Share

Kesungguhan

Penulis: Winda
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-22 12:41:45

"Gak apa-apa. Mas serius, ingin memuliakan kamu, sebagai istri Mas, kamu begitu berharga di hati Mas, Silvi. Meskipun banyak perempuan cantik, yang ibu jodohkan, dan ibu tawarkan untuk menjadi calon istri Mas. Tapi, tak ada satupun yang Mas suka, cuma kamu. Silvi,"

"Mas, seharusnya kamu menerima perempuan yang ibumu pilihkan, mereka pasti gadis terhormat, pilih salah satunya, bukan aku!" ucapku memalingkan wajah dari tatapannya.

Mas Alex meraih tanganku kembali, "Hati tak bisa dipaksakan, apapun yang akan ibu lakukan. Mas tidak peduli. Hanya kamu yang Mas inginkan, dan Mas cintai,"

"Tapi, mas,"

"Jangan berpikir tentang ibu, lagi! Kita yang akan menjalani hidup, bukan orang lain. Percaya Silvi, pada cinta yang Mas miliki untuk, kamu!"

"Terima kasih Mas, kamu begitu baik padaku, Terima kasih atas cinta yang telah kau berikan padaku, aku sangat beruntung sudah mengenal lelaki sepertimu," ucapku, dengan tangisan haru. Entah kenapa mata ini selalu meneteskan buliran bening ketika mendengar kata cinta yang tulus dari bibir Mas Alex.

"Loh, kok nangis lagi?" Tangan kanan Mas Alex terangkat dan memegang bahuku, ia menundukkan wajahnya menatapku. "Ada yang salah ya, dengan ucapan Mas?" imbuhnya sambil mengerutkan kening, pasang raut wajah bingung.

"Ehek, enggak kok, gak ada yang salah," jawabku berusaha tersenyum.

"Mas tahu, pasti kamu gak mau kan, ditinggal, sama Mas, kamu gak mau pisah, ngaku, loh ...!" gurau Mas Alex dengan suara lembut nan menggoda. Membuatku tersipu malu, dan mencairkan suasana.

"Ih … Mas Alex, bisa aja," sanggahku, sembari memberengut.

"Emang iya kan, gak usah malu-malu! Mas paham, kamu pasti akan sangat merindukan Mas, kan? Dan tak mau ditinggal Mas pergi? Tenang, cuma dua hari kok, nanti juga kita pasti bertemu lagi, kalau tak ada halangan, besok Mas akan datang untuk memastikan bahwa kamu dalam keadaan baik-baik saja, sepulang dari Bandung," ucap Mas Alex, dia menyibak rambutku, yang jatuh ke pipi, kemudian menyelipkannya ke belakang telingaku.

Aku begitu canggung, dengan sikapnya yang seperti ini, kugigit bibir untuk menetralkan detak jantungku yang tak karuan.

"Mas, jangan membuatku malu," protesku. Dia mengapit dagu, lalu mengangkat wajahku, hingga kami saling bersitatap. Jantungku berpacu dengan cepat saat dia menatapku, ada rasa cinta di hati ini, tak bisa mengelak aku memang mencintai dia, tapi aku malu, dan tak pantas untuk mengakuinya.

"Malu kenapa? Kamu kan calon istri Mas, wajar kalau kamu merindukan Mas, asal jangan merindukan lelaki lain!" Kutundukkan kepalaku, aku merasa kikuk, mendengar gurauannya, yang memang benar adanya, aku merasa akan kehilangan seseorang, dan akan sangat merindukan dia, rasanya berat hatiku ini untuk melepas Mas Alex.

Ada perasaan takut yang menghantui pikiranku, bila jauh dari Mas Alex, entah apa yang ada dalam benakku. Entah apa yang aku takutkan. Aku sendiri pun tidak mengerti.

"Gak, bukan itu Mas, aku cuma sedikit agak sedih dan khawatir, aku harus bagaimana jika ibu mencurigai bahwa aku ini sedang mengandung," ujarku gusar.

Tangan kiri Mas Alex terangkat, lalu kedua tangannya memegang kedua bahuku, dan mencondongkan tubuhnya ke arahku, dia menatapku begitu dalam. Tersirat ada sebuah cinta yang besar di dalam sana, aku bisa melihat dari sorot matanya yang begitu tajam.

"Tidak usah takut, dan tetap diam, jangan sampai ibumu tahu soal ini! Lusa Mas akan kembali, membawa orang tua Mas, untuk melamar kamu, kalau bisa kita langsung menikah!" ucap Mas Alex dengan tatapan penuh keyakinan.

"Iya," lirihku, seraya menarik nafas pelan, dibarengi dengan anggukan kecil.

"Oh, iya Mas lupa, ada sesuatu untuk kamu," ucapnya, sembari melepaskan tangannya dari bahuku.

"Memangnya, apa yang lupa?" tanyaku, mengernyitkan dahi, tak mengerti apa maksud dari ucapannya.

"Sebentar." Mas Alex maju melangkah ke arah mobilnya, yang terparkir di tepian jalan depan rumahku, dia membuka kap belakang, dan membungkukkan badannya, entah apa yang dia ambil dari dalam bagasi. Ia berdiri tegak lalu kembali menutup kap mobil.

"Buat siapa itu Mas?" tanyaku ingin tahu. Mas Alex berjalan dengan senyuman yang tak lepas dari bibirnya, kedua tangannya memegang benda besar berbulu.

"Ini untukmu, untuk teman kamu tidur, biar kamu tidak kedinginan, dan kesepian, jika kamu merindukan Mas, ajak ngobrol dia saja! Sebagai ganti Mas," ucap Mas Alex, seraya menyodorkan sebuah boneka beruang kutub, yang ukurannya lebih besar daripada tubuhku.

"Untuk apa Mas? Aku bukan anak kecil," sergahku. Mas Alex tersenyum simpul.

"Memang kamu bukan anak kecil, tapi, setidaknya ini akan bisa mengobati rindumu terhadap Mas, meskipun dia tidak bernyawa, dan tak bisa bicara. Namun, jika kamu ingin berbagi keluh kesah, kalau satu waktu Mas tak bisa dihubungi, karena sedang sibuk dengan pekerjaan, cerita lah dengan beruang ini! Dia bisa jaga rahasia kamu, semua keluh kesahmu, pasti akan dia dengarkan, dan Mas jamin, dia aman gak akan membocorkan semua rahasiamu, anggap saja ini adalah Mas," ucap Mas Alex, membuat hatiku bergetar. Seolah dia akan pergi lama dariku, padahal ia mengatakan bahwa lusa juga akan kembali. Mendengar ucapannya membuatku khawatir.

Jauh dari Mas Alex, membuat sesak di hati ini semakin terasa. Aku butuh teman ngobrol, untuk mengurangi beban berat yang menghimpit dadaku. Meskipun aku sudah mengungkapkan semuanya kepada Mas Alex berulang kali. Namun, tetap saja, kadang kala, aku ingin bercerita tentang kehidupanku yang pahit ini tanpa henti.

Rasanya, tak cukup meski beberapa ratus kali aku mengungkapkan penyesalan, yang pernah aku perbuat, karena kepolosan ku, berapa tetes air mataku yang sudah aku tumpahkan, tak kunjung meringankan rasa sakit yang terus menggerogoti jiwa dan pikiranku.

"Terima kasih Mas," jawabku sembari menerima boneka beruang kutub itu dengan senang hati, kupeluk erat, air mataku, tumpah kembali tak terasa membanjiri boneka yang aku peluk, hingga basah.

"Mas, ingin jadi boneka itu," ungkap Mas Alex.

"Apa maksudmu Mas?" tanyaku, mengangkat wajah dan menatapnya.

"Mas, iri sama boneka itu. Mas yang ngasih, kok si Bernard bear yang dipeluk, seharusnya Mas dong yang kamu peluk!" gurauannya lagi dengan kekehan.

"Ih. Mas Alex gitu, selalu saja bikin aku malu," rengekku, dengan bibir mengerucut.

"Senyum dong! Kalau cemberut gitu, nanti cantiknya hilang." Mas Alex mencubit pelan pipiku.

"Terima kasih Mas, kamu sudah membuatku tersenyum, kamu selalu ada untukku, entah harus berapa ratus kali aku mengucapkan terima kasih kepada mu,"

"Untuk apa berterima kasih? Mas senang melihatmu tersenyum. Mas malah sedih, jika melihat wajahmu yang selalu murung."

Hanya air mata yang bisa kuteteskan, sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia, atas kehadiran Mas Alex dalam hidupku, dan memberi semangat padaku untuk melanjutkan kehidupan ini.

"Mas, jika tidak ada kamu, entah apa yang akan terjadi padaku, mungkin saja aku sudah mengakhiri semuanya, dan meninggalkan dunia ini,"

"Tapi maaf. Mas terlambat menolong kamu, dua bulan Mas mencari kamu, dan menanyakan kabarmu kepada semua karyawan cafe, tak ada yang tahu. Mas juga bertanya pada teman dekatmu yang bernama Ridha itu, tapi dia bungkam, dia selalu menghindar dari Mas, setiap kali Mas menanyakan tentangmu, entah kenapa?"

"Iya Mas, mungkin saja dia diancam oleh Devan, agar dia tak mengatakan apapun tentangku pada siapa-siapa," tukasku.

Devan Pria kaya raya tapi bobrok akhlak. Dia yang telah menjebakku, dan bisa berbuat apa saja semaunya, mungkin saja Mbak Ridha diancam karena dia tahu bahwa aku adalah teman dekatnya, agar dia tidak mengatakan bahwa aku berada di rumah Devan, dan disekap selama beberapa bulan.

"Sil. Mas akan usut kasus kamu, biar Devan di penjara atas perbuatannya, padamu," ucap Mas Alex geram.

"Jangan Mas, itu tidak perlu! Biarkan saja, lagipula, itu salahku, aku yang datang ke rumahnya, untuk meminta pekerjaan, berulang kali dia bertanya untuk meyakinkanku, aku pun memantapkan hati, tekadku hanya satu, membahagiakan orang tua, dan adik-adik, tanpa peduli apa pekerjaan yang harus aku lakoni,"

"Tapi, kenapa kamu langsung menerima tawarannya? Tanpa pikir dulu?"

"Itu sangat mendesak Mas, satu Minggu lagi jatuh tempo hutang ibu pada Bu Tati, yang jumlahnya mencapai puluhan juta, sedangkan aku. Aku hanya punya uang satu juta, terpaksa meminta bantuan Devan, dan meminta pekerjaan apapun yang ia berikan, akan kuambil, tanpa pikir panjang lagi,"

"Tapi kenapa kamu tidak berpikir ke situ? Kenapa langsung terima tawarannya?" ucap Mas Alex dengan suara rendah.

"Di lubuk hatiku, tak pernah terbesit sedikitpun, bahwa tawaran dari Devan itu, adalah tawaran yang hina, jika aku tahu, aku akan dijadikan pelacurnya, aku tidak akan mau, meski di iming-imingi uang yang sangat banyak, tapi itu terlanjur sudah terjadi, aku hanya bisa menerima nasibku menjadi seorang jalang,"

"Sudah, sudah. Jangan dibahas lagi! Dan jangan sesekali mengutuk diri dan jangan menyebut dirimu jalang!" Mas Alex merengkuh pundakku, kemudian mencium puncak kepalaku dengan lembut, tubuhku seketika membeku, ada getaran kuat di dalam hati saat dia meluapkan kasih sayangnya.

"Jangan diingat-ingat lagi, singkirkan pikiran itu dari otakmu, sebaiknya pikirkan masa depan kita!" imbuh Mas Alex.

Aku sungguh merasa bahagia, tak pernah kurasakan kebahagiaan ini sebelumnya, aku telah jatuh cinta pada Mas Alex, semoga saja niatku dan Mas Alex dikabulkan oleh Tuhan, membina rumah tangga, dan membesarkan anak yang kini menunggu untuk aku lahirkan.

Dan semoga orang tua Mas Alex kali ini mau menerimaku sebagai calon menantunya, meskipun latar belakangku begitu kelam.

"Iya, Mas, demi kamu aku akan melupakan semuanya. Aku akan fokus menjaga anak ini, itu semua karena kamu, Mas, yang menguatkan hati dan jiwaku,"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dinda Febrian
Moga Silvi bisa bahagia
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kulakukan Demi Keluarga Season 2   Terjebak Tantangan

    Tak ingin menanggapi ucapan Devan, yang selalu mengarah kedalam hubungan intim, aku menarik tangan dari genggamannya, berlalu meninggalkan dia yang masih berdiri di balkon, menuruni anak tangga menuju ruang makan karena perut mulai berbunyi minta diisi. "Selamat malam, Non." Bi Rika menyambutku, menggeser kursi untukku duduk, dia menyiapkan piring dan mengisi makan, semuanya nampak enak dan bergizi. Tentunya, Devan ingin yang terbaik untukku dan calon bayinya, seperti Mas Alex, dulu sewaktu aku tinggal bersamanya, dia selalu memberikan asupan makanan yang bergizi setiap hari, dia sering berkata sambil mengelus perutku. "Baby, kamu jangan nakal, ya! Mama jangan dibuat mual lagi, kasihan." Mas Alex memperhatikan perut buncitku sambil terus mengusapnya naik turun, "Semalam, baru saja mamamu bisa makan enak sudah di keluarkan lagi. Baby, kamu sedang apa, sayang? Pasti sedang bobo," ucapnya kala itu, wajahnya nampak bahagia seperti seorang ayah yang mencintai calon buah hatinya. "Papa

  • Kulakukan Demi Keluarga Season 2   Jangan Sentuh

    POV Silvi.Rasa bahagia menggelenyar dalam lubuk hatiku. Ya, awalnya, diri ini tak sama sekali menginginkan anak yang ada dalam kandunganku. Namun, setelah melihatnya tadi saat pemeriksaan ultrasonografi aku merasa terharu. Dulu, berbagai cara aku lakukan, untuk melenyapkan makhluk kecil yang bersemayam dalam rahimku, tapi usahaku selalu gagal. Dan, beberapa bulan lagi dia akan segera lahir ke dunia ini, aku akan menjadi seorang ibu."Nak, maafkan mama ya, mama pernah menginginkan kau tiada. Mama begitu kejam padamu." Kutatap perutku yang agak membuncit, ada pergerakan di dalam sana seolah anak itu tahu apa yang sedang aku katakan."Mama janji, mama akan mencintaimu. Memberikan seluruh kasih sayang untukmu, Nak."Air mataku meleleh. Andai semua ini bukan perbuatan Devan dan aku memiliki keluarga kecil, betapa bahagianya aku.Setelah pulang dari rumah sakit, seharian aku berada di dalam kamar benar-benar merasa bosan tinggal di kamar sendirian. Bukannya aku sombong dan tak ingin berbau

  • Kulakukan Demi Keluarga Season 2   Tak Tahan

    POV Devan.Harapan untuk membina rumah tangga dan membesarkan anakku bersama Silvi wanita yang begitu aku cintai, meskipun ia tak mencintaiku sama sekali. Namun, aku tak peduli dengan rasa ia terhadapku, semoga saja tak ada hambatan untuk dua hari kedepan sampai hari pernikahan kami tiba.__Siang ini kami ada janji dengan dokter kandungan untuk memeriksakan kehamilan Silvi. Tak sabar ingin melihat calon buah hati kami, ya, bisa dikatakan buah hatiku, karena Silvi tak begitu menginginkannya."Bayinya sehat, pergerakannya juga mulai aktif. Denyut jantungnya juga normal, berat dan ukuran sesuai dengan usia janinnya," kata sang dokter menjelaskan sambil terus menggerakkan alat transducer di atas permukaan perut Silvi yang sedikit membuncit. Mataku nggan tuk berkedip menatap takjub ke layar monitor berwarna hitam dan putih yang bergerak-gerak."Anakku," kata Silvi lirih. Namun, masih bisa kudengar tatapan terfokus pada layar tersebut memperlihatkan pergerakan bayi yang kini masih bersemay

  • Kulakukan Demi Keluarga Season 2   Jalan Sore

    POV Silvi. Perhatian Devan begitu lembut dan hangat. Namun, tak sedikitpun membuat hatiku iba dan mau menerima dia begitu saja. "Silvi, kau jangan bicara seperti itu! Kau tahu, aku tak mau kehilanganmu, karena aku sangat mencintai dan menginginkanmu. Dua hari lagi hari pernikahan kita akan dilaksanakan, kuharap kau bersiap menerima segala kekurangan dan memaafkan segala dosa yang pernah kubuat. Aku akan mengikat janji suci didepan penghulu, kau akan menjadi permaisuri dalam hidupku untuk selamanya," ucap Devan sungguh-sungguh, tak ada kebohongan dari sorot matanya bahwa yang diucapkannya itu benar, kalau dia memang mencintaiku. "Kalau soal itu, aku pasti menepatinya. Aku akan menikah denganmu, demi anak ini. Tapi, aku tak bisa janji untuk menerimamu didalam hatiku." Aku menengadah seraya mengusap air mata yang tak kuminta untuk keluar. Ingatanku terpusat pada Mas Alex yang begitu baik. Hatiku sungguh pedih dengan kenyataan ini. Bagaimana hati ini tidak merasa pedih dan sakit? Yan

  • Kulakukan Demi Keluarga Season 2   Tak Usah Takut!

    POV Devan.Aku tersenyum melihat ekspresi muka Silvi yang begitu ketakutan. Ia beringsut mundur, kedua tangannya mencengkram erat kerah bajunya menutup rapat dada hingga leher. "Mau apa, kau?" Silvi menatap waspada. Aku menggeleng dan tersenyum tipis, "Aku hanya mau mengajakmu, untuk …." Sengaja aku tak melanjutkan kalimat. Dengan tenang aku melipat lengan baju sampai bawah siku. Ku longgarkan dasi dan melepasnya kemudian membuka kancing baju paling atas. Silvi menatapku tajam dengan napas memburu penuh ketakutan. "Jangan mendekat!" bentak Silvi menunjuk jari telunjuknya ke arah wajahku. "Jangan marah-marah dulu! Aku takkan pernah menyakitimu, Silvi. Aku hanya ingin mengajakmu sejenak menghilangkan penat."Sengaja aku menggoda dia."Maksudmu apa?""Tak ada maksud apapun,""Katakan jangan membuatku takut, dan tambah membencimu!""Silvi, kamu pasti bosan terkurung di rumah ini. Makanya aku mau ajak kamu untuk jalan sore. Kamu pasti penat berada seharian di dalam kamar, jangan berbur

  • Kulakukan Demi Keluarga Season 2   Doaku Untukmu

    POV Silvi.Selepas makan siang dan minum susu, aku minum vitamin dari dokter yang sudah disediakan Devan diatas piring kecil. Pikiranku saat ini terfokus pada Mas Alex, entah mengapa hati ini begitu khawatir takut terjadi sesuatu padanya. Tuhan tolong lindungilah dia, lindungi dari orang-orang jahat dan jauhkanlah dia dari marabahaya. Hanya doa yang bisa kupanjatkan, semoga Mas Alex dalam keadaan baik-baik saja. Air mataku menetes kala teringat masa-masa indah bersamanya, walaupun kami tak saling mengungkapkan kata cinta, tapi rasa itu tumbuh begitu kuat dalam hati. Sebelum berpisah aku dan Mas Alex dulu bertemu di sebuah cafe ungkapan cintanya belum sempat kujawab hingga akhirnya kami dipertemukan kembali di tempat yang tak disangka-sangka.Mas Alex begitu mencintaiku, aku pun sama mencintainya. Ketulusan dan perhatiannya amat besar, membuatku luluh dan hanya dia yang ada dalam hatiku. Ia juga mau memberikan status untuk anakku nanti, dan rela bertanggung jawab meski bukan dia yang

  • Kulakukan Demi Keluarga Season 2   Menunggumu

    POV Devan.Segala rasa rinduku padamu, dan rasa cintaku untukmu, akan kusimpan dalam hati. Biarlah waktu yang akan menjawab meski seribu tahun lamanya aku akan tetap menunggumu, menunggu kau membuka hatimu untukku.Kuberharap Silvi percaya dengan apa yang aku ucapkan, bahwa aku sungguh-sungguh akan berubah demi dia. Terutama demi anak yang dikandungnya."Besok, aku ingin mengajakmu ke rumah sakit."Silvi menatapku tak suka, "Untuk apa?" tanyanya datar."Aku hanya ingin memeriksakan kandunganmu saja,""Kan, tadi sudah diperiksa oleh dokter. Untuk apalagi?""Aku ingin tahu perkembangan janinnya, dan ingin melihat bayi di perutmu,""Aku tak ingin pergi ke mana-mana," tolak Silvi memalingkan wajahnya dari tatapanku."Sebentar saja. Sekalian kita jalan-jalan agar kau tidak merasa jenuh!""Aku lelah, dan ingin di kamar saja."Bibir ini kuusahakan untuk selalu tersen

  • Kulakukan Demi Keluarga Season 2   Perhatian Devan

    POV Silvi.Andai aku bisa memenjarakan Devan, aku ingin memberi dia pelajaran, tapi apalah daya aku tak bisa. Dan hanya bisa menyerah dengan keadaan.Setengah hari tinggal di rumah Devan terasa satu tahun lamanya berada disini, aku ingin pulang bertemu ibu kembali. Menyesal tak mendengar perkataan ibu yang mengajakku pergi bersama-sama dari kampung itu."Silvi, aku masuk ya." Devan membuka pintu separuh tubuhnya melongok ke dalam. Aku mengangguk mempersilakan, tak ada alasan bagiku untuk melarangnya selama ia tak melakukan hal yang tidak aku inginkan."Ini sudah waktunya makan siang, aku lupa bahwa kamu belum makan apapun. Maaf aku terlalu memaksa dirimu, sehingga aku lupa dengan kondisimu." Devan meletakkan nampan berisi nasi dan sup jamur, ayam goreng juga segelas susu di atas nakas. Kemudian ia duduk di tepi ranjang."Setelah makan minum susunya, ya! Ini susu murni, aku belum sempat membeli susu hamil untukmu, nanti

  • Kulakukan Demi Keluarga Season 2   Maafkan Aku

    POV Devan.Aku mengerti dengan perasaan Silvi, aku begitu paham kenapa dia terus menolak itikad baikku untuk menikahinya. Kuakui aku memang lelaki bodoh dan kasar, mengedepankan hawa nafsu hingga mengabaikan kewarasanku. Wajar Silvi begitu membenciku dan jijik terhadapku, tapi aku berjanji mulai saat ini aku akan berubah."Besok aku akan meminta pak Reno ke rumahmu! Untuk mengambil berkas-berkas yang kita butuhkan,""Apa saya boleh ikut?" tanya Silvi ragu-ragu."Tak usah! Hanya pak Reno sendiri yang akan ke sana. Aku pun tak ikut," jawabku seadanya."Kenapa kau melarangku, sekedar untuk menemui ibu?""Bukannya kau sudah diusir oleh warga di kampungmu? Kenapa kau ingin kembali ke sana?""Itu karena perbuatanmu, sehingga saya diusir dari kampung halaman sendiri. Dipermalukan didepan semua orang, ibu dihina habis-habisan hingga dia begitu terpukul." Silvi menyeka air matanya dengan cepat, menarik napas dalam-dalam

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status