Share

Hanya manis di bibir

Suatu siang, ketika sedang menggendong dan menenangkan Shafira yang rewel, tanpa sengaja Annisa mendengar sesuatu yang tak pernah ia duga. Ibu mertuanya sedang berbicara dengan seseorang di dekat pagar tembok tetangga rumah itu. Dahlia mengintip dengan hati-hati, ternyata ibu mertuanya sedang berbicara dengan Bu Tia. Bu Tia tinggal di sebelah rumah Dani. 

"Iya Bu, menantu saya itu pemalas. Annisa itu selalu bangun kesiangan, sampai saya yang harus menyiapkan sarapan untuk suaminya yang akan berangkat bekerja, mengurus dan memandikan anaknya, dan bersih-bersih rumah. Maklumlah, mungkin dari dulu Annisa itu tidak dididik dengan benar sama orang tuanya," kata ibu. 

"Wah, menantu begitu harus ditegur loh, Bu. Jangan dibiarkan saja seperti itu!" kata Bu Tia. 

"Saya ini sudah berusaha menasehati dia baik-baik, Bu. Kemarin saya menegur Annisa, tapi dia malah pergi dari rumah. Saya jadi bingung dan serba salah. Saya tidak mau ada keributan di rumah," kata ibu mertua terdengar bijak. 

"Ya ampun, beruntung sekali Annisa menjadi menantu Ibu. Kalau menjadi menantu saya, pasti saya akan marah dan kesal setiap hari," kata Bu Tia. 

"Iya, Bu. Yang lebih parahnya, dia itu pelit dan tidak mau mengurus anak dengan baik. Menyusui saja dia sudah tidak mau, kasihan cucu saya tidak terurus. Annisa itu sering membeli makanan enak untuk dirinya sendiri, pakaian, perawatan ke salon, jalan-jalan bersama temannya, tidak memikirkan saya dan suaminya." kata Ibu Dani dengan mimik wajah sedih. 

"Aduh, parah banget, sih? Kelihatannya saja baik dan kalem ya si Annisa itu. Ternyata seperti itu watak aslinya," kata Bu Tia. 

"Iya, Bu. Saya juga tertipu sama penampilannya. Saya pikir dia itu baik dan lembut. Tapi ternyata semakin lama mengenalnya dia berubah menjadi seperti itu. Dani saja tidak berani menegurnya, Bu. Kalau ada yang ga berkenan di hati Annisa, dia bisa marah besar dan mengancam pergi dari rumah, atau bercerai.

Yah, terkadang saya cuma bisa diam dan sabar, Bu. Tidak semua yang saya alami bisa saya ceritakan ke anak saya. Kasihan Dani, saya ga mau mereka bertengkar dan akhirnya membebani pikiran Dani," kata Ibu Dani. 

"Tapi itu sih keterlaluan, Bu. Ibu terlalu baik sama dia. Lalu, apa Annisa ga memberi uang untuk Ibu?" tanya Bu Tia. 

"Wah, jangankan kasih uang belanja untuk saya, Bu. Uang listrik rumah ini saja harus saya minta dulu ke Dani, baru dia memberikannya tanpa sepengetahuan istrinya. Annisa itu menguasai gaji dan uang anak saya, Bu. Saya ga mau sampai meminta sama dia, Bu. Saya masih punya harga diri," kata Ibu Dani. 

"Ibu ini sabar sekali, jarang loh ada mertua yang sangat baik seperti Ibu," kata Bu Tia memuji.

Annisa menghela nafas panjang, ternyata ibu mertuanya belum berubah. Kali ini ibu mertuanya itu menjelek-jelekkan dirinya di depan orang lain. Ingin rasanya Annisa menghampiri ibu mertuanya dan Bu Tia, tapi Annisa masih berusaha menahannya. Ia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri di depan semua orang. 

Lagipula Annisa melihat Shafira sudah terlelap tidur di gendongannya. Annisa masuk ke dalam kamar dan membaringkan Shafira di atas tempat tidur.  

Annisa mulai berpikir, dia harus menghadapi ibu mertuanya itu dengan cara yang lain. Bukan dengan emosi dan marah-marah seperti sebelumnya, tapi dengan cara yang tepat dan cerdas. 

---

Hari minggu seperti biasanya Dani tidak bekerja dan menghabiskan waktu di rumah bersama Annisa dan Shafira. Tapi hari itu Annisa akan melakukan rencananya. 

"Mas, hari ini aku ijin keluar rumah, ya. Aku mau ke salon," kata Annisa. 

"Oh, ya sudah. Tapi nanti Mas ada janji dengan Mas Dewo, mau menjenguk teman yang sakit," kata Dani. 

"Bu, aku titip Shafira, ya. Aku mau jalan-jalan dulu, suntuk di rumah terus. Aku mau sedikit menghamburkan uang suamiku," kata Annisa dengan nada sinis. 

"Eh, mau kemana kamu? Bagaimana kalau Shafira rewel dan menangis mencari kamu?" tanya ibu. 

"Ga perlu kuatir, Bu. Ibu kan sudah biasa mengurus Shafira, aku biasanya juga hanya bermalas-malasan di rumah ini. Oh ya, Bu, itu ada sayuran di kulkas. Ibu masak sendiri saja, ya. Aku sudah tidak sempat, sudah ada janji dengan teman," kata Annisa sambil tersenyum. 

Ibu Dani menatap kepergian Annisa dengan geram, dalam hatinya Ibu Dani mulai merasa Annisa melakukan semua itu untuk menyindir dirinya. Ibu Dani terpaksa melakukan pekerjaan rumah dan mengurus Shafira sepanjang hari itu. Ia merasa kesal dan lelah. Dani juga sudah pergi bersama Dewo. 

Sore hari, Annisa pulang membawa beberapa plastik berisi barang belanjaan dan seporsi nasi ayam geprek. Annisa tersenyum senang dan dengan sengaja meletakkan barang belanjaannya di meja makan. Lalu ia menikmati makanan yang dibelinya tadi. 

"Nis, kamu membelikan untuk Ibu juga, kan? Ibu lapar sekali. Tadi Ibu belum sempat masak," kata ibu Dani. 

"Maaf, Bu. Nisa cuma beli satu porsi. Nisa kan biasa makan enak sendirian, tidak memikirkan orang lain. Lagipula ini pedas loh, Bu. Tidak sehat untuk orang yang sudah lanjut usia," kata Annisa dengan santai. 

Ibu Dani terlihat kesal dan langsung masuk ke kamarnya sambil menutup pintu dengan keras. Annisa hanya tersenyum kecil melihat ibu mertuanya marah seperti itu. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status