Home / Rumah Tangga / Kukembalikan anakmu, bu! / aku akan menjemputmu adik maduku

Share

aku akan menjemputmu adik maduku

Author: Pramesti GC
last update Last Updated: 2022-09-14 20:55:55

Kulempar Kasar Kalender kecil itu ke kursi samping. Dan kulihat lagi note kecil yang ku ambil didekat tempat tidur Lia. Ada beberapa agenda bepergian tercatat. 

Ah, kau licik sekali adikku. Kau biarkan kakak madumu ini mengurus sediri suami kita, dan kau sibuk liburan dengan banyak agenda. Jangan bermimpi....

Aku buka satu demi satu agenda yang tertulis di note itu. Bahkan kutemukan nama mas Erlan. Lengkap dengan jadwalnya bepergian sejak dua tahun lalu. Dan  tinta hitam melingkari foto suamiku itu. Yang jelas mengartikan bahwa lelakiku memanglah incaranmu Lia.

Begini kamu bilang di jodohkan dengan terpaksa?

Tertawa sudah aku dibuat kembali mengingat kalimat-kalimat manisnya dulu. Dua manusia yang menganggap dirinya pintar, ternyata hanyalah manusia-manusia bodoh...

***

Flash Back

" Maafkan aku ya mbak." Kalimat itu keluar di sarapan pertama kami bersama.

"Maaf untuk apa sayang?" Mas Erlan begitu mesra membelai rambut madunya, menyelipkan rambut itu di belakang telinga Lia.

Jangan tanyakan bagaimana rasanya hatiku yang memanas. Menikmati sarapan lengkap dengan telenovelanya. Menjijikan sekali. Namun semua rasa ini masih coba kutahan, karena aku masih memiliki tujuan lain.

"Maaf karena menikah denganmu mas. Maaf ya mbak, aku terpaksa menikah dengan mas Erlan." Ucapnya begitu manis.

Aku diam, melihat senyum yang dibuatnya begitu memuakan. Namun tidak dengan mas Erlan. Dia justru tertawa renyah.

"Hahahaa. Untuk apa kamu meminta maaf dek?"

"Tak apa mas, Mbak Wita harus tau, jika aku ini bukan wanita perebut suami orang. Kita bertemu tanpa sengaja, dan ibu yang datang sendiri untuk melamarku" Dia menyibakkan rambutnya yang tergerai. Gelang marah mas Erlan terdengar gemerincing.

"Tak ada yang menyebutmu begitu dek. Memang ibu yang memilihmu untuk jadi ibu dari anak-anak mas. Biarkan saja kakak madumu itu, dia hanya belum bisa melunakkan sikapnya padamu." Dia mengusap pipi Lia.

"Tak apa mas, mbak Wita hanya butuh waktu untuk berbagi. Bukan begitu mbak?"

Aku tersenyum, bagaimana bisa kunikmati sarapan pagi, bahkan potongan roti di mulut saja saat itu terasa sulit kutelan.

"Dengar Wita? Lia saja begitu tulus menerimamu. Bagaimana bisa kamu tak melihat itu?"

"Yaa.. yaa, aku bisa melihat tulusnya istri mudamu itu menikmati jadi nyonya baru di rumah ini. Bahkan membanting gelas subuh tadi, hanya karena bi Imah terlambat memberinya susu hangat." Sengaja kupertegas kalimat terakhir. Aku memang marah melihatnya memperlakukan bi Imah sesuka hati.

Kalimat itu membuat wajah mas Erlan terdiam. "Bisa kau jaga sikapmu Wita? Lia masih baru dirumah ini, dan dia bilang gelas tadi tak sengaja terjatuh."

Prang...

Ku banting garpu keatas meja, lalu kuambil pisau roti dan menunjuk wajah dua manusia didepanku ini. "Bisakah juga kalian menjaga sikap di meja makan? Aku hanya ingin sarapan dengan tenang. Bukan melihat tangan dan kaki kalian saling meremas. Menjijikkan!" 

"Wita...!" Teriakan mas Erlan membuatku tersentak.

"Apa..! Jangan membentakku mas. Kau lupa apa janjimu padaku?" Dia melanggar ucapanya untuk tak berbuat kasar padaku. bahkan saat itu dia membentakku didepan wanita murahannya.

"Jika kalian masih ingin saling mengigit, meremas, bergulung bersama, jangan disini! Sana, lanjutkan kisah kalian lagi dikamar." Aku mengatur nafas berat. Muak rasanya melihat pemandangan mereka berdua.

Aku berjalan mengambil bungkusan di lemari ruang tengah. "Ini obat kuat yang kau beli online kemarin Lia. Aku yang menerima paketan itu. Sudah kubayar lunas!" Aku lempar plastik itu di atas meja.

Wajah Lia memerah karena malu, tangannya bergetar mengambil bungkusan itu dan memasukkannya kebawah meja. "Kufikir menjadi istri kedua, kau sudah bisa melayani suamimu dengan baik, ternyataa...." Ucapku remeh, lalu meninggalkan meja makan.

Sempat kulihat wajah mereka memerah menahan malu. Tentu saja, aku mengatakan itu didepan beberapa pembantu yang tengah membersihkan rumah. Bersiaplah menjadi buah bibir di antara para pembantu satu kompleks.

***

Aku putuskan pulang kerumah. Mempersiapkan diri menjemput nyonya muda mas Erlan.

"Bi, siapkan koperku." Aku berjalan menuju lantai atas.

"Kamu mau pergi, ndok?"

"Iya, memberi pelajaran pada wanita siluman itu."

Bi Imah mengikutiku kelantai dua. Wanita yang sejak kecil sudah mengasuhku itu terlihat penasaran. "Kemana ndok? Sendiri?" Suaranya terdengar khawatir.

Setelah kepergian mama, memang Bi Imah lah yang selalu menjadi tempatku bersandar. Aku berhenti dan menatapnya. "Jangan khawatir bi, Wita bukanlah wanita yang lemah" aku mengusap tangannya yang mulai keriput.

"Lalu tuan Erlan dimana?"

"Pulang. Lebih tepatnya aku pulangkan kerumah ibunya. Minta Suci atau Watik menyiapkan barangku bi, aku buru-buru"

"Pergi jauh?"

"Iya... kali ini ke Bali. Wanita itu sedang di Bali. Di hotel berbintang lima disana. Bukankah sebagai kakak madu yang baik aku harus medidik bagaimana menjadi istri yang baik bi?"

Bi Imah tersenyum. Aku tau dia khawatir akan keselamatanku. Tapi aku bukan wanita yang mudah jatuh dan terluka lagi. Sudah sangat cukup aku memilih suami yang salah, namun aku tak akan mau memilih jalan hidup yang menyulitkan hatiku.

Aku masuk keruang baju pribadiku. Terdiam sebentar melihat deretan baju-baju dalam etalase. Kufikir aku harus memilih gaun terbaik. Bukankah acara yang ditulis Lia didalam Notesnya terdengar sangat

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Ekstra Part

    Kami masih berdiri di keramaian. Lelaki itu berusaha tersenyum. Namun ekor matanya tak berhenti mencuri pandang kerah Ibu."Ibu, bisa jelaskan sesuatu?" Wita meminta. Sejujurnya ia merasa canggung. Berdiri lebih lama dengan lelaki yang begitu mirip mendiang suaminya.Winda hanya diam. Tak berhenti memandang wajah lelaki itu. "Kamu Lando nak?" Winda mencoba menyentuh wajah lelaki itu. Namun ditepisnya dengan raut tak ramah." je suis désolé ( Saya Permisi )" Lelaki itu tiba-tiba memilih pergi. Meinggalkan kami yang masih terpaku."Lando! Kamu Erlando kan?" Ibu berteriak, hampir saja mengejarnya, namun lelaki itu dengan cepat keluar gedung dan masuk kedalam sebuah taksi."Ibu mengenalnya?" Wita masih mencari tau. "Bu, katakan sesuatu. Ibu mengenalnya?" Wita menatap ibu Winda, namun wanita itu masih dengan lekat memandang taksi itu pergi."Bu, kenapa diam? Ibu kenal dia? Ibu! Dia begitu mirip dengan mas Erlan." Wita mengguncang tubuh ibunya. Air matanya turun tanpa dia tau mengapa. Nama

  • Kukembalikan anakmu, bu!   End

    "Bagaimana rasanya menjadi berbeda Lia? Seperti terbang diatas duniamu sendiri. Apakah menyenangkan?" Wita memandangi Amelia dari sisi ruangan berbeda. Wanita itu tak henti berteriak dan menjambak dirinya sendiri. Bahkan terkadang dia menjerit lalu meringkuk ketakutan. Apa yang di lakukan Wita dan Jeni semalam, membuat wanita itu depresi sekarang."Ayo kita pergi Jeni. Biarkan dia menikmati hidupnya sekarang, aku sudah melakukan apa yang seharusnya dia terima."Saswita berjalan memasuki mobil. Memakai kacamata hitamnya dengan anggun. Lalu mobil itu berjalan meninggalkan tempat Lia di tahan. "Ke Bandara Internasional pak!" Jeni memberi perintah." Kau sudah urus semuanya Jen?""Sudah bu. Nyonya Winda sudah menunggu disana. Ibu yakin dengan keputusan itu?""Aku yakin Jen. Tak ada lagi alasan aku tetap disini. Lagi pula aku punya mimpi yang harus aku wujudkan. Dan aku harus melindungi milik berhargaku yang lain." Ucapnya mengusap perutnya yang masih rata.Pagi tadi dia mengetahui jika

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Gangguan Jiwa

    Amelia tak mati, sebuah tembakan melukai sisi perutnya, tembakan dari aparat yang sejak awal sudah mengikuti Amelia. Mereka tau aku di ancam masuk kedalam mobil dari taman dan mengikuti kami hingga kecelakaan itu terjadi.Beruntungnya nyawa wanita itu selamat. Dia masih ada dirumah sakit menjalani perawatan. Luar biasa bukan, seperti kucing dia bahkan punya nyawa berlapis.Hah...Aku mendesah kesal. Penjara saja tak akan cukup membuatnya jera. Bagaimana aku bisa memberinya pelajaran?"Ibu kenapa?" Jeni bertanya. Mungkin dia membaca kegundahan hatiku sejak tadi."Jika aku membalas wanita siluman itu, menurutmu apakah itu sebuah kesalagan Jen?"Dia terdiam, nampak berfikir sebentar."Aku merasa sangat marah atas apa yang dia lakukan padaku. Dan membawanya ke penjara, itu hukuman yang terlalu ringan bukan?" Kembali aku bicara, kali ini Jeni mendekat dan duduk di depanku."Bagaimana jika sedikit membuatnya syok bu?"Aku tertarik, kudekatkan wajahku pada Jeni. "Caranya?"Jeni hanya terseny

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Balas dendam

    Pulanglah dalam damai mas, kebaikan yang kau tanam, akan harum sebagai saksi untukmu kelak di hari penghakiman. Tersenyumlah dalam keabadian, akan kulanjutkan apa yang sudah kau usahakan. Akan kujaga ibu juga sebagai baktiku padamu. Terimakasih sudah menjadi indahku, disaat-saat terakhir kita bersama.Pemakaman baru saja selesai. Sudah aku janjikan aku kuat. Sebisa mungkin kutahan bulir yang ingin terlepas dari netra. Meski terkadang lolos juga.Kami pulang kerumah, rumahku sendiri, ibu juga kubawa kemari. Beliau sedang istirahat dikamarnya sekarang. Sejak dulu memang kami sediakan kamar untuk ibu bermalam, meski hampir tak pernah ditempati, namun mas Erlan tetap memberikan kamar itu hanya untuk ibu.Kolega dan rekan bisnis kami datang silih berganti. Rumahku kini sibuk menerima tamu tang tak pernah habis sejak kabar duka itu tersebar. Ucapan demi ucapan aku terima. Hingga hampir senja, mobil Polisi masuk kedalam pelataran. Tiga Polisi laki-laki dan satu Polisi perempuan kini duduk di

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Ikhlas karena Allah

    Aku bersimpuh di mushola rumah sakit. Menengadah, meminta Allah tak mengambil lagi miliknya yang pernah hilang dari hati. "Ya Allah, ampunilah diri yang terlalu kufur. Hingga lupa nikmat yang kau berikan diantara ujian. Maafkanlah kebodohan ini, beraninya membenci takdir yang ada karena kehendakmu.Ya Allah, pemberi ampun dengan segala karuniamu, yang maha kaya dengan segala kemurahanmu. Izinkanlah aku mengucap taubat.Dalam hati kecilku yang tamak, aku ingin mas Erlan tetap disisiku, menemaniku lagi seperti dulu, mengulang lagi masa indah yang pernah Engkau beri. Namun segalanya kini aku letakkan dalam kehendakmu. Engkau yang lebih berhak memutuskan, karena dia memang milikmu. Engkau pula yang lebih berhak menyembuhkannya, karena dia memang milikmu. Seperti aku yang bersamanya karena takdirmu, maka aku juga menerima takdirmu bila harus melepasnya pulang. Aku ikhlaskan segelanya dalam ridhomu, aku terima apa yang menjadi kehe

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Masih Mencari Serpihan

    Beberapa malam telah aku lalui di lembah nan hijau ini. Tak ada kebisingan selain suara air terjun yang jatuh, kicau burung yang bersahutan berbeda dan hembusan angin yang menyentuh pucuk pepohonan. Aku benar-benar jatuh cinta dengan suasana disini.Namun sebuah kabar dari kota membuat kami semua terdiam dalam tanya. Pagi ini, setelah berjalan-jalan dengan Mega, Jeni pulang membawa kabar mengejutkan. Andi, mantan asisten mas Erlan terbunuh dirumahnya sendiri. Polisi masih mendalami motif pembuhunan dan mencari informasi lebih lanjut.Ternyata setiap pagi, Jeni selalu ke atas bukit. Mencari tau berita terbaru, mencatatnya, memberikan kabar padaku juga mas Erlan tentang apa yang kami tinggalkan di kota. Butikku yang kini aku minta Suci mengontrolnya dan perusahaan mas Erlan, yang dia percayakan pada pak Lilik, kawannya dulu di proyek."Mungkinkah Lia pelakunya?" Mas Erlan bertanya padaku saat kami duduk bersama diteras rumah." M

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status