"Papa.." kata Shafira sambil membuka tangannya dan menghambur ke pelukan Dani. Shafira terlihat begitu senang dan langsung bergelayut manja di pelukan papanya.
Dani terharu melihat Shafira dan segera memeluknya dengan erat. Dani memang begitu dekat dengan Shafira. Melihat adegan itu, Annisa juga menangis sedih. Ia tidak tega melihat Shafira yang begitu merindukan papanya, walaupun hanya berpisah sehari saja. Annisa berpikir, Shafira pasti akan sangat terluka jika harus berpisah dengan papanya."Mas, pulanglah! Aku tidak akan mengubah keputusanku. Aku dan Shafira akan tinggal di sini," kata Annisa tanpa menatap mata Dani."Nis, apa kamu tidak kasihan pada Shafira? Lihat betapa cantik dan lucunya dia, apa kamu tega keluarga kita ini terpecah? Shafira membutuhkan kita, Nis. Dia harus mendapatkan kasih sayang dari keluarga yang utuh, limpahan perhatian dan kasih sayang dari papa dan mamanya," kata Dani dengan lembut. Ibu dan Bapak masuk kembali ke ruang tamu dan duduk bersama Dani dan Annisa. "Nak, suamimu sudah meminta maaf. Kalau masalah ini masih bisa diselesaikan dan dicari jalan keluarnya, maka sebaiknya kalian berdamai. Jadikan masalah ini pelajaran yang mendewasakan kehidupan rumah tangga dan hubungan kalian, Nak," kata ibu sambil mengusap punggung Annisa. "Bapak setuju dengan pendapat ibu. Kembalilah pada suamimu dan berusaha memperbaiki semuanya. Intinya, usahakan komunikasi yang lebih baik dan lebih sehat, antara kalian berdua, antara kamu dan ibu mertuamu. Bapak dan ibu selalu mendoakan kebahagiaan kalian," kata bapak. Bapak dan ibu memang bersikap bijak dan menjadi teladan bagi Annisa. Annisa selalu melihat bapak dan ibu saling menyayangi dan menghargai, tidak pernah bertengkar berlarut-larut. Setelah Annisa menikah dengan Dani, bapak dan ibu selalu bersikap netral. Walaupun Dani hanyalah menantu mereka, tapi bapak dan ibu bisa menganggap dan memperlakukan Dani seperti anaknya sendiri. Tidak selalu membela Annisa setiap ada pertentangan dan perbedaan pendapat. Annisa menghela nafas panjang, dilihatnya kembali Shafira yang menciumi wajah Dani. "Fira mau ga pulang sama Papa?" tanya Dani lagi. "Mau," kata Shafira dengan wajah polosnya. "Baiklah, Mas. Aku mau ikut pulang bersamamu. Ini semua hanya demi Shafira," kata Annisa. Dani tersenyum lega dan mencium tangan Annisa, lalu mencium dahi Shafira. Bapak dan ibu juga tersenyum senang melihat Dani dan Annisa sudah saling berbaikan. Annisa dan Dani menginap satu malam lagi di rumah orang tua Annisa. Besok pagi mereka akan pulang kembali ke rumah Ibu Dani. ---Keseokan paginya, Annisa dan Dani sudah bersiap akan menuju ke terminal. "Nak, ini Ibu bawakan makanan untuk kalian dan ibu mertuamu, ya," kata ibu."Ah, kenapa Ibu sangat baik pada Ibu mertuaku? Jelas-jelas dia memperlakukan aku dengan buruk," gerutu Annisa. "Nak, tidak boleh seperti itu, manusia tidak ada yang sempurna. Tidak luput dari kesalahan, kamu harus memakluminya, ya. Berusahalah menjadi anak yang baik untuk Ibu mertuamu, perlakukan dia, seperti kamu menyanyangi dan memperlakukan Ibu," pesan Ibu. "Iya, Bu. Annisa akan berusaha," kata Annisa. Menjelang sore, Annisa dan Dani sampai ke rumah. Dani membaringkan Shafira yang tertidur di tempat tidurnya. Annisa bisa melihat tatapan Ibu mertuanya yang sinis kepadanya, tapi seperti biasanya ibu segera bersikap lembut dan tersenyum di hadapan Dani. "Bu, Dani mau bicara," kata Dani. "Ada apa, Nak?" tanya ibu seperti tidak merasa bersalah. "Apa benar selama ini Ibu melakukan Annisa dan Shafira dengan tidak baik?" tanya Dani. "Siapa yang bilang begitu, Nak? Ibu sangat menyayangi Annisa dan Shafira. Ibu minta kalian tinggal di sini, supaya Ibu bisa dekat dengan kalian. Annisa, kenapa kamu mengatakan hal yang tidak benar tentang Ibu kepada Dani? Kenapa, Nak?" tanya ibu sambil meneteskan air mata. Annisa menggelengkan kepala nyaris tak percaya, ibu mertuanya ternyata memang pintar berakting dan bermuka dua."Bu, Dani tahu kalau Ibu meminta semua gaji Dani dari Annisa. Kenapa Bu?" tanya Dani. "Jadi masalah yang itu? Ibu tidak punya maksud buruk, Nak. Dani hanya ingin membantu kalian untuk mengelola keuangan. Kamu dan Annisa masih muda, terkadang kalian mempunyai banyak keinginan, sehingga tidak bisa menabung. Ibu hanya ingin membantu mengelola keuangan kalian dengan baik," kata ibu. "Mengelola keuangan dengan baik? Ibu yang makan enak dan membeli apapun yang Ibu mau, sementara aku dan Shafira kelaparan? Kami hanya makan sayur dan tempe, Shafira tidak bisa membeli susu dan makanan bergizi. Apa Ibu mau menyiksa kami?" kata Annisa dengan gemas. Ibu terdiam menatap Annisa dan tidak menyangka kalau Annisa berani mengungkapkan semuanya di depan Dani. "Apa benar begitu, Bu? Aku tidak percaya Ibu bisa berbuat begitu. Kalau tinggal di sini membuat istri dan anakku menderita, kami akan keluar dari rumah ini, Bu." kata Dani dengan kecewa. "Ya sudah, Ibu minta maaf. Ibu sudah melakukan kesalahan, mulai sekarang Ibu tidak akan melakukan hal itu lagi. Tapi jangan pergi dari sini, Nak, Annisa. Maafkan Ibu," kata Ibu Dani dengan berderai air mata. Dani menatap Annisa, seakan ingin tahu bagaimana tanggapan Annisa. Sementara Annisa memejamkan matanya dan menarik nafas dalam. 'Apakah aku harus mempercayai ibu mertuaku kali ini? Apakah ibu sungguh-sungguh tidak akan menyakiti kami lagi?' pikir Annisa dalam hatinya.Suatu siang, ketika sedang menggendong dan menenangkan Shafira yang rewel, tanpa sengaja Annisa mendengar sesuatu yang tak pernah ia duga. Ibu mertuanya sedang berbicara dengan seseorang di dekat pagar tembok tetangga rumah itu. Dahlia mengintip dengan hati-hati, ternyata ibu mertuanya sedang berbicara dengan Bu Tia. Bu Tia tinggal di sebelah rumah Dani. "Iya Bu, menantu saya itu pemalas. Annisa itu selalu bangun kesiangan, sampai saya yang harus menyiapkan sarapan untuk suaminya yang akan berangkat bekerja, mengurus dan memandikan anaknya, dan bersih-bersih rumah. Maklumlah, mungkin dari dulu Annisa itu tidak dididik dengan benar sama orang tuanya," kata ibu. "Wah, menantu begitu harus ditegur loh, Bu. Jangan dibiarkan saja seperti itu!" kata Bu Tia. "Saya ini sudah berusaha menasehati dia baik-baik, Bu. Kemarin saya menegur Annisa, tapi dia malah pergi dari rumah. Saya jadi bingung dan serba salah. Saya tidak mau ada keributan di rumah," kata ibu mertua terdengar bijak. "Ya ampu
Selama beberapa hari Annisa melakukan pembalasan pada ibu mertuanya. Annisa membalikkan perlakuan mertuanya itu dengan cara yang sama. Annisa tampak manis di depan Dani, melayani Dani dan ibu mertuanya dengan baik. Namun ketika Dani sudah berangkat bekerja, Annisa masuk ke dalam kamar dan bermain bersama Shafira. Annisa tidak mau memasak atau membersihkan rumah seperti biasanya. Untuk makan siang, Annisa akan memesan makanan untuk dirinya sendiri, atau pergi keluar rumah bersama Shafira. Malam itu, Ibu Dani mendekati Dani dan mengadukan perbuatan Annisa padanya. "Dan, Ibu lelah sekali," kata Ibu Dani. "Kenapa, Bu? Apa kita mencari asisten rumah tangga lagi saja?" kata Dani. "Dan, istrimu itu beberapa hari ini tidak mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Ibu harus memasak, mencuci, menyetrika pakaian, menyapu, dan lain-lain. Ibu tidak tahan lagi melihat istrimu itu. Dia tidak membantu, tapi malah bermalas-malasan." kata Ibu Dani. Dani terkejut mendengar perkataan ibunya. Dani
Lily dan Ibu Dani pergi keluar dari rumah sampai menjelang malam. Dani dan Annisa sedang makan malam di meja makan ketika Lily dan ibunya kembali ke rumah. Namun Annisa terkejut melihat Ibu Dani dan Lily. Mereka datang dengan banyak plastik belanjaan. Lily dan ibunya juga terlihat cantik dengan tatanan rambut berbeda. Rambut Lily dicat dengan warna yang cukup terlihat. "Hai Mas, Mbak, ini Lily dan ibu membawakan makanan," kata Lily sambil meletakkan satu plastik martabak telur di meja makan. "Wah, kalian habis belanja?" tanya Dani. "Iya, Mas. Kami baru saja dari salon, dan ke mall. Banyak pakaian model terbaru dan sedang diskon nih, Mas," kata Lily dengan senyum cerianya. "Nah, ini baru namanya keluarga. Kalau membeli makanan untuk dimakan semua, bukan untuk dinikmati sendiri," kata Ibu Dani sambil melirik Annisa. Annisa tetap makan dengan tenang dan berusaha tidak terpancing. "Masa ada yang begitu, Bu?" tanya Lily berpura-pura tidak tahu. "Ada donk, orang yang egois dan tidak
Annisa berusaha merelakan perhiasannya yang dijual oleh Lily, walaupun hatinya merasa kecewa dan marah. 'Aku harus segera meminta Mas Dani agar kami bisa pindah dari rumah ini secepatnya. Semakin lama tinggal di rumah ini membuat aku muak. Ibu dan Lily semakin pintar bersandiwara dan memanfaatkan aku. Aku harus berhati-hati pada mereka,' kata Annisa dalam hatinya. Saat Annisa sedang menemani Shafira di kamar, tiba-tiba terdengar suara teriakan Lily yang sangat mengejutkan. "Tolong.. Mbak Nisa, tolong!" Annisa segera berlari ke dapur, arah suara teriakan itu."Ada apa, Li?" tanya Annisa. "Ibu jatuh, Mbak. Mbak bantuin ibu dulu, ya. Aku mau minta tolong tetangga," kata Lily. Annisa segera menghampiri ibu mertuanya yang sedang dalam posisi duduk di dekat lemari dapur. Tetapi anehnya, saat Annisa mengulurkan tangan dan mencoba membantu ibu untuk berdiri, ibu justru berteriak dan menolak. "Aduh.. Sakit, jangan Nis. Jangan sakiti ibu! Ibu mohon sama kamu, Nis," kata ibu dengan berura
"Itu tidak mungkin, Li. Annisa tidak akan melakukan itu," kata Dani tak percaya. "Mas sudah lihat sendiri video tadi, kan? Apa Mas masih membela perempuan itu daripada ibu kandung Mas sendiri?" tanya Lily. Dani segera berlari ke kamarnya dan menjumpai Annisa. Dani langsung mencengkeram lengan Annisa dengan emosi. Annisa berusaha melepaskan lengannya dari Dani, tetapi pria itu semakin erat mencengkeram Annisa. Annisa mulai merasa lengannya perih, kuku Dani mulai menyisakan gurat luka di lengannya. Namun bagi Annisa, sikap dan kecurigaan Dani lebih menyakitkan daripada luka di lengannya itu. "Nisa, apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa berbuat sejahat itu pada ibu?" nada suara Dani meninggi. "Mas, aku tidak berbuat apa-apa. Yang sebenarnya terjadi, bukan seperti yang terlihat di video itu," kata Annisa. "Tapi video itu sudah membuktikan semuanya, Nis. Kenapa kamu tega melakukan itu pada ibu kandungku?" kata Dani dengan marah. "Sudah aku bilang aku tidak melakukan apapun, Mas!" jawab
Ternyata Lily dan ibunya memang tidak pernah menyukai Annisa. Ibu masih geram dengan tindakan Annisa yang melaporkan dirinya pada Dani, sehingga ibu sengaja bersekongkol dengan Lily untuk membalas Annisa. "Hahaha.. Akhirnya kita berhasil mengusir Mbak Annisa dari rumah ini, Bu," kata Lily. "Sst.. Jangan bicara terlalu keras! Nanti Dani mendengarnya," kata ibu Dani. "Ternyata ibu pintar berakting juga," kata Lily. "Kamu juga, Li. Akhirnya Ibu bisa membalas perbuatan Annisa. Kita tinggal menunggu waktu dan membujuk Dani untuk menceraikan istrinya itu. Ibu sudah ga sabar, ingin mencarikan istri untuk Dani. Istri yang lebih cantik dan kaya, punya usaha sendiri mungkin, sehingga kita tidak kekurangan uang," kata ibu. "Setuju, Bu. Oya, bicara soal uang, aku membutuhkan uang, Bu. Ibu harus kasih uang jajanku lebih banyak, karena tadi aku membantu Ibu berakting dan membuat skenario ini," kata Lily. "Kamu kan masih pegang uang dari hasil menjual perhiasan Annisa, masa mau minta uang lagi
Lily keluar dari kamar Dani dan kembali ke kamar ibu. Lily masuk ke kamar ibu dengan senang dan mencium kartu ATM di tangannya. "Aku berhasil mendapatkan uang, Bu," kata Lily sambil memamerkan kartu ATM Dani di tangannya. Ibu tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Dasar kamu, Li! Kakak sendiri juga dibohongi," kata ibu. "Kan ibu yang mengajariku, harus bisa mendapatkan semua yang kita inginkan," kata Lily dengan bangga. ---Annisa pergi dari rumah Dani dengan berjuta rasa di hatinya. Annisa merasa sedih, kecewa, marah, kesal, dan bingung. Dani, suaminya sendiri tidak mempercayai perkataannya. Semua orang hanya melihat dan langsung mempercayai video itu. Karena hari sudah gelap dan pikiran Annisa yang masih kacau, Annisa berpikir akan terlalu beresiko jika ia harus pulang ke rumah orang tuanya sekarang. Annisa berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk menelepon Karina, saudara sepupunya. Rumah Karina berjarak satu jam dari rumah Dani. Karina belum menikah, dan mempunyai sebuah usah
Annisa dan Karina berhasil menemukan lokasi yang tepat untuk membuka usaha laundry mereka. Annisa mengurus semuanya dengan cepat, mulai dari mempersiapkan kios yang akan dipakai, membeli mesin cuci dan alat-alat yang dibutuhkan, mencari karyawan, dan memesan papan nama dan brosur untuk promosi. Lokasi laundry mereka ini masih di sekitar perumahan yang padat penduduk dan tempat kos. Banyak mahasiswa dan karyawan kantor yang tinggal di lingkungan itu. Karina memang sangat jeli melihat peluang bisnis dan lokasi yang mendukung usaha mereka. Annisa sedang menyapu ruangan kios dan mempersiapkan tempat itu. Annisa mengerjakan semuanya dengan bersemangat bersama dengan beberapa orang karyawan. Dua hari lagi tempat laundry ini akan dibuka. Tidak lupa Annisa meminta doa restu dan dukungan dari bapak dan ibunya. Sekarang ini, Annisa belum bisa menemui bapak dan ibu. Annisa juga belum bisa menceritakan semua persoalan rumah tangganya, karena takut akan membebani pikiran orang tuanya. Saat ini