Share

Bab 2

Penulis: Mami ice bear
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-05 12:43:43

“Maksud kamu apa?”

Niko menghentikan gerakan tangannya. Laki-laki itu menoleh, menatap istrinya dengan alis bertaut.

“Enggak, cuma jawab ucapan kamu, kok.”

Andini berdiri sambil mengendik acuh, kemudian wanita berambut panjang tersebut bangkit dan mengambil kemeja yang sudah disiapkan. Lalu meletakkannya di tempat tidur. “Ini baju kerja kamu.”

Niko tersenyum, tapi saat mengambil ponselnya dari meja, ekspresinya tiba-tiba berubah.

Jantung Andini kembali mencelos. Wanita itu penasaran, apakah suaminya sedang melihat notifikasi yang ia lihat tadi?

Niko buru-buru mengunci layar, lalu berjalan mendekati Andini, tangannya terulur mencubit pipi sang istri pelan lalu mengusap pucuk kepalanya. “Jangan manyun gitu ah, jelek tau.”

“Coba katakan ada apa?” tanya Niko dengan nada lembut.

Andini mengangkat alis. “Hmm.. Ya ya ya istrinya dikata jelek, karena kamu biasa melihat wanita di luar sana yang lebih cantik dan seksi. Iya kan?”

Niko tampak terkejut sesaat. Tapi dengan cepat, laki-laki itu mengontrol ekspresinya. “Kamu ini lagi PMS atau gimana sih? Kok dari tadi ketus banget.”

“Lagian, siapa coba yang bisa lebih cantik dari bidadari Mas ini? Aneh-aneh aja kamu itu!” bantah Niko yang kemudian mengecup pipi Andini.

“Tuh, di hape kamu. Ada chat dari Kang Paket yang ngajak ketemuan. Kang Paket atau Kang Paket? Kok pake acara janjian segala.” Andini memilih mengabaikan ucapan Niko dan mengalihkan pembicaraan.

Niko mengangkat tangannya yang masih memegang ponsel. “Di sini?”

“Pikir aja sendiri!” ketus Andini seraya berlalu.

Niko tersenyum, ia segera menarik tangan sang istri sebelum wanita itu benar-benar pergi. “Duduk sini!”

“Apa ini yang kamu lihat tadi?” tanya Niko sambil menunjukkan layar ponselnya.

Layar tersebut menunjukkan sebuah pesan chat, dimana kontak atas nama Kang Paket baru saja mengirim pesan.

“Dia itu kurir paket. Aku beli sesuatu buat kamu, tapi aku lupa malah kasih alamat rumah ini. Kan jadi nggak surprise kalau paketnya kamu yang nerima. Jadi, aku ngajak dia ketemuan. Eh malah suruh ambil sendiri ke drop point,” terang Niko dengan nada lembut.

“Yakin?” tanya Andini yang masih tampak ragu.

“Yakinlah! Udah ya, jangan manyun lagi,” rayu Niko sambil mencubit hidung sang istri.

Andini tidak menjawab. Ia hanya bangkit dan berbalik, kemudian melangkah ke luar kamar. Tapi baru beberapa langkah, suara Niko tiba-tiba menghentikan ayunan langkahnya.

“Sayang…. Nanti… kamu bisa pergi sendiri ke rumah sakit, kan?”

Langkah Andini terhenti di depan pintu. Wanita itu menghela nafas panjang lalu menoleh perlahan. “Apa maksudmu?”

“Aku mau ke kantor ekspedisi ambil paket. Terus mau ketemu klien tapi ambil berkas dulu di kantor. Ada pekerjaan mendadak yang harus aku selesaikan. Soal project tempo hari yang aku pernah ceritakan itu,” jawab Niko.

Alasan.

Alasan yang terlalu mendadak. Begitu pikir Andini.

Andini menatap suaminya lekat-lekat. “Biasanya kamu bisa izin, kenapa sekarang tidak? Dan kenapa harus saat seperti ini?”

“Aku itu mau periksa ke dokter kandungan. Dan kamu juga harus ikut periksa. Setidaknya agar aku nggak terus-terusan dikatakan mandul, Mas!” imbuh Andini yang mulai menaikkan nada suaranya.

“Ada hal yang harus segera Mas selesaikan, Sayang. Tolong mengertilah. Deadline-nya juga nggak lama lagi,” jawab Niko buru-buru.

Andini menutup mata sejenak, kemudian kembali menghela nafas demi membuang beban tak kasat mata, yang menekan dadanya hingga terasa sesak.

Entahlah, Andini sendiri tak tahu apa Niko sedang berbohong atau tidak. Tapi seperti biasa, wanita itu selalu mengiyakan ucapan sang suami.

Meski sebelumnya, laki-laki itu tidak akan semendadak ini membatalkan janji, kecuali memang ada sesuatu yang benar-benar urgent. Tapi sejak beberapa saat lalu, entah mengapa pemikiran Andini menjadi amat buruk pada suaminya sendiri.

“Terserah,” ucapnya dingin. Wanita itu sudah benar-benar marah kali ini. Ia merasa jika sang suami tak peduli tentang kondisinya. “Lagipula, aku bisa pergi sendiri.”

“Atau, kita ubah jadwalnya jadi lusa saja? Biar Mas bisa ambil cuti lagi.”

Baru saja Andini mengatupkan bibirnya, Niko dengan cepat menyambar.

Andini langsung menggeleng. “Nggak perlu. Lagian, membuat janji dengan dokter tidak segampang itu.”

“Mereka juga punya jadwal dan deadline yang tak bisa diganggu gugat!” sambung Andini sembari menekan kata ‘deadline’.

Niko terlihat sedikit panik. Melihat ekspresi sang istri, laki-laki 28 tahun tersebut mulai menyadari sikap ketus Andini. “Atau aku panggil Mbak Rara? Biar Ibu atau Mbak Rara yang nemenin kamu.”

“Ibu baru sembuh, tensinya cukup tinggi kemarin. Itu sebabnya beliau sampai harus dirawat. Ibu masih harus istirahat di rumah. Mbak Rara juga lagi kerja. Aku nggak mau merepotkan mereka,” tolak Andini dengan tegas.

“Apa maksud kamu dengan kata ‘merepotkan’ itu?” Namun, jawaban yang diberikan oleh Andini, membuat Niko menatapnya tajam.

Andini tersenyum miring dna menjawab. “Selama Ibu di rumah sakit, siapa yang mengurus beliau? Kamu? Adikmu? Atau kakakmu itu? Bukan, kan Mas?”

“Aku yang mengurus Ibu, lalu dimana semua saudara perempuanmu itu? Bahkan adik laki-lakimu saja nggak bisa diandalkan,” imbuh Andini dengan nada cukup tinggi. “Kalau urus dan nemenin ibu sendiri aja nggak bisa. Apalagi nemenin aku yang notabene hanya saudara ipar?”

Niko terdiam. Tak bisa menjawab.

“Sudahlah, aku masih bisa pergi sendiri.” Andini melanjutkan, sebab matanya bisa melihat dengan jelas kebisuan sang suami.

Lelaki yang sudah memakai pakaian lengkap tersebut menghela nafas panjang. “Ya sudah, terserah kamu. Yang jelas Mas sudah menawarkan. Maaf karena Mas nggak bisa anter kamu.”

Detik berikutnya, ia mendekat, kemudian mengecup kening Andini. “Kabari Mas kalau ada apa-apa. Jangan ngebut! Jangan sampai kamu pergi dengan posisi kesal terus nyetirnya ugal-ugalan.”

Tanpa menunggu jawaban, Niko melangkah keluar kamar.

Andini mengikuti arah kepergian sang suami dengan tatapan kosong, perasaan sesak makin menekan dadanya.

“Entah kenapa, aku seperti tidak mengenalmu hari ini, Mas….”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 49

    Prak! “Apa kamu mau bikin kita celaka, huh?!” Suara Andini menggema di sepanjang tepi jalan yang agak sepi. Tangannya baru saja mendarat keras di atas helm yang masih menempel di kepala Nino. Pemuda itu tersentak. Tubuhnya menegang sesaat. Dia menoleh pelan, wajahnya memucat, tatapannya kosong tak berani menatap balik kakak iparnya. “Maaf, Mbak. Aku—” “Kalau kamu udah bosan hidup dan pengen buru-buru mati, ya jangan ajak-ajak orang lah!” bentak Andini, suaranya meninggi. Nada bicaranya tajam, menusuk, dengan raut wajah yang tak lagi bisa disembunyikan amarahnya. Ayu dan Gina, yang baru saja turun dari mobil, langsung mendekat. Mereka saling berpandangan, tahu benar kalau suasana tidak sedang baik-baik saja. “Tenang, Ndin … tenang. Sabar,” ucap Ayu sambil menepuk pelan bahu sahabatnya. “Nggak! Aku nggak akan bisa tenang, apalagi sabar!” seru Andini sambil mengangkat tangan. Napasnya memburu, rahangnya mengeras. Ia melangkah maju, menatap Nino tajam. “Oke memang, aku itu rindu

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 48

    “Aku nggak tau harus ngomong apa—”“Nggak usah banyak omong. Ayo cepet. Ntar kemaleman.”Nada suara Andini terdengar dingin dan tegas, nyaris tanpa celah untuk dibantah. Ia bahkan tak menoleh ke arah Nino saat berbicara. Sorot matanya lurus menatap ke depan, penuh ketegasan.Nino hanya bisa menelan ludah, mengangguk kecil meski tubuhnya tampak ragu. Jari-jarinya menggenggam kunci motor dengan gelisah, sementara pandangannya terus melirik ke arah ketiga perempuan di hadapannya.Sore itu, langit berwarna kelabu pucat, seperti mencerminkan perasaan yang bergemuruh dalam dada keempat orang yang hendak memulai perjalanan ini.Andini berdiri di samping Nino, bersikap tenang tapi jelas-jelas tidak sepenuhnya nyaman. Di belakang mereka, dua sahabat Andini, Ayu dan Gina, berdiri berdampingan. Ayu menggigit bibir, sedangkan Gina sesekali memeriksa ponsel. Keduanya sama-sama menyadari bahwa ini bukan perjalanan biasa.Setelah memastikan semuanya

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 47

    [Mbak... Kita jadi kan malam ini?]Sebuah pesan masuk ke ponsel Andini, membuat matanya langsung terfokus pada layar. Jari-jarinya bergerak cepat, mengetik balasan sambil mengerutkan dahi. Wajahnya tampak serius, tanpa senyum, seolah beban yang ia tanggung makin bertambah berat.[Jadi. Kita ketemu di tempat yang sudah aku tentukan.]Tak lama setelah ia mengirim pesan itu, suara serak dan pelan terdengar dari arah dapur. "Siapa, Neng? Kok serius banget mukanya?"Andini mengangkat kepala pelan. Mbok Ratmi berdiri di ambang pintu, mengeringkan tangannya dengan celemek. Wajah keriputnya tampak khawatir, seperti mencoba membaca pikiran Andini dari ekspresi wajah yang dingin dan tak biasa."Nino, Mbok," jawab Andini singkat, matanya kembali menatap layar ponsel meski tak ada pesan baru yang masuk.Kening Mbok Ratmi berkerut, matanya menyipit mencoba mengingat-ingat. "Nino? Adik bungsu Mas Niko, itu ya?"Andini mengangguk pelan

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 46

    "Lho, kamu cepet banget udah balik lagi, Nik?"Rukmini mengangkat alis saat melihat anak laki-lakinya masuk ke rumah dengan langkah tergesa. Wajahnya kusut, rautnya penuh amarah yang jelas tak disembunyikan. Tanpa menyapa atau melepas sepatu, Niko langsung menjatuhkan tubuhnya ke sofa, membuang napas keras sambil menelungkupkan kepala ke sandaran."Kamu belum sampai rumah?" tanya Rukmini, nadanya lebih tajam kali ini."Udah, Bu. Tapi langsung pergi lagi aja. Sengaja," jawab Niko pendek, matanya tak menoleh sedikit pun.Rukmini berdiri di ambang pintu ruang tamu, kedua tangannya bertumpu di pinggang. Ia menyipitkan mata, memperhatikan ekspresi putranya yang terlihat jengkel."Sengaja? Maksudmu apa, Niko?"“Kamu udah nggak sabar ngelamar Lisa?”Niko mendongak, raut wajahnya semakin gelap. "Tadi mobilkusempat bocor bannya. Untungnya udah deket rumah, jadi bisa tinggalin di bengkel deket pintu kompleks." Ia me

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 45

    “Aku merasa… Mas Niko mulai mengkhianati janji suci kami, Mbok…”Suaranya lirih, namun menghujam tajam. Ruang makan yang tadinya hanya dihuni suara detak jam dinding, kini mendadak dipenuhi keheningan yang berat. Mbok Ratmi, yang tengah menuangkan teh ke dalam cangkir, menghentikan gerakannya. Cangkir itu nyaris tergelincir dari tangannya jika wanita tua itu tak segera menggenggamnya erat.Perlahan, ia menoleh. Wajah tuanya tampak menegang, dan mata yang biasa teduh kini memandang Andini dengan sorot cemas.“Maksudnya, Neng?” tanyanya pelan, hampir berbisik. Ia tidak ingin langsung menarik kesimpulan. Tapi dari nada suara Andini, dari sorot matanya yang sayu, dari jemarinya yang terus bermain dengan ujung baju, Mbok Ratmi tahu bahwa yang hendak disampaikan bukanlah hal kecil.Andini duduk membungkuk di kursinya, kedua tangannya saling bertaut erat di pangkuan. Wajahnya tertunduk, dan nafasnya tertahan di kerongkongan. Ia tak segera menjawab, seakan sedang memilih kata yang paling ti

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 44

    “Aku hanya kembali mempekerjakan Mbok Ratmi. Apa itu salah?” ujar Andini, tenang tapi tajam.Niko menatapnya lama. Tatapannya kosong, tapi ada yang berkecamuk di dalamnya, bukan sekadar marah. Sorot mata itu memancarkan kebingungan, frustasi, dan rasa kehilangan kendali yang mulai merayap diam-diam.“Kita itu suami istri, Andin,” ucap Niko akhirnya, suaranya sedikit menurun, seolah ingin menarik kembali tensi yang sempat melonjak. “Kita harusnya bisa membicarakan semua ini baik-baik.”Ia berjalan mendekat, berdiri beberapa langkah di hadapan sang istri yang masih duduk di tepi ranjang. “Bukan malah membicarakannya di tempat umum seperti tadi.”Andini tertawa kecil. Bukan karena lucu, tapi karena getir. Ia menunduk sebentar, lalu menatap Niko, tatapannya tajam namun lelah.“Kita?” ia mengulang dengan nada sinis. “Kapan terakhir kali kamu benar-benar mau mendengar pendapatku, Mas?”Niko bungkam. Hanya bibirnya yang sedikit bergerak, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi urung. Bahunya m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status