"Mamaaa…"
Suara lantang Abimanyu, membuat Zahera tersenyum. Sejak pulang dari restoran dan mengobrol banyak dengan Zio, Zahera kembali dibuat patah hati dengan kenyataan masa lalu sang suami. Tabiat buruk Sanjaya ternyata memang sudah terjadi sejak mereka belum menikah. Dan salah satu korbannya adalah Zia, adik perempuan pengacara Zio yang saat ini sudah menetap di luar negeri bersama keluarga barunya. Bahkan tadi, Zahera juga sempat mengobrol dan diceritakan langsung oleh Zia melalui sambungan telepon. Sebenarnya Zahera tidak mau membawa cerita masa lalu suaminya ke masa yang sekarang. Hanya saja, jika kelakuan buruk di masa lalu masih dilakukan berulang di masa sekarang, Zahera jadi menyangsikan apakah suaminya bisa berubah di masa mendatang ataukah tidak."Abi gimana sekolahnya, Nak?" Zahera menekuk kakinya dan berlutut supaya badannya sejajar dengan tinggi Abimanyu. Mengesampingkan kegundahan hatinya saat ini demi terlihat baik-baik saja di depan anaknya. "Seyu, Ma! Abi walnai gambal semal sama bu guyu." "Oh ya? Nanti mama kasih lihat gambar semarnya ya?" "Gak bisa, Mama. Gambalnya udah dikumpul ke bu guyu." "Oh gitu. Yaudah gak apa-apa. Sekarang kita pulang ya?" "Oke, Mama." Zahera menggandeng putranya yang riang sepulang sekolah. Keceriaan Abimanyu sedikit banyak mulai menular kepadanya karena sejak di depan kelasnya tadi, Abi berceloteh banyak tentang kegiatannya di sekolah hari ini. Begitu masuk ke dalam mobil, sebelum sempat menjalankan mesin mobil, ponsel Zahera berdering dan memperlihatkan panggilan video dari Sanjaya. Karena tidak mau membuat curiga anak dan suaminya, Zahera pun lekas menerima panggilan tersebut. "Ma, sudah jemput Abi di sekolah kan? Abi mana? Papa mau ngobrol dong kayak biasanya." Sanjaya begitu hafal jam pulang sekolah anaknya. Dia menghubungi Zahera untuk mengobrol dengan anak semata wayangnya. Sudah menjadi kebiasaan mereka jika Sanjaya sedang dinas di luar kota atau luar pulau, maka jam segini dia akan menelepon anaknya. "Sudah, Pa. Ini," ujar Zahera memberikan ponselnya kepada Abimanyu. "Hayo, Papa…" Zahera membiarkan anaknya mengobrol dengan Sanjaya di sambungan telepon. Dia memilih langsung menjalankan mobilnya keluar dari sekolahan menuju kediamannya. Zahera tidak memperhatikan obrolan anak dan suaminya. Meski sesekali dia mendengar mereka tertawa riuh tanpa tahu menertawakan apa. Dia juga tidak cukup fokus di jalanan. Pikiran Zahera benar-benar sedang terpecah. "MAMA AWAS!" Zahera melebarkan kedua bola matanya saat mendadak mendapati sebuah sepeda motor memotong jalan di depannya. Bola mata yang tadi sempat menatap jalanan dengan tatapan kosong kini terbelalak sempurna. Kaki Zahera segera menginjak rem sedalam yang dia bisa. Decitan suara ban mobil yang dipaksa berhenti mendadak memekakkan telinga. "Abi! Mama! Ada apa?" seru Sanjaya dari sambungan telepon yang masih ada di dalam genggaman tangan Abimanyu. Menggema bersamaan dengan teriakan histeris Abimanyu yang menutup kedua matanya karena ketakutan. "Aaaaaaa!"Sesaat terjadi keheningan setelah mobil mereka berhasil berhenti. Membuat Zahera menyadari jika dirinya hampir celaka karena tidak memperhatikan jalanan selama berkendara. Dan sialnya saat ini dirinya sedang membawa Abimanyu bersamanya. Zahera tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri jika sampai terjadi sesuatu pada anaknya atas kelalaian tersebut. "BRAKK!"Zahera dan Abimanyu merasakan guncangan mengejutkan yang untungnya tidak sampai membuat mereka berdua terluka. Meski berhasil lolos dari maut karena bisa menghentikan laju mobilnya sebelum menabrak sepeda motor di depannya. Tapi ternyata tidak cukup membuat mereka terhindar dari sundulan mobil yang ada di belakangnya. Mengingat Zahera yang berhenti mendadak dari kecepatan tinggi, tentu membuat kendaraan di belakangnya ikut kesulitan menghentikan laju kendaraan secara mendadak. Untungnya tabrakan di bagian belakang mobil Zahera tidak cukup keras untuk membuat mereka terluka. "Abi! Mama!" Suara di ponsel Zahera yang sudah terlempar ke bawah kaki Abimanyu masih terdengar jelas. Sanjaya terdengar sangat panik hingga memanggil anak istrinya berulang kali. Abimanyu masih syok dan tidak melakukan apapun selain memegangi wajahnya yang hampir terbentur dashboard mobil. Sedangkan Zahera justru sudah tidak tahan untuk melepas tangisannya. Perasaan Zahera kacau dan menangis adalah caranya melepaskan emosi untuk saat ini. Namun perhatiannya kembali terganggu oleh ketukan di kaca pintu mobilnya yang terdengar cukup agresif. Zahera sadar jika pria muda yang mengetuk kaca pintu mobilnya tentu saja pemilik mobil yang menabraknya. "Abi. Mama keluar sebentar, abi tunggu mama di dalam. Jangan keluar-keluar ya?" pinta Zahera pada Abimanyu sambil membuka sabuk pengaman miliknya sendiri sebelum keluar. Abimanyu menurut tanpa bertanya apapun. Membiarkan mamanya menyelesaikan masalah yang tentu saja tidak akan dimengerti bocah seusia Abimanyu saat ini. Zahera yang tidak dalam keadaan baik-baik saja, terutama kondisi psikis dan mentalnya, menjadikan dirinya tidak bisa berpikir jernih. Seharusnya saat ini dia meminta maaf karena kelalaiannya membuat mereka semua hampir celaka. Namun yang terjadi justru di luar nalar siapapun. Zahera justru bercerita tentang masalah yang mengganggu pikirannya barusan pada orang lain yang jelas tidak dikenalnya. Tapi mungkin memang itu yang saat ini dia butuhkan. Zahera butuh bercerita untuk mengurangi beban pikirannya. Dan bercerita pada seseorang yang tidak dikenalnya dirasa paling tepat olehnya. "Sembilan tahun aku menikah. Merasakan kehidupan rumah tangga yang harmonis. Penuh kasih sayang anak dan suami yang sempurna. Tapi ternyata di luar rumah suami yang kubanggakan masih saja menggoda dan tergoda wanita lain. Aku harus gimana? Bertahan? Berjuang? Atau meninggalkan? Semuanya terasa sama menyakitkannya." Zahera bercerita dengan menangis sejadinya. Dia sungguh tidak butuh jawaban apapun dari pertanyaannya tersebut. Dia hanya butuh mengeluarkan isi hatinya secara bebas."Silakan ke rumah sakit saja. Di sana kamu bisa konsultasi sama ahlinya," desis pria tidak dikenalnya tersebut tanpa ekspresi berlebih. Memberikan kartu nama seorang dokter spesialis kejiwaan atau psikiater dari sebuah rumah sakit swasta yang ada di Ibu Kota. Kemudian meninggalkan Zahera yang masih menangis sendirian. Sedangkan di dalam mobil, Abi hanya mengamati mamanya yang berlutut di pinggir jalan sambil menangis tanpa tahu apa yang dibicarakan sang mama kepada orang asing di luar mobil. Diambilnya ponsel yang masih tersambung dengan panggilan papanya. "Pa," panggil Abi lirih di depan ponsel mamanya. "Halo, Nak. Akhirnya kamu jawab papa lagi. Kamu kenapa, Sayang?" "Abi gak apa-apa, Pa.""Sungguh? Terus tadi ada apa? Kenapa ada suara bising dan kamu tadi sempat menjerit kan? Cerita sama papa, Nak!" Abi masih diam saja karena bingung menjelaskan kepada papanya. Sanjaya pun masih penasaran dan memilih menanyakan istrinya untuk ditanyai lebih jelas dengan apa yang baru saja terjadi. "Mama mana, Sayang? Mama gak apa-apa kan?"Mama lagi nangis, Pa."'Ini maksudnya apa?' batin Zahera. Pertanyaan tersirat dari Evander Lim kepada Zahera tentu saja membuatnya sangat syok. Apalagi dengan tatapan dalam dari ketiga putra yang dimaksudkan oleh pria paruh baya tersebut. Zahera hanya bisa menoleh ke kanan kiri menyembunyikan kebingungannya. Sedangkan Abimanyu dan Alvino yang diam saja justru terlihat lebih tenang dan tidak sebingung Zahera saat ini. Pertama kalinya Liam tahu jika Zahera adalah kakaknya Alvino, dia sempat terkejut juga. Tapi itu tidak membuatnya mundur untuk mendekati Zahera dan anaknya. Tiga bulan ke belakang Alvino maupun Abimanyu sudah menjadi saksi bagaimana Leon, Lim dan Liam sama-sama berusaha mendekati Zahera dengan berbagai cara. Zahera memang terlihat menanggapi ketiganya dengan sama baiknya. Sayangnya tidak lantas membuat Zahera berpikir terlalu jauh tentang tujuan dari pendekatan ketiganya. "Za, ketiga putra Tante suka sama kamu sudah dari lama. Kamu gak sadar ya?" ujar Liana dengan nada menggoda. Zahera ha
Sejak pulang dari pengadilan agama, Sanjaya tidak banyak bicara meskipun Alea dan Mama Anita terus mengajaknya berbicara. Sanjaya masih syok dengan apa yang didengarnya dari Alena. Dia baru sadar jika selama ini Alena tidak benar-benar tertarik dan ada rasa dengannya. Dan Sanjaya dibuat sangat sakit hati. 'Padahal aku sungguh sayang sama dia,' batin Sanjaya masih tidak menerima takdirnya. Sanjaya sama sekali tidak menyangka jika Alena bersandiwara hanya untuk membantu Zahera memiskinkan dirinya. Benar-benar miskin karena semua aset yang dimilikinya dulu, kini sudah beralih nama menjadi milik Zahera, Abimanyu dan juga Alena. Satu-satunya yang masih dimiliki Sanjaya hanyalah pekerjaannya sebagai CEO di perusahaan yang sudah beralih nama menjadi milik Zahera dan nantinya akan diwariskan kepada putra semata wayang mereka. 'Aku tidak masalah jika harus memberikan hartaku untuk mereka karena aku memang menyayanginya. Tapi kenapa harus ditinggalkan oleh mereka semua?' Sanjaya sudah bera
"Langsung ke rumah saja, Liam. Kita bicara di rumah!" perintah Evander Lim pada putra bungsunya setelah mengetahui sesuatu yang lain dari Liana — istrinya. Awalnya Evander Lim hanya tengah memberitahu kepada istrinya mengenai kedua putranya yang menyukai wanita yang sama. Tapi begitu tahu siapa wanita yang dimaksud, Liana semakin heboh karena jelas dia juga mengenal Zahera, bahkan sempat ingin menjodohkannya kepada Leon dan tanggapan Leon juga cukup positif. Evander Lim dan Liana tidak pernah menyembunyikan masalah sekecil apapun. Mereka lebih suka saling terbuka dan menyelesaikan semua permasalahan bersama tanpa ada yang ditutup-tutupi. "Ini kenapa ketiga putraku malah kecantol satu janda yang sama?" gumam Evander Lim sambil menepuk dahinya. Kemudian dia keluar dari dalam ruangan kerja putranya untuk pulang karena pertemuan dan diskusi tentu berubah haluan ke rumah yang juga dihadirkan putra lainnya dan juga sang istri. Evander Lim dan Liam sampai hampir bersamaan. Sebenarnya Li
"Papa?" Belum sempat Zahera bertanya maksud dari Evander Lim mengatakan putranya yang lain itu siapa, suara sahutan dari belakangnya seakan menjawab kebingungannya dengan kebingungan yang lain. 'Papa? Mas Liam panggil Paman Lim dengan sebutan papa? Maksudnya, Mas Liam dan Dokter Lui itu saudaraan?' batin Zahera menatap bergantian antara Liam dan Evander Lim seakan tidak percaya dengan apa yang didengar. Padahal jika Zahera jeli dan memperhatikan detail garis wajah Evander Lim dengan Liam maupun Lui sama-sama memiliki garis wajah yang cukup mirip. Sama-sama berwajah oriental utamanya keturunan dari Negeri Gingseng. Liam menyampirkan blazer milik Zahera tanpa peduli papanya sudah menatap curiga pada mereka. Liam akan pura-pura tidak tahu jika kedua orang di depannya sudah saling kenal. Zahera sendiri sempat tersentak dengan perlakuan manis Liam meski sudah beberapa kali mendapatkannya sejak mereka kenal. Tapi disaksikan oleh Paman Lim seperti ini tentu saja membuat Zahera merasa ca
Jika di luar, Liam dan Zahera sedang bersenang-senang menikmati wahana flyboard, maka Robin di perusahaan menjadi tumbal untuk mengerjakan pekerjaan yang menggunung. Pertemuan dengan klien hari ini jelas harus dibatalkan semuanya. Karena Robin yang bekerja sendirian tidak mungkin meninggalkan perusahaan untuk sebuah pertemuan. "Ah sialan! Punya bos gak ada akhlak memang. Ini maksudnya aku dilatih buat jadi CEO apa gimana?" Robin tidak berhenti mengumpat sejak membaca pesan dari Liam jika dirinya dengan Zahera tidak akan ke kantor hari ini. Meskipun Liam menjanjikan libur untuk besok kepada Robin, tapi tetap saja bekerja sendirian untuk pekerjaan tiga orang sungguh sesuatu sekali. Meskipun begitu, sebenarnya Robin tidak sungguh-sungguh membenci sepupunya. Dia hanya merasa kesal karena dikerjain oleh Liam dan Zahera. Ya walaupun Robin sangat yakin jika biang keroknya tetap saja Liam. Zahera tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan pekerjaan jika bukan karena terpaksa. Di tengah ke
"Mabal yuk?" "Mabal?" Zahera sempat loading saat Liam tiba-tiba mengajaknya mabal. Paham jika Zahera tidak mengerti bahasa gaul yang sedang dikatakannya, Liam pun segera menjelaskan jika dirinya ingin mengajak Zahera bolos kerja hari ini. Zahera sampai tertawa mendengarnya. Baru ini dia melihat seorang bos mengajak karyawannya untuk sengaja membolos dari pekerjaannya. Dia mengira Liam hanya bercanda, tapi nyatanya Liam bersungguh-sungguh saat kembali mengatakannya. "Bukanlah hari ini cukup berat? Aku bisa ajak kamu ke suatu tempat yang bagus, yang bisa bikin kamu teriak-teriak memacu adrenalin dan yang jelas happy setelah pulang dari sana. Mau?" Zahera menoleh dalam diam. Menatap lekat pada Liam yang dari wajah hingga tatapan matanya tidak ada gurauan dengan ajakannya. Semua diucapkan dengan nada serius juga ekspresi yang diperlihatkan. Zahera bingung menjawabnya. Meskipun sebenarnya Zahera bukan tipe yang suka mangkir dari tanggung jawab, tapi saat ini sejujurnya dia memang but