Meski awalnya Alvino sempat tidak percaya dengan permintaan sang kakak, tapi akhirnya permintaan tersebut dipenuhi juga. Aplikasi untuk menyadap HP sudah dikirimkan kepada sang kakak begitu panggilan mereka berakhir.
Tentu saja Alvino juga menjelaskan cara memasang perangkat lunak tersebut di HP sang suami tanpa meninggalkan jejak dan menimbulkan kecurigaan, supaya tidak diketahui keberadaannya sama sekali. Zahera mengikuti semua arahan dan segera mengaplikasikan instruksi yang diajarkan sang adik pada ponsel sang suami. Zahera bergerak cepat karena setelah keluar dari ruang ICU, ponsel Sanjaya pasti akan diberikan kepada yang punya kembali, demi menjunjung tinggi menghormati privasi pasangan. Selama ini baik Zahera maupun Sanjaya memang tidak pernah saling menuntut untuk mengecek isi ponsel satu sama lain. Mereka benar-benar pasangan yang bisa membangun kepercayaan 100%. Sehingga mereka tidak merasa butuh untuk memantau isi ponsel pasangannya. "Maaf, Mas. Aku terpaksa harus melakukan hal ini karena jujur saja, kepercayaanku sama kamu sudah cacat dan harus aku pulihkan dengan sebuah pembuktian." Siang harinya, Sanjaya benar-benar sudah diperbolehkan pindah ke kamar rawat inap biasa. Dan jika sampai besok tidak ada keluhan lain lagi, kemungkinan besok juga sudah boleh keluar dari rumah sakit dan pulang. "Ma, kamu pasti kurang tidur ya selama di sini? Wajah kamu pucat banget, Sayang. Nanti malam kamu tidur di samping ranjang aku ya? Kasihan kalau kamu tidur di kursi lagi. Aku juga kangen banget pengen tidur sambil meluk kamu," ucap Sanjaya penuh perhatian.Zahera hanya tersenyum tipis. Dia memang kurang tidur beberapa hari ini. Selain karena tidak nyaman, di kepalanya juga penuh benang kusut yang perlu diurai satu per satu lebih dahulu."Ma, boleh minta hp? Aku kangen Abi. Pengen video call Abi," pintanya kemudian dan membuat Zahera mengeluarkan ponsel sang suami untuk melakukan panggilan video kepada anak semata wayang mereka. Kedua bola mata Sanjaya terlihat berbinar saking senangnya. Dia terlihat benar-benar merindukan Abimanyu. Setelah ponsel di tangannya, Sanjaya tidak membuang waktu lagi dan segera melakukan panggilan video ke nomor Mama Anita yang pasti sedang menjaga Abimanyu. "Ma, Abi mana ma?" Begitu sambungan panggilan video diterima oleh Mama Anita, Sanjaya langsung saja menanyakan sang putra. Bahkan tanpa basa basi apalagi menanyakan kabar ibunya terlebih dahulu. Zahera mengulum senyumnya melihat suaminya terlihat begitu sungguhan merindukan Abimanyu. "Dasar anak durhaka! Telepon ibunya bukannya tanya kabar atau basa basi apa gitu, langsung aja nanyain Abimanyu," cecar Mama Anita terlihat kesal.Sanjaya terlihat menggaruk kepalanya mendengar omelan sang ibu. Dia spontan saja langsung menanyakan anaknya tanpa berpikir untuk menanyakan kabar ibunya terlebih dahulu. "Ya, Maaf, Ma. Jaya kan khawatir sama Abi karena ini kali pertamanya Abi jauh dari kedua orang tuanya, dalam beberapa hari lagi. Makanya fokus aku langsung ke Abi," kata Sanjaya membela diri. Sanjaya pun kemudian melepas rindu pada sang anak dengan mengobrol lama di panggilan video tersebut. Zahera merasa terharu dan kembali goyah dengan apa yang sedang ditahannya. 'Melihat kamu begitu sayang sama Abi, begitu dekat sama Abi. Jujur aja bikin aku ragu kalau kamu bisa sekejam itu mengkhianati kami, Mas. Aku akan cari bukti jika kamu tidak pernah berbuat curang atas pernikahan kita. Aku akan membuat orang-orang yang selalu menuduhmu melihat sendiri sebaik apa dirimu, Mas'. Sepertinya panggilan video mereka baru berakhir setelah hampir dua jam lamanya. Zahera sampai mengantuk sendiri mendengar mereka mengoceh sedari tadi. Padahal jika didengarkan, apa yang mereka bahas sama sekali tidak ada yang penting. Tapi suaminya bisa membuat Abimanyu betah bercerita banyak pada papanya. Bahkan mungkin lebih banyak yang diceritakan Abi kepada papanya daripada mamanya."Ma," panggilan Sanjaya membuyarkan lamunan Zahera. "Sudah teleponnya?" tanya Zahera berbasa basi, karena sejatinya dia sendiri sudah melihat suaminya sudah meletakkan ponselnya di atas meja. "Sudah, Sayang. Abi mau disuapin Mama Anita makan siang dulu katanya. Kamu capek banget ya, Ma? Pasti belum makan siang juga kan? Kamu ke kantin buat makan dulu aja, Ma. Aku gak mau kalau kamu jadi sakit karena kurang tidur dan kurang makan. Besok kan aku sudah boleh pulang. Kita harus pulang dalam kondisi sehat semua, Ma. Mau ya makan dulu?" Zahera memang lapar, tapi sejujurnya dia masih belum ada selera untuk makan. Namun pergi keluar sebentar sepertinya ide yang cukup bagus. Menurutnya, ini adalah saat yang tepat untuk melihat apakah suaminya akan menggunakan ponselnya untuk menghubungi seseorang saat ditinggal Zahera keluar, ataukah tidak. Ya. Zahera merasa perlu pengujian. Antara menguji kejujuran sang suami atau menguji aplikasi pemberian Alvino. "Kamu gak apa-apa aku tinggal ke kantin dulu?" tanya Zahera hati-hati."Gak apa-apa, Sayang. Justru aku khawatir kalau kamu sampai skip-skip waktu buat makan. Aku gak mau kamu sakit, Ma. Aku sayang kamu." Zahera membalas ucapan cinta sang suami dengan senyum tipis. Semenjak kepercayaannya luntur, Zahera enggan sekali mengucap kata ajaib tersebut. Dia terlalu takut mengucapkan kata cinta pada tempat yang salah. Jika sang suami terbukti bersalah, Zahera pasti akan menyesal jika keseringan membalas ucapan cinta seperti itu. "Em, kalau gitu aku makan di kantin dulu sebentar ya? Kalau ada apa-apa telepon aku aja." "Iya, Ma. Jangan khawatirkan aku. Aku udah baik-baik saja kok." Zahera pun pergi setelah memastikan suaminya memberinya ijin untuk keluar. Di kantin, selain makan siang, Zahera juga sibuk mengecek ponselnya. Panggilan video dari ponsel suaminya yang hampir 2 jam lamanya tadi muncul di informasi penyadapan di ponsel Zahera. Zahera menaikkan ujung bibirnya memuji hasil karya Alvino yang ternyata sudah teruji bekerja sesuai harapan. Tinggal menunggu saja apakah saat Zahera berada di kantin, Sanjaya akan menggunakan ponselnya untuk menghubungi selingkuhannya ataukah tidak. Sebuah lampu berkedip di ponsel Zahera. Memberi tanda ada notifikasi yang bisa dilihatnya. Napas Zahera seketika tercekat melihat adanya pemberitahuan aktivitas di ponsel Sanjaya yang sudah diberi alat sadap. Dengan tangan bergetar, Zahera melihat isi pesan yang dikirim suaminya pada sebuah nomor tanpa nama. [Pernikahan kita sudah selesai, Siska. Kuharap engkau mendapatkan penggantiku yang lebih baik. Terima kasih untuk semuanya dan beribu maaf karena terpaksa aku harus pulang demi anakku]Zahera memijat dahinya yang terasa nyut-nyutan. Kalimat talak yang dikirimkan suaminya pada seseorang yang bernama Siska tentu saja menjadi bukti kuat jika selama ini Sanjaya mempunyai istri lagi selain dirinya. Air bening kristal mengalir begitu saja dari kedua mata Zahera. Zahera menangis tanpa suara."Tega kamu, Mas!"'Ini maksudnya apa?' batin Zahera. Pertanyaan tersirat dari Evander Lim kepada Zahera tentu saja membuatnya sangat syok. Apalagi dengan tatapan dalam dari ketiga putra yang dimaksudkan oleh pria paruh baya tersebut. Zahera hanya bisa menoleh ke kanan kiri menyembunyikan kebingungannya. Sedangkan Abimanyu dan Alvino yang diam saja justru terlihat lebih tenang dan tidak sebingung Zahera saat ini. Pertama kalinya Liam tahu jika Zahera adalah kakaknya Alvino, dia sempat terkejut juga. Tapi itu tidak membuatnya mundur untuk mendekati Zahera dan anaknya. Tiga bulan ke belakang Alvino maupun Abimanyu sudah menjadi saksi bagaimana Leon, Lim dan Liam sama-sama berusaha mendekati Zahera dengan berbagai cara. Zahera memang terlihat menanggapi ketiganya dengan sama baiknya. Sayangnya tidak lantas membuat Zahera berpikir terlalu jauh tentang tujuan dari pendekatan ketiganya. "Za, ketiga putra Tante suka sama kamu sudah dari lama. Kamu gak sadar ya?" ujar Liana dengan nada menggoda. Zahera ha
Sejak pulang dari pengadilan agama, Sanjaya tidak banyak bicara meskipun Alea dan Mama Anita terus mengajaknya berbicara. Sanjaya masih syok dengan apa yang didengarnya dari Alena. Dia baru sadar jika selama ini Alena tidak benar-benar tertarik dan ada rasa dengannya. Dan Sanjaya dibuat sangat sakit hati. 'Padahal aku sungguh sayang sama dia,' batin Sanjaya masih tidak menerima takdirnya. Sanjaya sama sekali tidak menyangka jika Alena bersandiwara hanya untuk membantu Zahera memiskinkan dirinya. Benar-benar miskin karena semua aset yang dimilikinya dulu, kini sudah beralih nama menjadi milik Zahera, Abimanyu dan juga Alena. Satu-satunya yang masih dimiliki Sanjaya hanyalah pekerjaannya sebagai CEO di perusahaan yang sudah beralih nama menjadi milik Zahera dan nantinya akan diwariskan kepada putra semata wayang mereka. 'Aku tidak masalah jika harus memberikan hartaku untuk mereka karena aku memang menyayanginya. Tapi kenapa harus ditinggalkan oleh mereka semua?' Sanjaya sudah bera
"Langsung ke rumah saja, Liam. Kita bicara di rumah!" perintah Evander Lim pada putra bungsunya setelah mengetahui sesuatu yang lain dari Liana — istrinya. Awalnya Evander Lim hanya tengah memberitahu kepada istrinya mengenai kedua putranya yang menyukai wanita yang sama. Tapi begitu tahu siapa wanita yang dimaksud, Liana semakin heboh karena jelas dia juga mengenal Zahera, bahkan sempat ingin menjodohkannya kepada Leon dan tanggapan Leon juga cukup positif. Evander Lim dan Liana tidak pernah menyembunyikan masalah sekecil apapun. Mereka lebih suka saling terbuka dan menyelesaikan semua permasalahan bersama tanpa ada yang ditutup-tutupi. "Ini kenapa ketiga putraku malah kecantol satu janda yang sama?" gumam Evander Lim sambil menepuk dahinya. Kemudian dia keluar dari dalam ruangan kerja putranya untuk pulang karena pertemuan dan diskusi tentu berubah haluan ke rumah yang juga dihadirkan putra lainnya dan juga sang istri. Evander Lim dan Liam sampai hampir bersamaan. Sebenarnya Li
"Papa?" Belum sempat Zahera bertanya maksud dari Evander Lim mengatakan putranya yang lain itu siapa, suara sahutan dari belakangnya seakan menjawab kebingungannya dengan kebingungan yang lain. 'Papa? Mas Liam panggil Paman Lim dengan sebutan papa? Maksudnya, Mas Liam dan Dokter Lui itu saudaraan?' batin Zahera menatap bergantian antara Liam dan Evander Lim seakan tidak percaya dengan apa yang didengar. Padahal jika Zahera jeli dan memperhatikan detail garis wajah Evander Lim dengan Liam maupun Lui sama-sama memiliki garis wajah yang cukup mirip. Sama-sama berwajah oriental utamanya keturunan dari Negeri Gingseng. Liam menyampirkan blazer milik Zahera tanpa peduli papanya sudah menatap curiga pada mereka. Liam akan pura-pura tidak tahu jika kedua orang di depannya sudah saling kenal. Zahera sendiri sempat tersentak dengan perlakuan manis Liam meski sudah beberapa kali mendapatkannya sejak mereka kenal. Tapi disaksikan oleh Paman Lim seperti ini tentu saja membuat Zahera merasa ca
Jika di luar, Liam dan Zahera sedang bersenang-senang menikmati wahana flyboard, maka Robin di perusahaan menjadi tumbal untuk mengerjakan pekerjaan yang menggunung. Pertemuan dengan klien hari ini jelas harus dibatalkan semuanya. Karena Robin yang bekerja sendirian tidak mungkin meninggalkan perusahaan untuk sebuah pertemuan. "Ah sialan! Punya bos gak ada akhlak memang. Ini maksudnya aku dilatih buat jadi CEO apa gimana?" Robin tidak berhenti mengumpat sejak membaca pesan dari Liam jika dirinya dengan Zahera tidak akan ke kantor hari ini. Meskipun Liam menjanjikan libur untuk besok kepada Robin, tapi tetap saja bekerja sendirian untuk pekerjaan tiga orang sungguh sesuatu sekali. Meskipun begitu, sebenarnya Robin tidak sungguh-sungguh membenci sepupunya. Dia hanya merasa kesal karena dikerjain oleh Liam dan Zahera. Ya walaupun Robin sangat yakin jika biang keroknya tetap saja Liam. Zahera tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan pekerjaan jika bukan karena terpaksa. Di tengah ke
"Mabal yuk?" "Mabal?" Zahera sempat loading saat Liam tiba-tiba mengajaknya mabal. Paham jika Zahera tidak mengerti bahasa gaul yang sedang dikatakannya, Liam pun segera menjelaskan jika dirinya ingin mengajak Zahera bolos kerja hari ini. Zahera sampai tertawa mendengarnya. Baru ini dia melihat seorang bos mengajak karyawannya untuk sengaja membolos dari pekerjaannya. Dia mengira Liam hanya bercanda, tapi nyatanya Liam bersungguh-sungguh saat kembali mengatakannya. "Bukanlah hari ini cukup berat? Aku bisa ajak kamu ke suatu tempat yang bagus, yang bisa bikin kamu teriak-teriak memacu adrenalin dan yang jelas happy setelah pulang dari sana. Mau?" Zahera menoleh dalam diam. Menatap lekat pada Liam yang dari wajah hingga tatapan matanya tidak ada gurauan dengan ajakannya. Semua diucapkan dengan nada serius juga ekspresi yang diperlihatkan. Zahera bingung menjawabnya. Meskipun sebenarnya Zahera bukan tipe yang suka mangkir dari tanggung jawab, tapi saat ini sejujurnya dia memang but
Sanjaya tidak mengindahkan peringatan dari Alena. Dia tetap berjalan maju dan membuat Alena melakukan hal sebaliknya. Sanjaya bahkan berani memojokkan Alena, karena merasa diabaikan setelah tahu Alena sudah berada di Jakarta. "Apa maksudnya kamu bicara begitu, Lena?" hardik Sanjaya.Untuk pertama kalinya Alena melihat Sanjaya yang bersikap kasar padanya. Alena menyembunyikan rasa takut dengan memperlihatkan galeri ponselnya yang berisi video dewasa yang pernah dikirim Alea padanya. Tindakannya itu cukup membuat Sanjaya mengalihkan pandangan dengan memberikan tatapan nyalang pada Alea. Sanjaya sangat marah dengan kelancangan Alea yang sudah membuat Alena menjauhinya. Padahal tanpa video itu pun sebenarnya Alena pasti menjauhinya karena misinya selama ini sudah selesai. Tapi kini Alena punya pengalihan amarah Sanjaya dengan memfokuskan Sanjaya pada Alea. "Ini gak seperti yang kamu pikir, Alena. Alea menjebakku dengan memberikan obat ke minumanku saat itu. Kamu harus percaya sama aku
Sidang putusan perceraian Zahera dan Sanjaya sudah selesai dibacakan. Mulai hari ini, sepasang suami istri yang sudah menikah sekitar sepuluh tahun lamanya itu akhirnya kembali menjadi orang asing seperti sebelumnya. Alena mendadak mendapatkan panggilan alam dan ijin ke toilet terlebih dahulu kepada Alvino. Alena menjadi orang pertama yang keluar dari ruang sidang. Sempat terkejut saat mendapati Liam ada di luar duduk seakan sedang menunggu seseorang. "Alena?" "Liam?" "Bukannya di dalam sedang ada sidang perceraian-" Liam memotong ucapannya dan tidak melanjutkan. Alena seakan paham dengan tatapan curiga dari Liam. Segera menjelaskan meski tidak sepenuhnya diterangkan sejelas-jelasnya."Aku temannya Mbak Zahera yang baru selesai sidang barusan," ujar Alena. "Eh, aku ke toilet dulu ya, udah di ujung soalnya," sambungnya tidak ingin dicecar pertanyaan lebih banyak lagi dari ini. Liam mengangguk mempersilakan. Alena terburu-buru bukan hanya karena sudah tidak tahan untuk membuang ha
"Za, kamu sudah siap?" Zio bertanya dengan memandang Zahera sangat dalam. Zahera yang masih berada di antara alam pikiran dan kenyataan hanya terdiam. Indera pendengarannya merekam pertanyaan dari sang pengacara dengan jelas. Tapi proses menyampaikan hingga ke dalam otaknya begitu lambat. "Za, hakimnya sudah siap," tegur Zio lagi membuat Zahera menarik diri ke alam nyata. "Iya, Mas. Aku juga sudah siap," ujar Zahera akhirnya bisa mengulas senyum tipis. "Tuhan tahu mana yang baik buat kita semua, Kak," ujar Alvino mengelus ringan bahu Zahera yang berbalut blazer berwarna hijau tosca. "Semua akan baik-baik saja, Mbak. Semangat!" ucap Alena ikut memberi Zahera semangat. Zahera kembali tersenyum. Kini senyumnya sedikit terlihat lebih tulus dan manis daripada yang tadi. "Aku tahu. Ini semua akan segera berlalu, dan aku selalu bersemangat. Kalian tahu itu dengan sangat kan?" Semua yang mendengar mengangguk dengan senyum terbaik untuk memberikan energi positif kepada Zahera sebelum m