Share

Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong
Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong
Penulis: Reg Eryn

Bab 1 Mahar fantastis

"Nggak terasa ya, Bang. Dua minggulagi kita nikah." ucapku pada calon suami saat kami sedang duduk makan bakso di warung Bu Sri.

"Iya, dek. Rasanya udah dag dig dug ser, bayangin saat mengucapkan ijab qobul."

"Rencananya, kalau udah nikah, aku masih harus kerja, atau berhenti Bang?" tanyaku pada Bang Jali, untuk masa kedepannya.

"Ya, harus kerja dong. Kan biar kita bisa cepat bangun rumah sendiri. Sementara sebelum punya rumah, ya kita numpang dulu di rumah orang tuaku."

"Terus, setelah menikah apa aku masih boleh kasih uang belanja tiap bulannya untuk ibu kan? " tanyaku lagi.

Ibuku adalah seorang janda. Ayah sudah lama dipanggil sang Maha pencipta. Meskipun usia ibu tak lagi muda. Ia tetap bekerja demi bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selama ini, aku juga selalu memberinya sebagian gajiku, untuk meringankan sedikit bebannya. Tapi ya begitu, beliau sering menolak. Kadang diterima, tapi ia belikan untuk pakaianku.

"Dek, setelah menikah, seorang istri seutuhnya milik suaminya. Apapun yang dikatakan suami, istri harus menurutinya. Ingat, surganya istri ada pada suaminya. Maka istri harus berbakti sepenuhnya pada suami, bukan ibunya. Jadi, setelah menikah tak perlu lagi kamu beri uang pada ibumu. Apalagi tanpa sepengetahuanku. Dosa!"

"Iya, aku tau seorang istri harus berbakti pada suaminya. Tapi apakah tidak boleh memberi sedikit rejeki pada ibuku?"

"Kamu ini bagaimana sih. Setelah menikah, maka otomatis tanggung jawab atas dirimu berpindah padaku. Bahkan dosamu, aku juga ikut menanggungnya. Jadi, untuk masalah akhirat saja aku yang ikut menanggung, bukan orang tuamu. Maka, kamu tidak perlu lagi memberikan apapun padanya. Ibarat kata, istri itu sudah dibeli oleh suaminya."

'Dibeli' seperti rendah sekali istri di matanya. Sampai bisa dibeli.

"Terus, kalau untuk ibumu bagaimana?"

"Nah, ini yang harus kamu mengerti. Surganya anak laki-laki, ada pada ibunya. Meskipun sampai dia menikah. Jadi, anak lelaki tetap harus berbakti pada ibunya. Dan kamu sebagai istri tak boleh cemburu jika aku memberi sebagian gajiku padanya. Karena apa?"

"Surga anak lelaki ada pada ibunya," jawabku cepat.

"Pinter calon istriku. Kamu lihatkan, sekarang aku sudah menjadi guru. Semua ini berkat kerja keras ibu bapakku. Dari SD aku disekolahkan. Sampai menjadi sarjana, dan kini sudah menjadi guru. Sangat harus kamu bersyukur, apalagi aku sudah bukan lagi guru honorer alias negri. Pasti kamu sangat bangga jika ada yang bertanya apa profesi suamimu. Kamu mendapatkan aku tinggal terima jadi dan menikmati hasilnya. Bayangkan, sudah berapa banyak uang kedua orang tuaku untuk sampai aku menjadi seperti ini?"

Aku hanya terdiam tidak bisa berkata apa-apa. Jadi, begitukah pemikirannya tentang istri? Harus patuh dan taat kepada suami dan melupakan ibunya? Baiklah Bang, kita lihat saja seperti apa kedepannya.

"Jadi intinya, keluargaku adalah keluargamu. Dan ibuku, sebagai pengganti ibumu. Jangan pernah kamu menganggapnya orang lain. Karena syrgaku ada padanya, dan surgamu ada padaku."

Aku dan Bang Jali, sebenernya belum lama saling mengenal. Baru dua bulan yang lalu. Saat itu, aku sedang berkunjung ke rumah teman. Yang kebetulan bertetangga dengannya.

Saat sedang duduk-duk di teras, lelaki yang kini telah menjadi tunanganku itu, datang menghampiri kami. Lalu berkenalan denganku. Kebetulan sekali, saat itu aku sedang tak memiliki kekasih. Begitupun juga dia. Wajah, yang lumayan tampan membuatku jatuh hati padanya, begitu juga dengannya.

Saat sudah berkenalan dan saling bertukar nomor handphone, dia mengatakan perasaannya. Dan dia juga tak ingin berpacaran, melainkan langsung menikah. Usianya yang kini sudah menginjak dua puluh sembilan tahun, membuatnya tak ingin lagi bermain-main dalam urusan asmara. Begitu juga denganku yang sudah dikatakan cukup umur untuk menikah karena sudah dua puluh lima tahun.

Seminggu kemudian, dia bersama orang tuanya datang untuk meminangku. Kami pun bertunangan saat itu juga. Karena sama-sama suka.

Semua sifatnya, aku belum tahu betul. Dan saat ini, sedikit aku sudah mengetahuinya. Sebelumnya, kami tidak pernah membahas masalah keluarga seperti ini. Karena bagiku, nanti juga kami akan sama-sama menjalaninya. Tapi, hari ini hatiku merasa tak tenang dan ingin tahu bagaimana tanggapannya  tentang aku yang masih tetap ingin membantu ibu setelah menikah. Dan jawabannya sungguh di luar dugaan.

***

Sudah seminggu, sejak pertanyaanku pada Bang Jali. Dan hari ini dia bersama keluarganya datang untuk menanyakan mahar.

Makanan, beserta minuman sudah ibu sediakan untuk kedatangan keluarga mereka. Tetangga, dan saudaraku juga sudah berkumpul untuk melihat dan mendengar berapa mahar yang akan aku dapatkan.

Suara ramai menyambut kedatangan calon suamiku itu. Aku yang sedari tadi duduk di dalam kamar, kini keluar untuk menemui mereka.

Satu persatu keluarga Bang Jali kusalam. Lalu aku duduk lesehan bersama yang lainnya. Ya, semua para tamu hanya duduk beralaskan tikar karena aku tak memiliki sofa mewah.

"Jadi, berapa mahar yang kamu pinta, Nak?" tanya ibu Bang Jali, dengan tangan yang ia gerakkan hingga gemercing gelang memenuhi indra pendengaran kami.

"Apakah berapapun yang aku pinta, ibu dan keluarga akan menyanggupinya?" tanyaku dengan wajah serius.

"Ya, jelas dong. Bukankah seorang wanita berhak meminta maharnya?" Calon ibu mertuaku itu masih berbicara dengan pergerakan yang berlebihan.

"Baiklah ... Ekhemm ..." Aku sedikit berdehem untuk menghilangkan rasa grogi karena ditonton banyak orang.

"Saya meminta mahar pada Bang Jali sebesar Lima Milyar!" ucapku lantang. 

"APAAA?" Semua orang teriak bersamaan. Sepertinya mereka terkejut dengan mahar yang kusebutkan.

Mata kedua calon mertuaku serta calon suamiku melotot tak berkedip. Sepertinya mereka sangat syok dengan jawabanku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sue Djayeng
bullshit... ajaran agama apa ini..?? ini mah ajaran budaya arab kadrun sana.... bego amir....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status