Share

Bab 2. Sanjaya Tidak Mengaku

"Ma, tadi di rumah sakit ada yang ngaku-ngaku jadi istrinya Mas Jaya," adu Zahera pada Mama Anita di sebuah sambungan telepon. 

Zahera yang merasa bosan menunggu jam besuk di luar ruang ICU akhirnya memilih melakukan panggilan suara ke nomor ibu mertuanya. Selain untuk mengadukan kelakuan anaknya yang membuat Zahera curiga, tentu saja sekalian Zahera ingin mengontrol kondisi Abimanyu yang dititipkannya sementara kepada Mama Anita. 

"Ah, masa sih, Za? Kan kamu juga tau sendiri gimana bucinnya Sanjaya sama kamu selama ini. Kayaknya itu cuma orang iseng atau fansnya Sanjaya aja deh. Mama masih percaya kalau Sanjaya pasti setia sama kamu, Za. Gak ada satu pun alasan yang bisa membuka peluang Sanjaya buat berpaling dari kamu. Kamu itu punya semua kriteria istri idaman. Gila aja kalau dia sampai berani selingkuh dari kamu. Mama sendiri nanti yang akan potong anunya itu!" balas Mama Anita dengan geram.

Zahera sedikit tertawa mendengar jawaban panjang ibu mertuanya. Meski terdengar mengerikan sekaligus menenangkan, tapi tetap saja Zahera merasa masih ada yang mengganjal di hatinya. Untuk pertama kalinya setelah sembilan tahun menikah, Zahera menaruh kecurigaan yang besar kepada Sanjaya. 

"Semoga saja apa yang mama bilang benar," desis Zahera pelan. 

"Udah, jangan banyak pikiran. Nanti Sanjaya sudah sembuh, malah kamu yang gantian sakit gara-gara stres dan overthinking. Abimanyu udah bangun nih," ujar Mama Anita sampai kemudian disahuti oleh suara si kecil Abimanyu.

"Hayo, Mama. Ma, Abi angen ama mama nih…" sahut Abimanyu dengan suara cadelnya, membuat kedua bola mata Zahera berkaca-kaca karena rindu. 

Ini adalah kali pertama Zahera pergi tanpa anak istimewanya. Anak usia 7 tahun yang tingkahnya masih seperti bayi 3 tahun itu, tidak pernah lepas dari pemantauannya. Abimanyu juga yang menjadi alasan Zahera berhenti dari pekerjaannya 8 tahun yang lalu. 

Zahera berniat untuk mendedikasikan sisa waktunya untuk mengurus anak dan suami, hingga merelakan karirnya yang saat itu sedang bagus-bagusnya menjadi seorang sekretaris. 

"Halo, Abi sayang! Mama juga kangen banget nih sama Abi…"

Zahera pun melupakan sejenak kecurigaannya pada Sanjaya. Dia ingin melepas rindu kepada sang putra yang terpaksa ditinggalkan sementara karena situasinya yang tidak memungkinkan untuk diajak ikut ke Surabaya. 

Sejak mendengar Sanjaya masuk ICU, Zahera langsung menitipkan Abi ke Mama Anita dan kemudian menyetir sendiri mobilnya dari Jakarta ke Surabaya. Rasa khawatir pada sang suami membuat keberaniannya bisa mengalahkan akal dan pikirannya. 

Jika bukan karena cinta, mana mau Zahera melakukan perjalanan jarak jauh antara Jakarta ke Surabaya yang lebih dari 10 jam lamanya itu. Menyetir sendiri pula, nonstop lebih dari 10 jam! 

Sungguh besar pengaruh kekuatan cinta yang dimilikinya. Zahera sampai berjanji dalam hatinya jika pengorbanannya ini dibalas dengan kecurangan, dia akan memastikan suaminya mendapatkan balasan yang setimpal. 

***

Tepat pukul 16.00 WIB, pintu ruang ICU dibuka. Para penunggu pasien ICU mulai masuk satu persatu dan menemui keluarga masing-masing. Zahera melakukan hal yang sama. Berjalan perlahan menuju ranjang yang diyakini milik suaminya. 

Ada seorang tenaga medis yang sedang mengecek kondisi Sanjaya. Zahera sedikit ragu saat akan mendekat karena takut mengganggu. Namun ternyata tenaga medis itu justru begitu ramah dan menyapa Zahera terlebih dahulu.

"Mau menjenguk Pak Sanjaya ya, Bu? Ibu siapanya?" 

Zahera kembali kesal karena mengingat kejadian tadi, setelah menjawab jika dirinya adalah istrinya Sanjaya, dokter jaga justru terlihat meragukan jawabannya dan mendapati kenyataan ada perempuan lain yang lebih dulu mengaku sebagai istri suaminya juga.  

"Saya masih istri sahnya Pak Sanjaya sih. Tapi gak tau ya kenapa semalam ada yang lebih dulu mengaku sebagai istrinya juga. Gak tau deh dia punya istri berapa!" 

Zahera berkata dengan ketus sambil menatap tajam penuh intimidasi pada suaminya yang ternyata sudah sadar. Meski dia tidak akan bisa menyahut ucapannya karena mulut dan hidungnya dipenuhi dengan alat bantu yang membuatnya sulit untuk berbicara. Menggerakkan kepalanya pun tidak bisa. Namun tatapan mata terkejut dari suaminya pun terlihat sangat jelas. 

"Ah iya, Bu. Perkenalkan saya Dokter Firman, yang kebetulan menjadi salah satu dokter penanggungjawab kondisi Pak Sanjaya." 

Untungnya kali ini Dokter Firman tidak memperkeruh keadaan dengan mendebat status Zahera sebagai istri Sanjaya. Dia justru menjelaskan secara detail kondisi sang suami dengan ramah dan membuat Zahera sedikit melunak karena sungkan atas keramahan sang dokter. 

Zahera juga sempat menanyakan beberapa hal mengenai kondisi suaminya dan tentu saja dijawab dengan baik oleh sang dokter. Setelah dirasa sudah cukup informasinya, Dokter Firman pun kembali ke meja kerja tim medis yang berada di tengah-tengah ruang ICU yang luas. 

Zahera yang masih kesal dengan suaminya sempat akan beranjak pergi juga, tapi tangannya lebih dulu ditahan Sanjaya. Zahera menoleh dan menatap kedua bola mata sang suami.

"Apa?" 

Pertanyaan Zahera hanya ditanggapi dengan kedipan mata. Seakan paham dengan apa yang diinginkan suaminya, Zahera segera merogoh tas selempangnya dan mengeluarkan buku catatan kecil miliknya dan sebuah pulpen dan bertanya lagi. 

"Ini?" 

Memang sedalam itu ikatan batin keduanya. Tanpa kata, Zahera sudah bisa membaca apa yang diinginkan sang suami hanya dengan memperhatikan tatapan matanya saja. 

Sanjaya kembali mengedipkan mata dan meraih barang itu dengan tangannya. Beruntung kedua tangan Sanjaya tidak ada yang diikat seperti pasien lain di ruang ICU tersebut. 

Beberapa pasien yang tidak kooperatif dengan pemasangan alat bantu medis, biasanya akan ditali kedua tangannya di atas ranjang supaya tidak banyak bergerak dan tetap di ranjang dengan berbagai alat bantu medis yang dibutuhkan.

Zahera menunggu apa yang akan ditulis sang suami di buku catatannya. Sanjaya terlihat kesulitan karena posisi tubuhnya yang tidak bisa bergerak banyak. Apalagi bagian kepalanya juga tidak boleh diangkat sedikitpun.

[Zahera, tolong jangan salah paham terhadap apapun yang belum aku ceritakan. Nanti aku pasti akan jelaskan semuanya setelah aku sembuh dan keluar dari rumah sakit. Tolong percaya sama aku! Jangan sampai kemakan fitnah orang lain yang bisa membuat keluarga kita berantakan. Aku sayang sama kamu. Sangat sayang. Kamu tahu itu kan, Ma?]

Zahera membaca tulisan panjang dari suaminya itu di dalam hatinya. Meski dalam keterbatasan gerak dan membuat tulisannya cukup berantakan, untungnya Zahera masih bisa membaca tulisan itu dengan cukup jelas. 

"Kamu tahu kan, Mas? Selama ini aku selalu percaya sama kamu. Apapun yang orang lain bilang tentang kamu, entah temanku sampai sahabatku sendiri, aku masih memilih untuk percaya sama kamu. Aku harap kamu gak bikin aku kecewa sampai kapan pun," balas Zahera setelah menghela napas dalam-dalam. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status