Share

Bab 4 - Tak Diinginkan

Penulis: Elodri
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-04 00:02:20

Dahlia menghembuskan sedikit napas lega. Buru-buru dia menjelaskan, "Dulu saya dan ibu kamu—Em, ibu angkat kamu, melahirkan di rumah sakit yang sama. Lalu, suster yang berjaga di ruangan menaruh bayi di tempat tidur yang salah. Kalian tertukar."

"Kami baru tau akhir-akhir ini saat Velani membutuhkan transfusi darah. Maafkan kami karena telah datang terlambat, ya. Membutuhkan waktu yang cukup lama sampai penyelidikan tentang kamu selesai dan kami bisa menjemputmu langsung," sambung Dahlia. Matanya berlumur penyesalan dan kesedihan. 

Tamara mengernyit. "Penyelidikan soal aku? Jadi, kalian sudah tau semua tentangku?"

"Iya, Sayang," ujar Dahlia lembut.

Kemudian, Dahlia membuka mulut seolah ingin mengatakan sesuatu. Tetapi setelah menyadari mereka berada di ruang tamu kos-kosan, Dahlia mengurungkan niatnya. Meski demikian, Dahlia bergerak-gerak resah, seolah ada hal mengganjal yang ingin dia bicarakan.

Yudhi tidak memedulikan dimana mereka. Ia mengambil alih pembicaraan dan dengan brutal berkata, "Kami tau semuanya, termasuk kasus kamu di kantor. Saya dengar kamu masih punya sisa hutang yang harus dilunasi, kan."

Tamara membeku di tempat, seketika tak mampu berkata-kata. 

Yudhi memandang Tamara dengan mata menusuk. Ucapannya tak lagi disaring, terdengar begitu meremehkan, "Tidak kusangka, anak kandungku berani melakukan korupsi. Saya tidak pernah berharap banyak waktu mencari kamu, tapi setidaknya saya harap kamu anak baik-baik."

Tamara lantas meledak. "Saya dibesarkan dengan sangat baik oleh orang tua saya! Jangan menghakimi mereka jika kalian tidak kenal siapa mereka sebenarnya!"

Ucapan Yudhi adalah penghinaan terberat bagi Tamara karena seolah-olah mendiang orang tuanya tidak becus dalam mendidik Tamara.

"Dan camkan ini, aku bukan pelakunya. Aku tidak akan sudi menyentuh yang bukan milikku. Kalau kalian menyediliki semua ini dengan benar, harusnya kalian tau bagaimana situasiku!" kecam Tamara keras. 

"Justru dari hasil penyelidikan itu, kamu pelakunya," sanggah Yudhi. Ia sudah membaca seluruh laporan penyelidikan tersebut dan menyadari bahwa ada yang janggal di beberapa detail.

Bisa jadi pelakunya adalah orang lain, tetapi yang orang lain tahu tetap Tamara-lah yang melakukan korupsi. Jadi tidak ada bedanya. Yudhi juga tidak mau repot-repot menggali lebih jauh siapa pelaku sebenarnya. Dia tidak punya waktu untuk itu. 

Tamara tidak berusaha meyakinkan Yudhi bahwa dia tidak bersalah. Dari perangai Yudhi, ia tahu usahanya akan sia-sia.

Suara Tamara mendesis geram saat berujar, "Jika kalian datang hanya untuk berkata seenak jidat, sebaiknya kalian pergi."

Yudhi mencemooh cara bicara Tamara yang tidak tahu sopan santun. Dia datang juga bukan didasari oleh perasaan kasih seorang ayah pada anaknya, melainkan sebagai pebisnis.

Bila membawa Tamara pulang akan merugikannya, maka Yudhi takkan melakukannya. Toh, dia lebih menyayangi putri yang sudah dia besarkan selama 20 tahun meskipun jatuhnya hanya putri angkat. 

Namun, semua keputusan berada di tangan Dahlia. 

Seumpama Dahlia ingin mengajak Tamara pulang bersama mereka, Yudhi tidak akan menolak. Bagaimanapun juga kebahagiaan istrinya nomor satu. 

Dahlia pun memahami tabiat suaminya. Alasan Yudhi bukan cuma karena kebahagiannya saja. Selain memikirkan soal itu, Yudhi juga memikirkan tentang citranya. 

Kabar kalau Velani bukanlah putri mereka sudah tersebar luas ke jejaring kolega mereka dan bahkan para keluarga elit lainnya. Semua akan mengacungkan telunjuk dan mengambil kesempatan ini untuk mengolok-olok mereka bila mereka tidak segera menjemput Tamara, putri asli keluarga Wirawan. 

Yudhi dan Dahlia sama-sama tidak ingin dibilang tak punya hati. 

Di sisi lain, Dahlia juga sebetulnya merasa bersalah ke Tamara yang harus hidup susah. Padahal Tamara bisa hidup dengan sangat berkecukupan jika saja dia tidak tertukar dengan Velani. Dahlia sampai kurang tidur beberapa bulan terakhir ini karena rasa bersalah yang terus menggerogotinya. 

Dahlia ingin menebus kesalahan ini dengan memberikan Tamara kehidupan yang bergelimang harta. Ia mau Tamara bisa hidup tanpa perlu mengkhawatirkan besok makan apa. Tetapi, Dahlia memiliki keegoisan yang mendalam. Ia mau Velani tetap tinggal bersamanya.

Dahlia tidak tega kalau Velani harus pergi dari rumah bila Tamara pulang. Oleh karena itu, Dahlia dan Yudhi sepakat. 

Yudhi berkata dingin, "Baiklah. Sebelum kami pergi, saya ingin menawarkan ...."

Tamara menyipit waspada ketika Yudhi menggantungkan ucapannya. "Apa lagi yang kalian mau dariku?"

"Kami akan melunasi seluruh hutangmu. Syaratnya, kamu pulang ke rumah dan Velani tetap tinggal bersama kami. Jangan mencari masalah dengannya juga," ujar Yudhi dingin. Sorot matanya keras dan mengancam. 

Dahlia dengan cepat menimpali, "Kamu dan Velani, kan, seumuran. Velani anak yang manis dan lembut. Kalian bisa jadi saudara atau sahabat dekat. Kamu pasti perlu bantuan untuk beradaptasi nanti, biar Velani yang membantumu, ya?"

Mata Tamara memerah, campuran amarah dan rasa sesak yang tiba-tiba datang ketika mendengar betapa protektifnya mereka terhadap Velani.

Tamara mendengus, lalu terkekeh sinis, "Hah. Kalian pikir aku mau pulang ke tempat yang kalian sebut rumah? Tidak, terima kasih!"

"Jangan keras kepala!" bentak Yudhi.

"Mungkin ini gen yang Anda turunkan padaku, mau menang sendiri!" balas Tamara tak kalah kencang. 

Yudhi menggeram. Bila tidak ada Dahlia yang menahannya, tangan Yudhi mungkin sudah melayang ke Tamara. Yudhi menekan amarahnya, kemudian bertanya, "Kenapa kamu tidak mau? Sudah jelas tinggal di rumah jauh lebih baik daripada menjadi gelandangan."

Tamara sempat tergoda dengan tawaran tadi. Melunasi hutangnya itu perkara mendesak yang harus cepat dituntaskan sebelum tenggat waktunya habis dan Tamara diseret ke penjara. Tetapi memikirkan Velani, entah kenapa Tamara merasa jengkel. 

"Apa kalian nggak memikirkan bagaimana perasaanku nanti? Harus tinggal bersama Velani yang selama ini sudah menempati posisiku dan menikmati apa yang seharusnya menjadi milikku? Bohong kalau kubilang, aku tidak merasa sedikitpun dendam padanya," kata Tamara tanpa jeda. Napasnya agak tersengal saking emosinya dia. 

Dahlia tersentak, "T-tapi ...."

Tamara memotong perkataan Dahlia, "Kalau kalian ingin membantu menyelesaikan masalahku cuma demi keegoisan kalian, jangan datangi aku lagi. Aku bisa cari cara lain walaupun aku harus menjual diri!" 

Usai berkata demikian, Tamara lekas pergi meninggalkan Dahlia dan Yudhi yang tercengang. 

Tamara berjalan cepat menuju kamarnya. Tetapi, di sudut belokan dari arah ruang tamu ke lorong kamar, Tamara mendapati Santi yang sedang berdiri memegangi ponselnya. Begitu Santi melihat Tamara, dia sontak melompat kaget. 

"L-loh udah balik?" sapa Santi kikuk. 

Tamara melirik acuh dan dingin sebelum melewati Santi. Ketika Tamara sudah masuk ke kamar, Santi segera mencibir, "Dasar sok! Obrolan kalian sudah aku rekam, lihat saja nanti bakal kuviralin!"

---

Suara musik klub malam berdendang memekakkan telinga. Jerit dan yel-yel kegembiraan bergaung nyaring di seluruh sudut ruangan, bersatu padu dengan dentingan bunyi gelas alkohol yang diteguk nikmat oleh para pengunjung. 

BANG!

"Apa?!"

Serena membanting keras gelas vodkanya ke meja bar sampai mendapat lirikan peringatan dari bartender yang berjaga di dekatnya. Wanita itu memelototi sahabatnya yang kini sedang dirundung badai masalah, yaitu Tamara. 

"Demi apa mereka berani menjebakmu? Kamu tau siapa yang punya nyali sebesar itu? Terus kenapa jadi kamu yang dipecat?" cerocos Serena tanpa memberikan kesempatan Tamara untuk menyela. 

"Pantas aja kamu nggak pernah mau kuajak ke klub lagi," sambung Serena. Hari ini ia memaksakan Tamara untuk datang karena sudah lama tidak bertemu dan penasaran ada apa dengan temannya ini. Supaya Tamara mau datang, Serena mesti meyakinkannya kalau dia yang traktir. 

Tamara mendorong wajah temannya yang semakin lama semakin mendekat dengan jengkel. Mata coklat karamel Tamara berubah mendung dalam sekejap. Setelah itu ia menjawab, "Nggak penting lagi siapa. Yang jelas sekarang, aku masih belum tau gimana caranya bayar hutang-hutang itu."

Serena berdecak, lalu kembali meminum vodkanya. "Mau kukenalkan dengan salah satu pria cadanganku? Mereka pasti mau bayarin semua hutang itu. Jumlahnya nggak begitu besar buat mereka."

Tamara menggigit bibir bawahnya kencang dan keningnya berkerut. Meskipun ia membesar-besarkan perkataannya kemarin di depan Dahlia dan Yudhi dengan bilang ia bisa menjual diri, pada akhirnya, Tamara masih ragu-ragu. 

Serena melirik Tamara—memahami kegelisahannya. Serena berujar, "Gimana kalo aku pilihkan satu laki-laki? Ikuti aja jejakku. Perangkap dia dalam pesonamu, puaskan dia, dan voila! Kamu bakal dapat kartu ATM berjalan. Tidak peduli dia sudah beristri atau belum, selama kaya raya, maju terus."

Serena merupakan pelakor yang berhasil memisahkan pasangan suami istri dan sekarang berjaya sebagai istri sah yang baru. 

"Aku nggak serendah itu," tepis Tamara sinis. 

Namun, Serena tidak tersinggung. Ia malah tertawa terbahak-bahak. "Yeah, right. virgin kayak kamu nggak mungkin kepikiran. Tapi sayang aja, tubuhmu terlalu bagus buat dianggurin."

Tamara terdiam. Kedengarannya sederhana. Dengan figur eloknya, hal itu sangatlah mudah. Ia bisa mendapatkan satu laki-laki kaya yang akan membayar hutangnya jika ia memang ingin.

Cara ini merupakan jalan pintas tercepat. Bahkan lebih cepat dibanding menjual diri ke setiap orang yang berbeda dengan bayaran yang tak menentu. Setidaknya, Tamara hanya perlu memuaskan satu orang. 

"Gimana?" tawar Serena lagi. Alisnya naik turun menggoda Tamara, sementara bibirnya menyeringai licik dan cantik, menyerupai seekor rubah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kupu-Kupu Malam Tuan Muda Cahya   Bab 5 - Gencatan Senjata dengan Sang Iblis

    "Aku nggak tau ...." sahut Tamara lirih, diiringi helaan napas frustasi. "Jangan kebanyakan mikir. Kamu mau bertahan hidup atau nggak? Atau kamu mau balik ke rumah orang tua kandungmu?" Tamara spontan mendengus kasar. "Mereka? Selama Velani masih di sana, aku nggak akan pulang."Sebut Tamara iri dengki, berhati sempit, dan lain-lain. Ia tidak peduli. Poin utama yang menghalangi Tamara pulang cuma harga dirinya.Ia tidak bisa membiarkan harga dirinya tergores ketika suatu saat dia harus mengalah ke Velani, berebut kasih sayang, atau menonton keluarga hangat mereka berinteraksi sedangkan ia terlihat asing berada di sana. Padahal ia-lah anak kandung di rumah itu. Dari sikap Yudhi dan Dahlia, Tamara tahu. Mereka akan selalu berat sebelah ke Velani, meskipun Tamara berusaha sebaik mungkin menjadi putri idaman mereka. Oleh karena itu, pilihannya adalah Tamara atau Velani. Bukan Tamara "dan" Velani. Karena Dahlia dan Yudhi tidak mau melepas Velani, maka Tamara juga tidak mau merendah dem

  • Kupu-Kupu Malam Tuan Muda Cahya   Bab 4 - Tak Diinginkan

    Dahlia menghembuskan sedikit napas lega. Buru-buru dia menjelaskan, "Dulu saya dan ibu kamu—Em, ibu angkat kamu, melahirkan di rumah sakit yang sama. Lalu, suster yang berjaga di ruangan menaruh bayi di tempat tidur yang salah. Kalian tertukar.""Kami baru tau akhir-akhir ini saat Velani membutuhkan transfusi darah. Maafkan kami karena telah datang terlambat, ya. Membutuhkan waktu yang cukup lama sampai penyelidikan tentang kamu selesai dan kami bisa menjemputmu langsung," sambung Dahlia. Matanya berlumur penyesalan dan kesedihan. Tamara mengernyit. "Penyelidikan soal aku? Jadi, kalian sudah tau semua tentangku?""Iya, Sayang," ujar Dahlia lembut.Kemudian, Dahlia membuka mulut seolah ingin mengatakan sesuatu. Tetapi setelah menyadari mereka berada di ruang tamu kos-kosan, Dahlia mengurungkan niatnya. Meski demikian, Dahlia bergerak-gerak resah, seolah ada hal mengganjal yang ingin dia bicarakan.Yudhi tidak memedulikan dimana mereka. Ia mengambil alih pembicaraan dan dengan brutal b

  • Kupu-Kupu Malam Tuan Muda Cahya   Bab 3 - Dendam dan Nasib

    BAM! BAM!"Tamara!"BAM!"Haduhhh kemana perempuan ini," ujar seorang ibu-ibu berambut panjang kuncir kuda dan bertubuh gempal. Urat di pojok keningnya muncul karena kesal tak kunjung menerima jawaban.Telapak tangannya kerap menggedor—atau lebih tepatnya mencoba mendobrak—pintu kosan Tamara dengan menggebu-gebu. Pintu kamar sebelah terbuka, lalu sebuah kepala mumbul di selanya. "Ada apa, sih, Bu?""Eh, Santi. Kamu punya nomornya Tamara nggak? Coba telpon, cepet," suruh Bu Marni.Santi memutar bola matanya malas. "Nanti juga keluar sendiri, Bu. Saya tau, kok. Dia ada di dalam.""Yang bener kamu?""Bener, Bu! Ngapain saya bercanda. Saya selalu stand by di kamar, loh. Semenjak masuk kosan sini dia nggak pernah keliatan lagi."Bu Marni mengehela napas kasar. Kemudian menggedor kembali pintu kamar Tamara. Sedangkan Santi diam-diam menyeringai senang, menunggu drama yang akan datang. "Lagian Tamara emang sombong banget, Bu. Baru pindah tapi ngga pernah nyapa tetangganya sama sekali. Ckck

  • Kupu-Kupu Malam Tuan Muda Cahya   Bab 2 - Dmitri Cahya

    Asisten Ren berbalik dan membukakan pintu. Kemudian dengan gesturnya, ia mengatakan bahwa Tamara dapat segera masuk. Walaupun Tamara samar-samar mencium ada yang tidak beres, ia tidak bisa menentukan apa itu. Makanya, ia memilih untuk tetap melangkah ke depan.Ruangan CEO Cahya sangatlah luas dan dipenuhi oleh jendela-jendela besar yang menghadap langsung ke gedung-gedung pencakar langit lainnya.Dekorasi ruangan tersebut didominasi oleh warna hitam elegan yang memberi kesan penuh kekuatan dan tekanan. Ketika Tamara berdiri di dalam, ia seperti di kelilingi oleh banyak binatang buas yang menakutkan.Tamara mengedarkan pandangan sampai akhirnya bertubrukan dengan CEO Cahya.Dmitri Cahya, CEO perusahaan Newt milik keluarga Cahya ini memiliki tatapan yang dingin dan aura yang mengesankan, mengalahkan aura dan kehadiran orang-orang biasa di sekitarnya. Pembawaannya tenang dan stabil.Dmitri duduk dengan malas di atas kursi kebangsaannya. Layaknya seorang raja yang tengah menunggu kudapan

  • Kupu-Kupu Malam Tuan Muda Cahya   Bab 1 - Fitnah

    Di tengah dinginnya malam, darah Tamara mendidih hebat dan uap-uap hitam bisa terlihat mengepul di atas kepalanya. Keringat dingin terus mengucur deras, membuat baju Tamara sedikit basah. Jari-jari Tamara mengepal keras hingga memutih. Kukunya menancap tajam ke dalam telapak tangan. Tanpa sadar, darah merah dengan cepat mulai mengalir keluar dan menetes ke lantai.Amarah, kegugupan, kesedihan, dan ketidakberdayaan menggumpal menjadi satu."Apa maksud Bapak?!"Bapak Wijaya menyeringai licik, memandang Tamara yang seperti akan meledak kapan saja. Ia menjilat bibirnya dengan santai yang dianggap Tamara sebagai bentuk provokasi.Ingin sekali rasanya Tamara mencakar wajah sialan itu!Sayangnya, Tamara tidak punya pilihan lagi, selain menahan diri dan menelan bulat-bulat semua kebencian ke dalam perutnya."Ckck. Keliatannya telingamu jadi tuli ya? Masa gitu aja nggak ngerti?"Wajah Bapak Wijaya yang biasanya terlihat lemah lembut, kini menunjukkan rasa simpati yang mendalam. Ia menggelengka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status