.Tak ada keramahan di wajah Andini. Tak ada raut lembut yang dulu sempat menghiasi setiap interaksi mereka. Yang terlihat hanya ketegasan dan dingin yang mencekam.“Aku bawa Lisa kemari untuk tinggal bersama kita,” ucap Niko pada akhirnya

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 53

    “Sayang … ini Lisa. Aku sama Lisa udah nikah tadi pagi.” Suara Niko terdengar tenang, bahkan sedikit santai, seolah yang ia ucapkan bukanlah sebuah pengkhianatan besar terhadap pernikahannya sendiri. Sementara Andini duduk di kurai teras, mengenakan daster bermotif bunga dan menyilangkan kakinya dengan santai. Di pangkuannya, sebuah ponsel menyala dengan suara film romcom dari negeri seberang yang ia tonton sambil menyeruput teh hijau. Aroma pandan dan jahe dari kue yang baru saja ia makan amat menenangkan, kontras dengan situasi yang baru saja dilemparkan ke wajahnya. Sekilas, Andini melirik ke arah dua sosok yang berdiri di sisi kirinya. Tak ada keraguan di mata Niko, dan Lisa tampak berdiri dengan percaya diri tepat di samping suami barunya, bahkan keduanya sama sekali tidak menunjukkan sedikitpun rasa bersalah. Andini hanya menatap mereka sepersekian detik sebelum akhirnya kembali memfokuskan perhatian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status