Selesai dari bandara mengantar kepergian Sanjaya, Zahera tidak langsung pulang menuju rumahnya. Dia membelokkan arah mobilnya menuju sebuah restoran dimana dia sudah membuat janji dengan seseorang.
"Pak Anwar?" sapanya setelah sampai di meja yang dijanjikan."Bu Zahera ya?" "Betul, Pak. Maaf sudah menunggu saya lama ya?" ujar Zahera lagi sambil mengedarkan pandangan pada ketiga anak muda yang duduk semeja dengan Pak Anwar."Nggak kok, Bu. Kami baru sampai juga," balas Pak Anwar dengan ramahnya. "Oh ya, kenalkan ini Azam, Risti sama Gusti, tim yang akan membantu penyelidikan kita," sambungnya lagi memperkenalkan anak buahnya yang selama ini membantu Pak Anwar dalam melakukan pekerjaannya. Zahera pun berkenalan dengan ketiganya secara bergantian. Pak Anwar mengenalkan anggota timnya beserta keahlian masing-masing. Azam dan Risti yang biasanya akan terjun ke lapangan untuk mengikuti target dan melakukan penyamaran sesuai misi yang dijalankan. Sedangkan Gusti yang memiliki ketrampilan di bidang peretasan, biasanya akan memantau dari jauh dan bersiap dengan laptopnya jika dibutuhkan keahliannya untuk menghapus jejak mereka yang mungkin saja akan tertangkap oleh CCTV lokasi tersebut. Zahera sedikit bergidik karena investigasi semacam ini memang dekat dengan tindak kriminal meski yang sedang dilakukan bukan untuk tindak kejahatan. Setelah berkenalan, Zahera meminta mereka memesan makanan terlebih dahulu sebelum masuk ke pembicaraan utama yaitu misi untuk mencari bukti perselingkuhan sang suami yang sedang bekerja di Balikpapan. Saat ini Zahera sedang melakukan pertemuan penting dengan tim investigator swasta yang akan disewanya dalam menyelidiki Sanjaya selama dinas di luar pulau. Zahera butuh bukti lebih banyak tentang kecurangan suaminya sebagai bahan gugatan cerai yang akan dilayangkan kepada Sanjaya begitu bukti terkumpul cukup kuat. Zahera sudah bertekad untuk menggugat cerai suaminya sejak mengetahui perselingkuhan Sanjaya dengan Siska. Namun untuk memenangkan hak asuh Abimanyu, Zahera memutuskan untuk mengumpulkan bukti yang cukup terlebih dahulu sebelum menggugat cerai. Dan keterbatasannya saat ini membuatnya tidak bisa mengikuti kemana pun suaminya pergi, sehingga Zahera memilih menggunakan jasa investigator swasta milik Pak Anwar. Meski untuk melakukan itu, Zahera harus menggunakan uang tabungannya sendiri karena jika menggunakan uang bulanan dari suaminya, pasti akan menimbulkan kecurigaan."Suami saya sudah berangkat ke Balikpapan, Pak Anwar.""Baik, Bu. Azam, Risti dan Gusti akan segera menyusul untuk mulai mengikuti bapak selama di sana. Bisa ibu terangkan tentang proyek bapak di sana berada di mana saja?" Zahera pun menjelaskan tentang proyek pemasangan CCTV yang akan dilakukan suaminya selama 2 sampai 3 bulan ke depan. Pak Anwar pun menyimak dengan seksama. Setelahnya baru mereka merancang misi untuk mendapatkan bukti perselingkuhan Sanjaya selama di Balikpapan. Alat sadap dan GPS tracker yang sudah Zahera pasang di ponsel dan tas kerja suaminya mungkin akan cukup membantu penyelidikan mereka setelah ini. "Terima kasih banyak bantuannya Pak Anwar dengan kawan-kawan," pungkas Zahera begitu mereka selesai membahas misi yang akan mereka jalankan bersama. "Sama-sama, Bu. Kami senang jika bisa membantu urusan ibu. Semoga misi bisa berjalan dengan lancar dan apa yang Bu Zahera inginkan bisa tercapai."Zahera tersenyum tipis mendengarnya. Dalam hati merasa ragu dengan pernyataan tersebut. Jika boleh jujur, tentu saja Zahera masih berharap jika kecurangan sang suami tidak terbukti. Walau bagaimanapun, Zahera masih sangat mencintai suaminya itu. Sembilan tahun bukan waktu yang singkat untuk mudah dilupakannya. Apalagi selama kurun waktu tersebut, tidak ada cinta lain yang Zahera lihat. Semua hanya ada tentang dirinya dengan anak dan suaminya. 'Aku sampai gak sanggup untuk berdoa apapun saat ini, Mas. Aku… hanya akan menjalani apa yang akan terjadi di masa mendatang dengan menguatkan diriku sendiri. Apa yang akan terjadi setelah ini, benar-benar bergantung dari apa yang kamu lakukan di sana.' "Kalau begitu kami semua pamit dulu ya, Bu. Jika ada informasi apapun mengenai perkembangan misi ini, kami akan laporkan kepada Bu Zahera secepatnya." "Baik, Pak. Terima kasih sekali lagi." Pak Anwar dan ketiga temannya meninggalkan meja pertemuan mereka lebih dulu. Sedangkan Zahera memilih tetap duduk diam sendiri, sebelum kemudian ikut berdiri menuju kasir untuk membayar tagihan makanan mereka barusan. "Za? Zahera kan?" Zahera menoleh ke belakang begitu namanya disebut oleh seseorang yang suaranya cukup familiar di telinganya. "Mas Zio?" "Iya, Za. Masih ingat rupanya kamu sama aku." "Ya masa gak ingat sih, Mas. Mas Zio habis makan juga di sini? Sama siapa?" "Iya, Za. Sama klien barusan. Tapi klien aku sudah pulang duluan. Kamu sendiri?" "Ah, aku juga. Em, habis ketemu sama… teman," dusta Zahera yang tidak mungkin menceritakan tentang jasa investigator swasta yang disewa untuk mengikuti suaminya di luar pulau."Kamu buru-buru gak, Za? Bisa ngobrol sebentar? Sambil ngopi mungkin? Dah lama lho kita gak ketemu, kayaknya setelah kamu nikah gak sih?" ajak Zio penuh harap. Zahera pun memilih mengangguk mengiyakan. Dia memang sedang tidak sibuk saat ini. Selain itu mengobrol dengan orang lain mungkin juga bisa membuat suasana hatinya sedikit membaik setelah seluruh energinya habis untuk memikirkan kelakuan suaminya. Zio adalah kakak kelasnya saat di SMA. Mereka sempat dekat, bahkan sampai saat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi juga masih dekat meski beda fakultas. Namun setelah Zahera menikah dengan Sanjaya, Zio sudah tidak pernah terlihat di sekitar Zahera lagi. "Kamu gimana kabarnya, Za? Aku dengar kamu sudah ada anak satu ya?""Alhamdulillah aku baik, Mas. Anakku satu, sudah tujuh tahun," jawab Zahera sambil tersenyum miring mengingat kelanjutan rumah tangganya sedang diujung tanduk. "Mas sendiri gimana? Kok gak ada kabar undangan nikahannya sih?" lanjutnya lagi berusaha menutupi masalah dengan suaminya. "Aku masih sendiri, Za. Jadi bujang lapuk," kekeh Zio dengan santainya. "Serius, Mas? Ah Mas Zio pasti kebanyakan pilih-pilih ini. Padahal aku ingat dari dulu banyak banget cewek yang ngejar-ngejar Mas Zio sejak kuliah." "Ya itu dulu kali. Sekarang gak lagi deh perasaan." "Masa? Atau jangan-jangan itu karena ceweknya pada jiper duluan karena mas pengacara sukses lulusan S2 Columbia University, Amerika Serikat." "Lebay ah kamu." Zahera pun akhirnya tertawa bersama Zio. Sebelum kemudian dia teringat bahwa Zio juga pernah memperingatkan tentang keburukan Sanjaya sebelum mereka menikah. Meski saat itu tidak didengar oleh Zahera karena lebih percaya pada apa yang dilihat sendiri dari diri Sanjaya. "Oh ya, Mas. Boleh gak aku tanya-tanya tentang Mas Jaya. Dulu mas pernah bilang kalau Mas Jaya bukan pria baik-baik kan? Memangnya mas tahu apa saja tentang Mas Jaya di masa lalu?""Mamaaa…" Suara lantang Abimanyu, membuat Zahera tersenyum. Sejak pulang dari restoran dan mengobrol banyak dengan Zio, Zahera kembali dibuat patah hati dengan kenyataan masa lalu sang suami. Tabiat buruk Sanjaya ternyata memang sudah terjadi sejak mereka belum menikah. Dan salah satu korbannya adalah Zia, adik perempuan pengacara Zio yang saat ini sudah menetap di luar negeri bersama keluarga barunya. Bahkan tadi, Zahera juga sempat mengobrol dan diceritakan langsung oleh Zia melalui sambungan telepon. Sebenarnya Zahera tidak mau membawa cerita masa lalu suaminya ke masa yang sekarang. Hanya saja, jika kelakuan buruk di masa lalu masih dilakukan berulang di masa sekarang, Zahera jadi menyangsikan apakah suaminya bisa berubah di masa mendatang ataukah tidak."Abi gimana sekolahnya, Nak?" Zahera menekuk kakinya dan berlutut supaya badannya sejajar dengan tinggi Abimanyu. Mengesampingkan kegundahan hatinya saat ini demi terlihat baik-baik saja di depan anaknya. "Seyu, Ma! Abi walna
"Ma, sebenarnya kamu itu kenapa? Ini pertama kalinya kamu bertingkah ceroboh kayak tadi lho, Ma. Tolong kalau ada apa-apa, kamu bilang sama aku, Sayang. Aku gak mau kalau di belakang aku, ternyata kamu punya masalah dan hadapi masalah itu sendirian. Kamu punya aku, Ma. Aku pasti bantu apapun masalah kamu," bujuk Sanjaya sambil menyuapi Zahera makan malam. Tanpa tahu jika masalah Zahera ada pada dirinya sendiri.Sejak mendengar dari Abimanyu istrinya menangis tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi, Sanjaya memilih langsung bertolak ke Jakarta dengan penerbangan seadanya. Sehingga malam ini, Sanjaya sudah kembali berada di kediamannya dan merawat istrinya yang sakit. "Maaf," balas Zahera singkat seperti sebelumnya.Sanjaya membuang napas dengan kasar. Dia tidak marah pada kecintaannya. Tidak pernah bisa marah. Sanjaya hanya merasa gagal membujuk Zahera untuk berterus terang dan bercerita seperti biasanya. Sanjaya khawatir pada istrinya.Selama ini Zahera tidak pernah menyembunyikan apa
"Ini beneran Mbak Zahera?" "Iya, Alena. Kamu udah lupa sama wajahku? Aku udah kelihatan tua banget ya? Sampai kamu pangling gak percaya begitu aku bilangin." "Bukan tua sih, Mbak. Tapi lebih tepatnya mungkin keliatan makin seksi ya? Padat, berisi," puji Alena yang justru membuat Zahera mendengus. "Mana ada kelihatan seksi cuma dari wajah doang. Bilang aja aku sekarang gendutan," gerutu Zahera yang kemudian mengundang tawa Alena. Sejak melihat foto Alena bersama Sanjaya yang dikirimkan Pak Anwar, Zahera minta dicarikan cara untuk bisa menghubungi gadis itu secara pribadi. Zahera mengenal Alena. Alena pernah magang di tempatnya bekerja dulu saat Alena masih kuliah dan Zahera belum menikah. Sudah lama sekali. Mungkin bisa 10 tahun yang lalu, dan Zahera masih sangat hafal dengan wajah cantik Alena. Mungkin karena dulu mereka juga sudah dekat cukup lama. Sehingga tidak akan sulit bagi Zahera untuk bisa mengenali wajah Alena yang bertambah dewasa. Alena sendiri sebenarnya masih mengen
"Kak, kamu jangan berbuat yang aneh-aneh deh. Kalau cuma mau gugat cerai Mas Jaya, sudah langsung gugat aja. Jangan cari penyakit dengan bikin banyak drama di antara kalian." Belum lama setelah Zahera memutus sambungan panggilan videonya dengan Alena, ponselnya sudah berdering lagi dengan adik laki-lakinya yang menjadi si pemanggil. Tanpa basa basi apapun, Alvino langsung memberikan peringatan keras kepada Zahera. "Kamu ngomong apa sih, Dik?" sentaknya secara spontan.Zahera sedikit terkejut tapi segera ditutupi dengan cara mengomeli adiknya seperti biasa. Ingin bertanya kenapa sang adik bisa bertanya demikian seolah tahu apa yang sedang dilakukannya, tapi kemudian kembali diurungkan karena Zahera merasa sudah tahu jawabannya. "Kamu retas ponselnya, Kakak?" tuduhnya dengan yakin.Alvino memang ahli di bidang itu. Selain kuliah, di luar negeri dia juga punya pekerjaan sampingan sebagai peretas kerah putih. Yang tentu saja tidak banyak yang tahu, kecuali Zahera. Dia tahu akan bakat t
"Kalau gitu libatkan aku pada misi kakak," pinta Alvino saat dirinya tidak berhasil menghalangi niat Zahera untuk membalas dendam pada Sanjaya. Zahera mengiyakan saja meski belum tahu akan melibatkan adiknya pada peran apa. Setidaknya sang adik tidak lagi merongrong ataupun menghalangi niatnya menghancurkan Sanjaya dan merebut hartanya. Zahera sudah memulangkan Azam, Risti dan Gusti dari Balikpapan. Jasa Pak Anwar dan kawan-kawan sementara dihentikan. Selain demi hemat biaya, juga karena Zahera sudah punya rencana lain yang akan dijalankan berdua dengan Alena. Atau boleh juga disebut bertiga dengan bantuan Alvino. "Kak, kamu yakin Alena bisa dipercaya?" "Bukannya kamu bisa selidiki sendiri seperti apa si Alena itu?" "Bisa. Tapi tidak dengan isi hatinya, Kak. Mungkin dia memang orang baik seperti yang kakak bilang. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau ujungnya dia bakalan beneran baper sama Mas Jaya. Terus berkhianat pada kita. Kita tau lah gimana hebatnya pesona Mas Jaya bikin c
"Mbak, serius deh. Kayaknya Mas Jaya itu gak tertarik sama aku lho. Soalnya meski dia baik dan perhatian, tapi dia gak ada rayuan-rayuan gombal gitu sama aku. Malah dia itu anggap aku kayak temen dia aja. Terus gak ada bohong apa gitu, Mbak. Dia jujur semua sama aku. Sampai statusnya yang punya istri dan anak aja dia bilang juga sama aku lho, Mbak." Alena langsung curhat pada Zahera begitu selesai makan malam dengan Sanjaya. Untung di saat itu Abimanyu sudah tidur dengan nyenyak di kamarnya. Sehingga Zahera bisa mengobrol banyak dengan Alena. "Dia emang beda, Len. Makanya kamu harus hati-hati. Aku takut justru kamu nanti yang baper sama dia," aku Zahera dengan jujur. "Jujur aja dia emang pinter bikin orang baper, Mbak. Tapi aku kan udah tahu aslinya kayak gimana, jadi pasti bisa lah tahan diri, tahan hati. Cuma kalau insting aku bener nih, dia kayaknya gak tertarik deh sama aku, terus kalau dia malah cari target lain, gimana? Gagal dong rencana kita? Apa aku kudu lebih agresif buat
Hari ini Alena bekerja seperti seharusnya. Misinya dengan Sanjaya tidak boleh membuat kinerja di kantornya berkurang sedikitpun. Meski dirinya belum lama ini dimutasi di Kota Minyak tersebut. Alena harus tetap memperlihatkan performa pekerjaannya yang bagus. "Alena, hari ini ada pemasangan CCTV di gedung lantai dua. Kamu awasi dan kontrol kebutuhan mereka ya. Pastikan proses instalasinya berjalan lancar dan tanpa kendala." "Baik, Pak." Alena adalah pribadi yang ekstrovert. Dia suka bekerja dengan bertemu banyak orang. Senyum ramahnya sangat cocok dengan pekerjaannya yang mengurus operasional perusahaan secara menyeluruh. Sejak di Jakarta, Alena sudah berkarir di divisi GA (General Affair) sebuah bank swasta ternama, Digdaya Bank. Sehingga saat bank swasta tersebut membuka cabang baru di Balikpapan, Alena ikut menjadi salah satu staf kandidat yang dikirim pusat untuk menjadi pioner di sana. Digdaya Bank Cabang Balikpapan belum mulai beroperasi sepenuhnya. Pembangunan gedung masih
Setelah pertemuan tidak disengaja, juga makan siang di Cafetaria dengan Sanjaya, seharusnya Alena berbangga diri karena sudah bisa membuat Sanjaya terkesan dan mungkin mulai memperhitungkan keberadaannya. Sehingga rencananya dengan Zahera untuk menjebak Sanjaya bisa berjalan semakin baik. Tapi ternyata Alena merasakan suatu hal yang lain di sisi hatinya. Dia tanpa sadar melakukan perhatian kepada Sanjaya secara spontan. Bukan pura-pura seperti yang seharusnya dia lakukan untuk Sanjaya. "Bisa-bisanya aku sampai hafal porsi makan dia juga minuman dia saat makan. Aku benar-benar gak niatan begitu padahal. Bisa bahaya kalau berlanjut begini terus. Bukannya aku bikin dia tergila-gila sama aku, malah bisa sebaliknya," desisnya merasa bersalah. Ada beban moral dan mental saat menyadari kesalahannya tersebut. Meski sebenarnya kesalahan itu justru memperlancar rencananya, tapi dia juga takut akan memberi efek berkepanjangan di masa depan. "Mbak, aku minta maaf. Aku gak ada maksud buat bene