Anaya menjemput Roxy ke ruangan Dokter Gwen setelah menunggu selama satu jam di taman. Naren dengan setia mengikuti dari belakang untuk menjaga sang Nyonya. "Nyonya Anaya, Dokter Gwen ingin bertemu Nyonya sebentar," panggil perawat saat Roxy keluar dari ruang praktek tersebut. "Naren, tolong temani Roxy menunggu di luar!" pinta Anaya pada pria itu setelah mengiyakan panggilan perawat. Pria itu mengangguk kecil, Anaya pun masuk ke ruang praktek Dokter Gwen bersama perawat yang memanggilnya tadi. "Nyonya Anaya," panggil Dokter Gwen begitu Anaya berjalan menuju kursi di depan mejanya dengan logat Jermannya. "Dokter Gwen, apa ada yang ingin Anda sampaikan kepada saya?" tanya Anaya dengan bahasa Jerman yang fasih. "Saya harap pertanyaan saya tidak menyinggung Nyonya Anaya. Apa selama ini Nona Summer hidup sendiri tanpa pengawasan keluarga atau orang dewasa?" jawab Dokter Gwen sedikit sungkan lalu mulai bertanya pada Anaya. "Apa terjadi sesuatu pada anak itu, Dokter?" t
Dengan perut buncitnya yang sudah begitu nampak, Amira berjalan mendekati Bu Yati dengan wajah tidak percaya. Baginya ini mimpi yang selama ini ia impikan dan ia mulai pesimis jika Anaya tidak mau melepaskan Raka semudah ini. "Ma, ini bukan prank kan? Mereka benar-benar sudah bercerai?" tanya Amira lagi yang tidak mampu mengungkapkan kebahagiaannya. "Mereka memang sudah bercerai, aku tidak sengaja mengetahuinya seminggu yang lalu. Tapi sejak saat itu Raka tiba-tiba pergi dari rumah sakit saat aku akan membawanya pulang ke rumah. Aku sudah mencari ke rumah sekretaris nya tetapi tetap tidak menemukan Raka, aku takut Raka kenapa-napa di luaran sana," jawab Bu Yati sambil menangis terisak dengan menunduk. "Tidak kusangka anak laki-laki Nyonya bisa bercerai secepat itu tak lama sadar dari komanya? Apakah anda tidak sedang membual dan menarik simpati kami?" cibir Tuan Mahatma tidak mempercayai perceraian Raka. Baginya sungguh mustahil bisa bercerai secepat itu jika orang-orang y
Anaya mendongak saat mendengar suara yang ia kenal menghampirinya dengan wajah tanpa dosa. Anaya menatap tidak suka saat Raka bertindak seolah-olah mereka masih bersama. Raka yang terlalu senang bisa bertemu dengan Anaya tidak menghiraukan tatapan tidak suka Anaya padanya. "Mas, apa mungkin kamu belum terima akta cerai dari pengadilan?" tanya Anaya ketus. Pertanyaan Anaya membangkitkan kembali kesadaran Raka yang menghujam jantungnya seketika itu juga. Rasa sakit dan kecewa akan tindakan Anaya kembali muncul menyiratkan aroma permusuhan yang kental di mata pria itu. "Kenapa kamu berubah, Anaya? Kemana perempuan lembut dan hangat yang dulu selalu membuatku bahagia itu? Apakah karena laki-laki ini?" tuduh Raka dengan menatap tajam Anaya dan Naren secara bergantian. Anaya mengerutkan keningnya mendengar tuduhan tidak berdasar Raka padanya. Matanya melihat suasana di sekitar mereka karena ia tidak mau membuat keributan di rumah sakit. "Anaya yang dulu sudah lama mati! Tud
Anaya menemani Roxy menjalani terapi di rumah sakit milik Liam pada pagi ini. Naren ditugaskan untuk mengantarkan keduanya oleh Liam, karena pagi ini pria itu akan bertemu klien dari Kesultanan Brunei. "Hati-hati bawa mobilnya, Naren! Saya tidak mau ada satu lecet di tubuh Ibu anak-anak saya termasuk pada Anne," pesan Liam dengan menatap tajam asisten pribadinya itu. "Baik, Sir. Saya akan menjaga Nyonya dan Nona muda dengan nyawa saya," jawab Naren dengan patuh. Liam pergi setelah berpamitan pada Anaya, Anaya pun juga pergi dengan Roxy tak lama setelah Liam. Di Mansion ini pelayan yang bekerja keluar masuk semuanya perempuan, hanya sopir dan penjaga yang berjenis kelamin laki-laki bekerja di bagian luar Mansion. Roxy masih merasa cemas dan berkeringat dingin jika bertemu laki-laki yang tidak terlalu ia kenal selain Liam, Naren dan Jupri sopir yang biasa mengantar Anaya setiap mau pergi. Karena itulah Liam meminta Roxy untuk fokus mengobati trauma dan takutnya terhadap l
Liam mengendarai mobil nya bak pembalap profesional dari kantor menuju Mansion. Beberapa menit yang lalu, ia dikabarkan orang-orang yang dipekerjakan oleh Naren untuk menjaga Anaya di luar secara diam-diam. Jantung pria matang itu berdebar kencang begitu mendapatkan laporan tersebut. Tanpa menunggu lama-lama, ia langsung berlari keluar dari lantai tiga lima menggunakan lift dan mengendarai mobil sendiri tanpa sopir. Ckiiittt.... Suara decitan ban mobil dengan aspal di halaman Mansion terdengar nyaring begitu Liam memberhentikan mobil itu. "Dimana Nyonya kalian?" tanya Liam datar pada pelayan yang ia jumpai. "Nyonya ada di ruang santai, Tuan," jawab pelayan itu dengan menunduk. Liam langsung berlari menuju ruangan santai yang ada di lantai dasar sambil membuka kancing kemeja bagian bawah leher, serta menggulung tangan baju hingga hampir ke siku. "Sweetheart," panggil Liam dengan penampilan berantakan mendekati Anaya dan Rozy yang sedang menonton kartun. Ia langsu
"Akh! Benar-benar tidak bisa diandalkan! Bodoh, Tolol, Dungu!" umpat Amira saat ia berada dalam mobilnya. Ia benar-benar marah dan sial sekali hari ini. Apa yang ia rencanakan tidak ada yang berhasil, semuanya gagal total. Bahkan pria suruhannya berani mengancamnya jika tidak membayar uang yang dijanjikan meskipun yang ia lakukan gagal. Temannya Soraya sudah pergi duluan saat mendengar teriakan kesakitan di kerumunan banyak orang saat di Mall tadi. Wanita itu tidak mau ambil resiko besar meskipun Amira memutuskan hubungan pertemanan mereka. "Aduh, sssshhhh," rintih Amira sambil memegang perutnya yang tiba-tiba kram. Mukanya meringis kesakitan dengan berkeringat dingin saat rasa sakit yang hebat di perutnya. Perempuan itu berusaha keras menahan rasa sakit itu sambil terus mengusap perutnya agar rasa sakitnya mereda. Untung saja kondisinya berangsur pulih setelah kesakitan hampir lima belas menit lamanya. Amira segera melajukan mobilnya pulang ke rumah karena ia takut perutnya kemb