Share

Bab 4 Tidak Terima

Author: Reg Eryn
last update Last Updated: 2022-08-18 20:54:59

Bukan hanya anaknya beruntung tidak jadi menikah denganku. Tapi aku lebih sangat beruntung karena tak jadi memiliki suami seperti anaknya. Tidak bisa kubayangkan hidup tanpa Ibu, yang sudah melahirkan dan membesarkanku.

Sampai kapan pun, tidak ada anak yang bisa membalas jasa ibu dan bapaknya. Meski dunia dan seisinya ia berikan.

Aku tidak akan pernah dibutakan oleh yang namanya cinta. Saat lelaki tak bisa menerima keluargaku terutama ibuku. Maka aku tidak akan melanjutkan hubungan itu. Untuk apa aku berbahagia di atas penderitaan ibu.

Mencari suami, bukan hanya melihat tampang, jabatan, dan uang. Tapi, harus yang ikhlas menyayangi dan menghormati ibu kita seperti ibunya sendiri.

Jika seorang lelaki berpikir, bahwa surganya ada pada ibunya sampai kapan pun, karena sang ibu lah, yang melahirkan dan membesarkannya. Lalu apa bedanya dengan wanita? Mereka juga dilahirkan dan dibesarkan oleh ibunya. Mereka juga dididik dan disekolahkan dengan hasil jerih payahnya. Jadi, jangan pernah berat sebelah terhadap orang tua.

Jika ibumu harus diperlakukan baik oleh istrimu. Maka, perlakukan baik jugalah mertuamu seperti ibu kandungmu sendiri. Karena semua ibu di dunia ini sama derajatnya. Dan semua ibu juga ingin yang terbaik untuk anaknya. Jika ia masih mampu bekerja, maka ia tak akan pernah menengadahkan tangan pada anak-anaknya.

"Kenapa toh, Nduk. Kamu minta mahar sebesar itu?" tanya ibu, membuatku tersadar dari lamunan.

Tangan keriputnya menyentuh tanganku lembut. Tangan ini, yang selalu membelaiku penuh dengan kash sayang. Tangan ini, yang dengan sabarnya menyuapiku saat aku masih kecil. Tangan ini, yang begitu ringannya bekerja keras, demi bisa menghidupkan dengan layak. Apa bisa aku membalas semua kebaikan yang diberikan oleh tangan ini?

Kuusap lembut, tangan keriput ibu, lalu menciumnya. Tak hentinya aku berdoa dan berterimakasih pada Tuhan karena memberiku seorang ibu dengan tangan baja.

"Ya, karena itu sesuai dengan jasa ibu padaku," jawabku, memejamkan mata sambil terus memegangi tangan ibu dan menaruhnya di pipi. 

"Ibu, tidak pernah meminta apapun darimu. Yang penting hidupmu bahagia. Tidak kekurangan apapun, Nak!"

Aku tahu, Bu! Aku tahu, jika hanya kebahagiaanku lah yang ibu inginkan. Tapi aku, juga ingin kebahagiaan untuk ibu.

"Kalau ibu ingin melihatku bahagia. Maka aku lebih, lebih, lebih ingin melihat ibu bahagia."

"Ibu tahu, Nak. Tapi tidak dengan meminta mahar sebesar itu. Apa nanti kata orang? Pasti berita ini akan cepat menyebar luas. Setelah itu, laki-laki akan takut melamarmu. Ibu nggak mau kamu jadi perawan tua."

Itu pasti yang akan ditakutkan oleh seorang ibu. Melihat anaknya sudah berumur, tapi tak kunjung mendapatkan jodoh. Padahal, semua yang terjadi pada manusia, itu sudah menjadi kehendak tuhan.

"Bu, takdir ada di tangan Tuhan. Jangan takut dengan bayangan. Belum tentu semua yang didengar oleh para lelaki akan ditelan mentah-mentah. Bisa saja mereka mencari tahu mengapa sampai aku meminta mahar segitu besarnya."

Aku memang belum menceritakan pada ibu alasan mengapa meminta mahar begitu besar. Selama mendengar ucapan Bang Jali seminggu lalu, aku tidak mengatakan apapun pada ibu. Hanya tetangga yang bisa kupercaya saja yang mengetahuinya. Sementara mahar lima Milyar, mereka semua sama sekali tidak tahu. Itu murni rencanaku yang sudah kupikirkan selama berhari-hari.

"Nduk, manusia jaman sekarang, jarang yang mau mencari tahu kebenaran. Apa yang mereka dengar, itulah yang akan dipercaya," ucap Ibu mengingatkan.

"Bu, percaya saja dengan jalan hidup yang sudah diberikan Allah. Jika aku tidak menikah sampai ajal menjemput, maka itu sudah takdir Allah. Untuk apa dipusingkan."

"Amit-amit jabang bayi! Jauh-jauh, Nak! Jangan sampai kamu menjadi perawan tua seumur hidup!"

"Itu kan, cuma seandainya, Bu."

"Kamu, pun. Ada-ada saja meminta maharnya. Meskipun mereka kaya, mana mngkin mau memberi mahar sebesar itu!"

"Ya, percuma kaya tapi pelit, Bu. Mahar segitu aja nggak bisa dikasih!"

"Setelah ngasih kamu mahar segitu, mereka langsung jatuh miskin, Nduk!"

"Wong kaya kok bisa miskin toh, Bu!"

"Lah, mereka kan kayanya masih nanggung. Belun kaya banget. Jadi wajarlah."

"Ya, terserah ibu ajalah."

"Coba ngomong yang sebenarnya sama ibu, alasan kamu minta mahar segitu."

"Jadi, ceritanya begini ... "

Semua mengalir begitu saja dari bibirku. Ibu mengangguk-angguk sambil berseru, trilili lili lili lili ... 

Hush! Bukan lagu burung Kutilang!

"Kalau begitu, seharusnya minta saja 50 Milyar! Enak saja, dia mau mendapatkan anak gadisku. Ibarat buah tinggal panen hasilnya, masih mau dia sengsarakan dengan ikut kerja mencari nafkah dengan alasan agar cepat punya rumah sendiri. Anakku dinikahi, bukan untuk disengsarakan hidupnya. Ibu saja yang melahirkan dan merawatmu dari kecil, selalu berusaha membahagiakanmu. Ini dia, sudah tinggal panen, mau ngajak susah. Kalau tau itu laki-laki berbicara begitu padamu. Pasti tadi langsung ibu, skak biar enyah dari muka bumi ini!" ucap ibu berapi-api. Selama ini, aku hanya melihat ibu yang lemah lembut. Baru kali ini sisi lainnya yang garang, seperti preman pasar menagih uang keamanan. Ternyata, lebih seram lagi emakku emosi ketimbang mereka.

"Sabar, Bu. Nanti kolesterolnya naik loh!"

"Ibu mana yang bisa sabar, jika anaknya akan dijadikan budak. Daripada punya suami begitu, lebih baik kamu menjadi perawan tua saja, Nak. Tak perlu memikirkan urusan rumah tangga. Tak perlu, mengurusi suami. Hidupmu pasti jauh lebih tenang."

"Iya, Bu. Iya. Kan pernikahannya memang batal!"

"Syukur alhamdulillah, Nak. Nanti kita bikin syukuran karena kamu nggak jadi menikah dengan lelaki seperti itu! Bila perlu, tujuh hari tuju malam. sebagai ucapan rasa syukur kita."

"Memang ada uang, untuk syukuran tujuh hari tujuh malam, Bu?"

"Enggak!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
hahahahaha Bu tadi marahin anak kq minta mahar banyak setelah tau ceritanya malah mau buat syukuran
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 71

    Pov Putri. "Huhuhu." Aku turun dari sepeda motor tukang ojek online yang mengantarkanku pulang. Aku harus berakting dan berpura-pura sangat bersedih. Pokoknya Bang Jali dan seluruh keluarganya tidak boleh curiga. Abang tukang ojek itu agak kebingungan melihatku yang tiba-tiba saja menangis. Sejak naik sepeda motornya, aku hanya diam saja. Dan sekarang, dengan tiba-tiba aku menangis. Aku memintanya segera pergi setelah kuberikan ongkos yang sudah ditentukan di aplikasi. Abang ojek itu langsung menancap gas sepeda motornya. "Kamu kenapa?" tanya Ibu mertua yang sedang melihat-lihat tanaman bunganya. Dia hanya menoleh sekilas saja. Oke, Put, perdalam lagi aktingmu! "Duhh, gimana, ya, Bu, bilangnya." Aku kembali menangis dan berusaha mengeluarkan air mata agar lebih meyakinkan aktingku, aku juga meremas kedua tanganku. "Ada apa? Ngomong kamu! Jangan cuma nangis aja! Nggak jelas banget kamu ini!" gerutunya jengkel."Itu Bu. Sepeda motor Bang Jali, hilang, Bu," ucapku seraya menundukk

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 70

    Tidak ada satupun dari mereka yang berniat melerai kami. Mereka hanya menonton pertarungan sengit antara aku dan ulat bulu. Tak habis akal, aku juga menen-dangnya dengan sekuat tenaga.Rasakan! Rani, kok mau dilawan. Belum tahu saja kamu, bagaimana sifat bar-bar Rani, jika sudah tersakiti. Tidak akan ada kata atau pun lagu kumenangis. Berkali-kali aku menghadiahinya dengan tendangan maut, seperti pemain sepak bola. 'BRAK!'"ADUHH, SAKIT DEK!" keluhnya, mengaduh. Eh, suaranya kok berubah jadi laki-laki sih? Apakah Turmi wanita jadi-jadian? Terus, tadi manggil aku, "Dek". Kok aneh. "Dek, sadarlah." Suara lelaki lagi. Padahal yang di hadapanku adalah Turmi yang sedang menepuk-nepuk wajahku pelan. Ah, berani sekali dia menepuk-nepuk wajahku. Ingin membalasku ya? Tak tinggal diam, aku kembali menjambaknya dengan bar-bar. "Astaghfirullah, Bu, Rani kerasukan!" teriak Turmi dengan suara laki-laki, mirip dengan suara Bang Juna. "Astaghfirullahalazim, eling, Nduk!" Suara ibu, entah dar

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 69

    "Dingin banget tangan, kamu," ujar Sinta yang sedang berdiri di sampingku, Ia sengaja menyentuh tanganku. Aku hanya bisa tersenyum, sambil terus fokus karena sedang dirias, dan Sinta, dari sejak awal aku dirias dia terus saja menggodaku dengan semua ucapan gi-lanya. Dari mulai malam pertama, sampai ke anak cucu dia bahas. Dia sengaja datang ke rumah dari kemarin dan menginap di rumahku. Karena tidak mau melewatkan momen pernikahanku, katanya. "Baca do'a biar nggak gugup. Nih, minum!" Sinta kembali berucap serta menyodorkan air mineral padaku.Aku langsung meminumnya sedikit demi sedikit, hingga tandas. Hari ini, janji suci akan segera terlaksana. Beberapa jam lagi, status lajangku akan berubah menjadi istri orang. Istri Bang Juna lebih tepatnya. Gugup? Sudah pasti aku sangat gugup. Siapa pun akan gugup saat hari pernikahannya tiba.Akhirnya, perjuangan menuju hari pernikahan telah kulewati dengan penuh lika-liku. Semoga saja, setelah menikah, tidak ada lagi gangguan dari orang-o

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 68

    Ah, aku tidak akan mau diperbudak lagi. Bagaimanapun caranya, besok aku tidak akan mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Pepatah mengatakan, banyak jalan menuju roma. "Ibu, mau mandi dulu. Bawa sendiri itu cangkir bekas tehmu ke belakang!" perintah Ibu lalu meninggalkanku bersama Bang Jali. Ibu menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil yang sedang merajuk. "Jangan berfikir masalah sudah selesai, Put. Besok aku akan bertanya pada semua teman kerjamu. Jika kamu ketahuan berbohong, maka bersiaplah menanggung akibatnya," ancam Bang Jali tanpa rasa malu. Sebagai lelaki, seharusnya dia bisa melindungiku sebagai istrinya. Bukan malah mengancam seperti aku ini adalah musuhnya. Hanya masalah uang gajiku, dia segitu marahnya. Apa tidak malu suami meminta uang gaji istri untuk keluarganya? Setelah bercerai nanti, jika suatu saat dia meminta kembali dengan dalih penyesalan. Sampai mati pun tak akan aku mau kembali padamu, Jali. Tunggu saja semuanya. Kupastikan kamu akan menyesal te

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 67

    Pov PutriBagaimanapun caranya, setelah berpisah dengan Bang Jali. Aku tak mau rugi. Saat di pengadilan nanti, pasti dia tidak akan membagi sedikitpun hartanya padaku. Sedangkan uangku yang sudah ada padanya lumayan banyak.Aku sudah memiliki rencana yang sangat apik. Tidak masalah semua uangku tidak kembali. Setidaknya separuhnya saja sudah lebih dari cukup. ***Hari yang ditunggu oleh ibu mertuaku pun tiba. Hari di mana aku menerima gaji bulanan. Dia pasti sudah sangat menanti-nanti hari ini.Wajah semringah menyambutku yang baru saja pulang bekerja. Jika biasanya ibu mertuaku ini cemberut, kali ini senyumnya merekah, seperti bunga mawar yang baru mekar."Sudah pulang, Nak?" tanya Ibu mertua, sangat ramah dan lembut. Aku tau itu hanya basa-basinya karena ingin mendapatkan uangku yang sekian lama dinantinya."Iya, Bu. Capek sekali hari ini," jawabku, menghembuskan napas kasar lalu menjatuhkan diri di sofa."Mau Ibu buatkan Teh? Agar hilang sedikit lelahmu," tawarnya masih dengan se

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 66

    Dia mengataiku pemalas? Padahal dia lebih pemalas dibanding aku. Dasar, bisa menghina tapi lupa berkaca! "Apa maksud kamu, Wat?" tanya Ibu lembut, pada anak perempuan kesayangannya."Tadi, aku meminta menantu Ibu untuk mengambikan minum. Tapi dengan angkuhnya dia menolak, dan memintaku untuk mengambilnya sendiri. Padahal aku sedang sibuk menonton infotainment, dan dia sudah berdiri di situ. Apa salahnya sih tinggal melangkah ke dapur, yang tinggal berapa jengkal lagi!" cerocosnya, seperti bebek yang tidak bisa diam. "Apa benar begitu, Put?" tanya Ibu mertua lembut, lalu mengalihkan pandang padaku. Jika bukan karena sebentar lagi gajian, pasti Ibu mertua sudah memarahiku karena tak mau menuruti perintah anak kesayangannya. Ia lembut seperti itu, karena ada maksud dan tujuannya, yaitu uangku."Iya, Bu. Aku ini buru-buru mau berangkat bekerja, yang tujuannya mendapatkan uang. Nah sementara dia, hanya menonton infotainment saja masa tidak bisa ditinggal barang sebentar," Ucapku membela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status