Share

Bab 5

Kulepas Kau dengan Ikhlas 5

Part 5

POV Aira

Hari ini, aku berencana memeriksakan kandungan ke dokter. Usia kandungan yang telah memasuki 7 bulan atau trimester ketiga ini dan perut yang sudah terlihat membuncit, harus periksa dua kali sebulan, semoga hasil pemeriksaan nya nanti anak dan ibu sehat, amin. Doaku sebelum berangkat.

"Ma, Aira, berangkat dulu ya," pamitku pada mama sambil mencium punggung tanggannya.

Jalanan terlihat lenggang, aku bisa cepat sampai rumah sakit. Hanya butuh waktu 20 menit perjalanan dari rumah ke rumah sakit tempat periksa kehamilan ini.

Setelah sampai, membayar ongkos taksi online, mengucapkan terima kasih pada sang driver, berjalan menuju poli kandungan, karena sudah terdaftar tinggal menunggu namaku di panggil.

Saat duduk manis di ruang tunggu, sambil mainkan game di HP, suara yang tak asing lagi memanggil diri ini.

"Aira, sedang apa kamu di sini?" tanya mas Arya dengan ekspresi bingung

"Dan kamu, perut mu, kamu hamil Aira, kamu hamil anak aku?" tanyanya lagi.

Sebelum menjawab, ku berikan senyuman terbaik buat mas Arya dan istrinya.

"Benar, mas, aku memang sedang hamil anakmu, saat kalian menikah dulu, usia kandunganku 8 minggu. Kau masih ingat, dua minggu sebelum pernikahan, usahaku meneleponmu, berharap di angkat, atau di ajak bicara dengan baik, tapi yang kudapat kau tak mau bicara denganku. Ya sudah, kuputuskan untuk diam saja" ujarku sambil tersenyum sinis pada mas Arya.

"Ibu Airin Maheswari," panggilan perawat memanggil namaku untuk memasuki ruang pemeriksaan.

"Ya, suster," ucapku sambil berjalan menuju ruang pemeriksaan poli kandungan.

"Oh, iya mas, nanti saat anak ini lahir, aku boleh minta tolong sama kamu ya, tolong datang ke rumah sakit untuk melakukan tes DNA biar jelas dan tidak di ragukan, ayah kandungnya siapa, aku tak mau nanti anakku tak di akui oleh ayahnya, tunggu aku kabari lagi, ya mas," ujarku sambil berlalu masuk ke dalam ruang pemeriksaan bertemu dokter kandungan.

Saat sudah berada di dalam ruangan, mataku tertuju pada seorang dokter yang tampan, dan juga aku kenali, dia kak Adi, kakak kelas waktu SMA dulu.

"Kak Adi?!" sapaku dengan ekspresi terkejut, karena sudah lama tak bertemu dengannya.

Kak Adi, mendongakkan kepalanya, dan dia juga terkejut melihatku.

"Aira, kau? Ini benar kamu? Aku pikir tadi orang lain yang punya nama sama denganmu, ternyata kamu sendiri," ujar kak Adi sambil mengulurkan tangan ke kursi yang ada di depannya, kode agar aku duduk.

Aku pun duduk di kursi yang di tunjuk, meletakkan tas yang kusandang di kursi sampingku, mengulurkan buku kontrol kehamilan dan juga buku pink kesehatan Ibu dan Anak.

"Ternyata kamu sudah menikah dan sebentar lagi jadi seorang ibu ya," tanya kak Adi sambil melihat dan membaca sekilas buku yang aku serahkan tadi.

"Iya, Kak," jawabku singkat.

"Kak Adi, hebat ya sudah tercapai cita-cita nya untuk jadi dokter kandungan, tak pernah bertemu malah bertemu di sini, sebagai dokter pengganti dokter Andang pula," ucapku senang bertemu dengan kak Adi.

"Iya, benar aku gantikan dokter Andang, setelah dapat tawaran dari kak Niko, kakakku, direktur Rumah Sakit Harapan ini," ujar kak Adi menjelaskan tentang dirinya yang tiba-tiba jadi dokter di rumah sakit ini, karena biasanya bukan dia dokter kandungan yang menanganiku.

"Ayo, Ra, kita periksa dulu ya, kita cek kondisi bayi dan ibunya," ucap kak Adi menyilahkan aku menuju ranjang pemeriksaan yang ada di ruangan ini.

Brak...

Pintu ruangan di buka dengan sangat keras, kami bertiga seketika, menoleh ke arah pintu. Mas Arya, berdiri di depan pintu yang terbuka.

"Maaf, Pak, masih ada pasien yang di periksa," ujar perawat dengan menutup pintu dan mengusir Mas Arya secara halus.

"Maaf, boleh saya menemaninya periksa kandungan?" tanya Mas Arya dengan mata menatap kearahku.

"Maaf, bapak siapanya pasien?" tanya perawat dengan tegas.

"Saya, Ayah dari bayi yang ada dalam kandungannya," jawab mas Arya seraya menunjuk ke arahku.

"Oh, silahkan masuk Pak," ucap perawat menyilahkan mas Arya masuk.

Kulihat dia hanya sendiri, entah dimana istrinya itu, mudah-mudahan dia tidak menggamuk disini.

"Mari, bu, kita mulai pemeriksaannya," ucap kak Adi, menyilahkan aku naik ke ranjang pemeriksaan.

"Kita mulai ya, bu," ucap kak Adi sambil memberikan gel ke area perut dan menempelkan alat USG ke perutku, memutar-mutarnya, memencet tombol dan mencetak hasil USG hari ini.

"Sudah, selesai bu," ujarnya berlalu ke meja dokter.

"Bagaimana kondisi anak saya dok?" tanya Mas Arya pada kak Adi.

"Kondisi bayi nya sehat, hanya ibu nya butuh Istirahat yang cukup juga nutrisi yang baik, dari kondisi yang saya lihat dari hasil USG, berat bayi kurang dari yang sehrusnya, jumlah ketubannya bagus, semoga sehat sampai nanti lahir," ujar Kak Adi menjelaskan kondisiku dan bayi dalam kandungan.

"Nanti dapat vitamin juga nutrisi seperti biasa kan, ya dok?" tanyaku yang sudah duduk di samping Mas Arya.

Ya, karena aku sudah tahu kondisi kesehatan dan kehamilan yang aku jalani, biasanya aku berkonsultasi dengan dokter Andang sangat lama, banyak hal yang kami diskusikan tentang kehamilan yang kujalani. Untuk itulah aku berhenti menyanyi, demi kesehatan dan kebaikan ibu dan anak, saran dari dokter Andang waktu itu.

Mas Arya, menoleh kearahku, dapat kulihat dia seolah bertanya nutrisi, vitamin, memang kondisimu seperti apa? Aku hanya tersenyum padanya.

"Oh, iya ini resep yang bisa ditebus di apotek ya, bu," ucap kak Adi sambil menyerahkan kertas resep dokter.

"Baiklah, dok, kami permisi dulu," ucap mas Arya menjawab dokter kandunganku untuk hari ini.

"Silahkan, Pak," jawab dokter Adi.

"Ra, dia suamimu? Batapa beruntungnya dia ya?" tanya Kak Adi, padaku yang akan berlalu keluar dari ruangannya.

"Lebih tepatnya mantan suami, kak," jawabku sambil tersenyum penuh arti ke arah kak Adi, dan berlalu meninggalkan ruang pemeriksaan menuju apotek yang terdapat di rumah sakit ini tentunya.

Sampai di depan ruang pemeriksaan, Mas Arya sudah menghadang dan siap mengajukan pertanyaan, padaku.

"Aira, jelaskan padaku, tentang semuanya, jangan coba kamu sembunyikan dariku!" ucap Mas Arya tegas dengan tatapan mengintimidasi.

Hah...

Ku hela nafas, sebelum menjawab pertanyaan Mas Arya.

"Begini, Mas, aku tidak bisa menjelaskan sekarang, nanti ku kabari lagi ya, pasti akan kukatakan padamu segala sesuatunya," jawabku datar.

"Ibu Lusi Rahmawati," ucap Perawat memanggil nama istri Mas Arya.

"Tuh, Mas, nama istrinya dah di panggil, temani periksa kandungannya ya, biar aku aja yang ndak di temani seorang suami, karena memang aku tak punya, hanya ada mantan, dah ya, sampai ketemu nanti ya, Mas," ujarku berlalu di hadapan pasangan suami istri itu.

Mencoba tegar, menahan air mata agar tidak jatuh, mencoba sekali lagi untuk melupakan seseorang yang pernah dicintai, bukankah aku sudah melepasnya dengan ikhlas, tapi kenapa masih terasa sakit, Ya Allah, berilah hamba kekuatan untuk menjalani semua ujian dari Mu, doaku menguatkan diri sendiri.

Ku putuskan pulang saja, tanpa menunggu obat yang sedang di siapkan para apoteker di apotek rumah sakit ini, sudah ada layanan antar obat kerumah, ku tunggu di rumah saja, gegas melangkah menuju lobi dan segera menghampiri taxi online, yang kupesan, berharap segera sampai di rumah.

TBC

Komen (1)
goodnovel comment avatar
uEr
Semangat Aira............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status