Mata Xiao Tian membelalak. Tidak ada penyumbatan. Tidak ada sumbatan meridian. Tubuhnya menerima semuanya dengan sempurna. "Binatang tua, lanjutkan!" teriaknya dalam hati. Dengan kekuatan baru Leihuo Dashi, Xiao Tian mengeluarkan Sumber Vena Kudus Ilahi. Gelombang demi gelombang energi murni, lebih kuat daripada semua energi sebelumnya, mengalir masuk ke tubuhnya. Energi itu mengalir deras, menerjang seluruh tubuh, memperkuat dan memperluas dantiannya, meridiannya, serta fondasi tubuhnya. BAANG BAANG BAANG BAANG!!! Teriakan energi terdengar bertubi-tubi dari dalam tubuhnya. Ranahnya melonjak. Peringkat tujuh Alam Maha Agung. Peringkat delapan. Peringkat sembilan. Peringkat sepuluh. Lanjut lagi. Peringkat sebelas. Dua belas. Tiga belas. Empat belas. Lima belas. BOOM!!! Suara gemuruh menggelegar dari tubuh Xiao Tian. Dantiannya membesar seketika, membentuk lautan energi baru. Tubuhnya mengeluarkan cahaya berlapis warna—emas, ungu, merah, dan biru—menciptakan auro
Xiao Rui menatap tajam. Dingin dari matanya bisa membekukan lautan. Dia mengangkat dagunya sedikit, menatap Xiao Lian seperti menatap semut kecil yang mencoba memberontak. “Xiao Lian, aku akui, kamu lebih berbakat daripada Xiao Wei. Bahkan dalam usia sembilan belas tahun, kamu sudah mencapai Setengah Dewa peringkat satu. Kecepatanmu menerobos dari Alam Maha Agung peringkat empat belas dalam beberapa bulan, sangat mengesankan.” Nada Xiao Rui terdengar seperti pujian, namun tidak mengandung penghargaan sedikitpun. “Tapi ingat baik-baik.” Dia melanjutkan, suaranya menjadi lebih berat, aura membunuh perlahan menyelimuti. “Kamu tetap saja berasal dari Klan Xiao cabang. Tidak peduli seberapa tinggi bakatmu, kamu tetap bukan apa-apa di hadapan Klan inti." Matanya menyipit. "Jangan pernah berani membantahku. Karena jika kamu berani menantangku lagi, aku tidak keberatan melenyapkanmu di sini. Walaupun kamu masih memakai nama Klan Xiao, bagiku, itu tidak berarti apa-apa.” Xiao Lian ti
Xiao Rui tidak menggunakan keterampilan bela diri apa pun, dia melesat seperti anak panah yang lepas dari busurnya. Kecepatannya terlalu mengerikan, seperti sambaran kilat yang membelah langit tanpa bisa ditangkap mata. Langkah kakinya menghantam tanah, menciptakan cekungan yang langsung retak ke segala arah. Tubuhnya menembus udara, menciptakan semburan angin tajam yang merobek debu dan kerikil di jalurnya. Xiao Rui tiba di hadapan Xiao Lian hanya dalam sekejap. Tanpa mengucapkan satu kata pun, dia langsung melayangkan tendangan kuat ke arah perut Xiao Lian. Tidak ada belas kasihan sedikit pun dalam serangannya, walaupun lawannya adalah seorang wanita! Tendangan itu tidak hanya membawa kekuatan fisik luar biasa, tapi juga dorongan tekanan dari aura Setengah Dewa peringkat tujuh. Xiao Lian menahan tendangan itu dengan kedua tangannya. Telapak tangannya menyambut kaki Xiao Rui dengan kekuatan penuh, dan pada saat itu— BAANG!!! Gelombang benturan dari pertemuan mereka meledak ke s
Xiao Rui belum mengeluarkan semua kemampuan. Dan ketika dia mulai serius, tekanan dari kekuatannya menghancurkan batu-batu besar hanya dengan getaran aura. Xiao Lian mulai mundur, langkah kakinya goyah, dan tubuhnya menyisakan goresan luka akibat badai api petir yang tak berhenti menyerangnya. Xiao Rui mengangkat satu jari, dan bola api petir sebesar kepala manusia terbentuk. "Ini hadiah penutup untukmu. Jangan mati hanya karena ini!" Bola itu meledak ke arah Xiao Lian. Dia mencoba membentuk penghalang terakhir, tapi kekuatannya sudah terlalu terkuras. Tangannya bergetar, napasnya berat, dan luka-luka di tubuhnya mulai memperlambat refleksnya. BOOM! Benturan terakhir itu mengguncang arena. Tanah tempat Xiao Lian berdiri runtuh, dan tubuhnya terlempar menghantam batu besar. Suara retakan tulang terdengar jelas. Debu menyelimuti seluruh tempat itu, dan ketika angin bertiup pelan, terlihat tubuh Xiao Lian terkapar di tengah reruntuhan. Wajahnya pucat, napasnya terengah, dan darah me
Xiao Rui mendengus dingin. "Aku tak berharap ada seseorang di Alam Langit Berbintang yang berani bersikap seperti itu padaku." Suaranya menggema, tak terlalu keras, namun mengandung tekanan yang menusuk. Tatapannya menyala tajam, mencerminkan cemoohan yang bercampur dengan kemarahan yang dia tahan dengan sekuat tenaga. "Hahaha, ini benar-benar memalukan," lanjutnya sambil mengangkat dagu sedikit, seolah melihat lawannya dari atas. "Sepertinya aku harus bersikap lebih kejam lagi agar manusia-manusia rendahan sepertimu dapat mengetahui asalmu, dan bisa bersikap lebih tahu diri!" Udara seketika berubah tegang. Suasana yang semula riuh oleh percakapan kini membeku seperti lumpur beku di musim puncak dingin. Namun pemuda yang berdiri tegak di hadapannya tidak menunjukkan reaksi yang diharapkan. Tidak gentar. Tidak marah. Tidak pun terpancing. Dia hanya tersenyum kecil, tipis, seolah kata-kata itu tak lebih dari desiran angin yang lewat di antara celah batu. Tatapan matanya tenang, seper
Sementara itu, Xiao Lian yang masih terbaring di tanah mengangkat kepalanya perlahan. Napasnya tersengal, tubuhnya masih terasa lemas. Namun matanya kini membelalak. Sorot matanya berkaca-kaca, tak bisa menyembunyikan keterkejutan dan kekaguman yang membuncah. Sosok itu berdiri membelakanginya, tubuhnya tegak dan tak tergoyahkan. Sama seperti saat pertama kali dia datang dan menyelamatkannya—tenang, dingin, dan tidak bisa dipahami. Dalam hatinya, dia bertanya pelan, dengan suara yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. "Siapa sebenarnya dia?" *** Mata Xiao Rui membelalak, membulat seperti hendak keluar dari rongganya. Wajahnya seketika memucat, tak mampu menyembunyikan keterkejutannya. Pukulan maut yang telah dia perkuat dengan kekuatan petir dan api, pukulan yang bahkan mampu merobek formasi pertahanan tinggi, kini dihentikan begitu mudah—hanya dengan satu tangan, seakan tidak pernah bernilai sejak awal. BOOM!!! Ledakan aura mengguncang tanah di bawah mereka. Retakan-reta
Kebencian terhadapnya tidak pernah benar-benar hilang. Ia hanya tertahan oleh keadaan. Namun kini, setelah tahu bahwa pria yang selama ini dia kagumi ternyata adalah orang yang sama dengan yang dia benci, hatinya dilanda badai yang tak bisa dia kendalikan. Matanya menatap kosong beberapa saat. Namun perlahan, air mata mulai menggenang. Bukan karena sakit yang masih menusuk di sekujur tubuhnya. Tapi karena dia merasa kehilangan pegangan untuk memahami siapa sosok itu sebenarnya. Kagum, benci, marah, terkejut, bersyukur—semuanya berputar di dalam dirinya, tak mampu ia bendung. Namun tak ada kata yang keluar. Dia tidak berbicara. Tubuhnya terlalu lemah. Tapi lebih dari itu, dia tahu—bahwa pria itu akan menghadapi pertempuran besar selanjutnya. Dan apa pun yang dia rasakan, tidak akan bisa disampaikan saat ini. Suaranya tercekat di tenggorokan. Hanya hatinya yang bisa berbisik dalam diam. "Xiao Tian, mengapa kamu datang untuk menyelamatkanku?" Sementara itu, Xiao Tian berdiri gagah.
Namun saat kedua kaki mereka bertemu, kenyataan membantah keyakinannya. BAANG!!! Tubuh Xiao Rui terpental. Tidak ada pertarungan kekuatan. Tidak ada adu tekanan. Tendangan itu menghantamnya seperti hantaman dari langit yang tidak memberi peringatan. Tubuhnya berputar cepat di udara, kehilangan kendali sepenuhnya. Seperti boneka kain yang diterpa badai, tubuh Xiao Rui menghantam udara dengan kecepatan mengerikan. Otot-ototnya bergetar liar, dan sebelum bisa menstabilkan tubuh, dia telah menghantam tanah. BOOM! BOOM! BOOM! BOOM!!! Tubuh Xiao Rui menghantam beberapa struktur batu besar di dalam wilayah Dunia Warisan Langit Berbintang. Pilar-pilar raksasa yang berdiri kokoh selama waktu yang tak diketahui kini hancur satu per satu. Ledakan debu dan puing tersebar, meninggalkan jejak kehancuran sepanjang ribuan meter. Desiran angin terdengar lirih di sela-sela benturan. Udara terasa lebih berat, seolah turut menyaksikan kemunduran seorang jenius dari keluarga inti. Seluruh tempat te
Di sisi lain, di wilayah generasi tua, situasi jauh lebih tegang. Di sebuah dataran yang berbeda dari lahar sebelumnya, kekuatan yang saling berhadapan sudah terkumpul dalam formasi penuh. Pemimpin Paviliun Gerbang Kematian berdiri di garis depan, diapit oleh Pemimpin Rumah Suci Matahari Hitam dan Rumah Suci Langit Berdarah. Di belakang mereka, para tetua berdiri sejajar, auranya menggelegar. Mereka mengepung dua kelompok kecil: Pemilik Villa Hati Seribu Bintang dan Pemimpin Paviliun Bayangan Naga Abadi, bersama para tetua mereka yang terlihat jauh lebih sedikit. Gu Yang, Pemimpin Paviliun Gerbang Kematian, melangkah maju, senyum licik mengembang di wajahnya. “Gu Yang, apa maksudnya ini?” tanya Pemimpin Paviliun Bayangan Naga Abadi, suaranya tenang tapi tegas. Wajahnya tidak menunjukkan kepanikan, sebaliknya sangat tenang, seolah ia telah memperkirakan semua ini sejak awal. Gu Yang tertawa panjang. “Hahaha, orang tua... kalian telah hidup terlalu lama. Daripada menjadi makhluk tua
Di luar, tak satu pun tahu apa yang sedang terjadi. Mereka tidak memahami kekuatan itu, tidak mengenal kemampuan melahap selevel ini. Mereka hanya bisa menyaksikan monster darah sebesar gunung itu perlahan memudar—dari kokoh, menjadi transparan, lalu hancur menjadi aliran energi yang tersedot ke dalam cincin Xiao Tian. BAANG!!! Monster darah itu akhirnya meledak. Energinya terserap sepenuhnya ke dalam cincin Xiao Tian. Di saat yang sama— PLOF! PLOF! PLOF! Neo Jhinyu, Wong Hai, dan Xi Wangmu memuntahkan darah segar. Wajah mereka kini benar-benar seperti mayat hidup. Daging mereka menghilang. Hanya kulit keriput yang menempel pada tulang. Mata mereka nyaris keluar dari rongganya. Ketiganya menatap Xiao Tian dengan mata membelalak, tubuh mereka gemetar hebat. Rasa takut tak lagi bisa disembunyikan. Nafas mereka bergetar, dan langkah pun tak bisa lagi diambil. Teknik rahasia mereka—teknik yang telah mereka gunakan untuk membantai banyak kekuatan besar, bahkan menghancurkan beberap
Xiao Tian menatap monster darah itu tanpa berkedip. Tatapannya dingin, namun dalam hatinya bergemuruh rasa ingin membantai. Ia sangat ingin mengeluarkan pedang karat misterius yang selama ini setia bersamanya. Energi pekat dari monster darah itu adalah santapan sempurna bagi artefak itu. Namun, ia menahan keinginannya. Karena dia tahu, sekali pedang itu keluar, maka penyamarannya akan berakhir. Semua orang akan langsung mengenalinya, sebab pedang karat misterius bukanlah artefak biasa. Ribuan pasang mata sudah mengenalnya sebagai tanda tangan Xiao Tian. Dalam hati, dia berkomunikasi cepat. “Roh tua, tenang saja. Walaupun kamu tidak aku keluarkan, aku akan memastikan monster darah itu menjadi makananmu!” Jawaban belum terdengar, namun dari dalam cincin dewa, aura pedang karat misterius mulai bergemuruh antusias, seolah-olah mengerti maksud tuannya. Cincin itu bergetar ringan, mengeluarkan denyut lembut yang tak terdengar oleh siapapun kecuali Xiao Tian. Di sisi lain, Neo Jhinyu, W
Neo Jhinyu mencoba bangkit dengan membalas. Giginya bergemeletuk menahan emosi yang berbaur dengan rasa malu. “Sebenarnya siapa kamu? Aku tidak percaya kamu adalah anggota Villa Hati Seribu Bintang!” Xiao Tian mengangkat dagunya sedikit, mendengus dingin. Dalam sikapnya tidak ada tergesa. Suaranya tetap tenang, seolah ia adalah hakim yang akan memutuskan akhir hidup di hadapannya. “Siapa aku itu bukan urusanmu. Hal yang perlu kamu tahu adalah, tempat ini akan menjadi kuburanmu.” Mata Neo Jhinyu menajam. Ia tak bisa lagi berpura-pura tenang. Sorot matanya bergetar hebat, wajahnya memucat, tapi dari mulutnya meluncur teriakan terpaksa. “Sial, karena kamu menolak untuk mengampuni kami, maka walaupun kami mati, kami akan menyeretmu mati bersama!” Suara teriakannya menggema. Ia menatap Wong Hai dan Xi Wangmu, memberi aba-aba dengan pandangan yang sudah penuh keputusasaan. “Gabungkan teknik terkuat kita. Biarkan bajingan itu mati bersama kita!” Tanpa ragu, ketiganya langsung membaka
Dengan tenang, Xiao Tian mengangkat tangannya. Dari dalam tubuhnya, kilatan petir melingkar dan membentuk sebuah cambuk panjang yang mendesis ganas, memancarkan tekanan seperti binatang buas yang baru dibangkitkan dari tidur panjang. Cambuk itu tidak hanya bergerak, tapi mengaum—menggigilkan tulang-tulang siapa pun yang mendengarnya. Lalu, dia bergerak. Bagaikan singa kelaparan yang menerkam kawanan tikus. Slash! Slash! “EAAAAAAHHHHH!!” “EAAAAAAHHHHH!!!” “EAAAAAAHHHHH!!!” Jeritan demi jeritan mengoyak udara panas. Setiap kali cambuk petir menghantam tubuh lawan, bukan hanya luka yang tercipta—tetapi ledakan. Tubuh-tubuh meledak menjadi kabut darah, daging mencair, tulang hancur, dan jiwa terlempar sebelum lenyap. Tanah bergetar, udara terasa sesak karena aroma darah yang membumbung tinggi. Darah menyembur ke segala arah. Suara cambuk dan jeritan kematian membentuk orkestra kematian yang tidak bisa dilupakan oleh siapa pun yang mendengarnya. Bahkan para anggota Paviliun Bayang
Wajah Long Hotian menjadi sangat buruk. Ia tahu, kekuatan seperti ini bukan hal yang bisa mereka lawan. Ia mungkin bisa melarikan diri jika ingin, tapi anggotanya—termasuk Bai Ruochen—tidak akan selamat. Skenario ini adalah jebakan yang sempurna. Perangkap yang telah disusun dengan rapi, dan kini mulai dijalankan. Di tengah tekanan hebat itu, saat semua orang menahan nafas, dan sebagian mulai dilanda kepanikan— Xiao Tian melangkah maju. Langkahnya tenang, bahkan ringan. Wajahnya datar, tak menunjukkan rasa gentar sedikit pun. Setiap gerakannya tidak menciptakan gelombang energi besar, namun diam-diam menyalakan perubahan atmosfer. Seakan ruang mengenali bahwa sesuatu yang asing telah bergerak. “Akhirnya… kebetulan aku sudah pegal tidak bertarung. Kalian cukup untuk sedikit merentangkan otot-otot ku!” Semua pandangan tertuju padanya. Para anggota ketiga kekuatan besar mengalihkan fokus mereka. Namun alih-alih waspada, mereka justru tertawa keras—tawa mengejek, meremehkan, seolah k
Dataran tandus yang awalnya hening berguncang hebat, seperti ditarik dari inti bumi oleh kekuatan yang tak terlihat. Suara retakan menyebar di segala arah, angin berdesir memutar liar, menciptakan pusaran energi yang mencakar langit. Dua pusaran raksasa terbentuk dengan sempurna tepat di tengah-tengah dataran. Pusaran itu berputar perlahan, namun menyimpan kekuatan luar biasa yang seakan mampu menelan seluruh langit di atasnya. Salah satu pusaran memancarkan cahaya ungu keemasan, sinarnya berdenyut pelan seperti napas makhluk hidup. Sementara yang satu lagi menyala merah darah bercampur hitam pekat, menciptakan bayangan kelam yang menyebar hingga ke kaki para pengamat. Pemilik Villa langsung berseru lantang, suaranya bergema kuat di seluruh penjuru area. Nada bicaranya tidak terburu-buru, namun penuh otoritas. “Kalian generasi muda, memasuki pusaran sebelah kiri! Sedangkan yang berusia di atas empat puluh tahun, kalian memasuki pusaran sebelah kanan! Generasi muda dan generasi tua
“Kita harus bergegas. Paviliun Bayangan Naga Abadi sudah menunggu kita terlalu lama. Mereka akan ikut masuk ke area terlarang,” ucap Pemilik Villa dengan suara penuh wibawa. Salah satu Tetua bertanya pelan, nada suaranya hampir tenggelam di tengah gemuruh siaga kapal perang. “Tuan, apakah itu tidak menjadi pemborosan?” “Tidak. Paviliun Bayangan Naga Abadi ikut berkontribusi untuk merawat area terlarang ini. Lagipula lokasinya berada di perbatasan antara Villa Hati Seribu Bintang dan Paviliun Bayangan Naga Abadi. Jadi itu adalah hal wajar untuk berbagi kekayaan.” Jawaban itu membuat semua Tetua langsung diam. Tidak ada lagi pertanyaan. Semua langsung menaiki kapal perang. Satu per satu, formasi pelindung diaktifkan dan energi mengalir deras, menyelimuti seluruh badan kapal dengan lapisan perlindungan rapat. Kapal itu melesat menembus langit, meninggalkan jejak cahaya panjang di belakangnya. Sepanjang perjalanan, suasana dalam kapal dipenuhi bisik-bisik dan pandangan penuh rasa ingi
Xiao Tian mengikutinya dari belakang, langkahnya mantap namun tanpa suara, dan ketika burung raksasa itu terbang, pemandangan megah Villa Hati Seribu Bintang terbentang luas di bawah mereka. Gunung-gunung yang menembus awan jumlahnya tak terhitung. Ada air terjun spiritual yang jatuh dari puncak-puncak suci, padang rumput berbunga, hingga formasi-formasi terapung yang berkilauan di langit. Tiang-tiang cahaya spiritual menghubungkan langit dan bumi, dan setiap sudut wilayah itu menunjukkan kemegahan sebuah kekuatan yang telah mengakar selama ribuan tahun. Semua pemandangan ini tidak bisa dilihat oleh orang luar, hanya mereka yang berada di lingkaran inti Villa yang bisa menyaksikannya. Dari kejauhan, beberapa murid dan Tetua yang sedang beraktivitas di langit dan daratan melihat Bai Ruochen terbang bersama seseorang. Tatapan mereka langsung tertuju ke pemuda asing yang duduk di belakang Putri Suci. “Siapa pemuda itu? Beruntung sekali dia bisa duduk di belakang Putri Suci sambil menu