Share

Bab 2

Author: Kitty
Setelah melihat Belle masuk ke taman kanak-kanak, Kiara berbalik menuju firma hukum. Dia mengeluarkan surat perjanjian cerai yang disiapkan oleh Ansel dan menanyakan apakah itu sah.

Pernikahan Ansel dan Kiara diikat dengan syarat bahwa Ansel bisa mengajukan cerai kapan saja, sementara Kiara tidak berhak menolak.

Surat itu sudah disiapkan sebelum pernikahan, tanpa tanggal, hanya ada tanda tangan Ansel di atasnya.

Setelah dipastikan sah, Kiara menandatangani dan meminta bantuan pengacara untuk mengurus perceraiannya.

"Tolong nanti langsung kirim akta cerai ke alamat ini." Kiara meninggalkan alamat vila, lalu bangkit dan pergi.

Hidungnya mulai mampet. Dia mendongak untuk menahan air mata. Dia mencintai Ansel. Setelah menikah, dia pernah berusaha, pernah berharap.

Namun, setelah berkali-kali diabaikan dan dilukai, hatinya yang dulu hangat mulai menjadi dingin. Susan telah kembali. Itu artinya, waktunya dia pergi.

Tak disangka, saat urusan selesai, Kiara kembali bertemu Ansel dan Susan di lobi mal lantai satu.

Susan sangat cantik dengan pesona angkuh dan percaya diri. Dia merangkul lengan Ansel sambil tersenyum cerah seperti bunga yang mekar. Sementara itu, Ansel menggendong Leo, anak laki-laki Susan, dengan penuh kasih sayang di tatapannya.

Napas Kiara tercekat. Dulu dia pun pernah membayangkan bisa jalan-jalan bersama Ansel dan Belle seperti itu. Air mata jatuh tanpa bisa ditahan. Dia menatap mereka lekat-lekat, dadanya terasa sesak. Dengan susah payah, dia melangkah menjauh.

Sesampainya di vila, Kiara menyiapkan CV dan portofolio karyanya, lalu mengirimkannya ke beberapa perusahaan impiannya di Negara Abara. Setelah itu, dia mencetak surat pengunduran diri dan langsung membawanya ke kantor.

Setelah menikah dengan Ansel, dia dipindahkan dari posisi asisten pribadi. Kini, dia hanyalah pegawai biasa di departemen sekretariat.

Prosedur pengunduran diri sangat mudah. Setelah serah terima pekerjaan, dia bisa langsung keluar. Setelah dari departemen HR, Kiara kembali ke meja kerjanya dan mulai merapikan barang-barangnya.

Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki dan suara pujian dari arah pintu. Kiara mendongak dan melihat beberapa eksekutif masuk, mengelilingi Ansel dan Susan.

Susan telah mengganti pakaian, bukan lagi gaya mencolok dan seksi seperti sebelumnya, melainkan formal dan profesional. Seketika, sosoknya menarik perhatian semua orang.

Ansel sedikit mengangkat tangannya, melingkari pinggang Susan. Matanya terus melekat padanya, seakan-akan tak rela berpaling.

Hati Kiara terasa ditusuk. Dia menatap Ansel yang tetap tak menunjukkan reaksi. Pada akhirnya, Kiara hanya menunduk.

Sesaat kemudian, mereka sudah berdiri di depannya. "Kiara, ini Bu Susan, pacar Pak Ansel. Dia akan menggantikan posisimu. Kamu dipindah ke departemen pemasaran. Segera lakukan serah terima."

Pacar Ansel? Ansel tidak membantah. Mata Kiara memanas. Dia mengepalkan tangannya.

Begitu cepat Ansel ingin mengembalikan Susan ke tempatnya, tanpa peduli perasaannya maupun Belle.

Kiara kembali menatap Ansel. "An ...."

Sebelum selesai, tatapan dingin dari Ansel langsung memotongnya.

"Kalau nggak puas dengan mutasi kerja, silakan ajukan ke atasan langsung." Alis Ansel berkerut, tak ingin hubungan pribadi mereka terungkap.

"Susan lebih cocok untuk posisi ini," tambah Ansel.

Kiara paham. Ansel bukan hanya bicara soal pekerjaan. Sakitnya menghantam dari dalam, tetapi dia menahan diri dan memasang wajah tenang. Tentu saja, Ansel memang tak pernah peduli padanya.

"Baik." Kiara mengangguk dan menjabat tangan Susan.

Ansel tampak puas. Dia kembali menatap Susan dengan lembut, berbeda total dari sikap dinginnya tadi.

Tatapan itu tak pernah didapatkan oleh Kiara dan Belle. Ternyata, cinta dan tidak cinta memang sejelas itu. Untunglah, Kiara sudah berhenti berharap.

Malam harinya, kantor mengadakan acara kumpul-kumpul dadakan untuk menyambut Susan. Kiara yang sudah mengajukan pengunduran diri tadinya tak berniat hadir, tetapi Susan terus memaksanya.

"Kiara, kamu marah karena aku ambil posisimu ya? Makanya kamu nggak mau datang ke acara malam ini? Aku nggak bermaksud merebut apa pun darimu. Ini semua atas keputusan Ansel."

"Aku baru masuk kerja hari ini, benar-benar berharap bisa ngobrol lebih banyak sama kamu. Aku belum kenal siapa-siapa. Temani aku ya?"

Kiara menatap tatapan Susan yang samar-samar menyiratkan sesuatu, lalu tersenyum tipis sambil menggeleng. "Kamu salah paham. Aku harus jemput anakku. Maaf."

"Suamimu mana? Dia 'kan bisa jemput."

Suami?

"Aku nggak punya suami." jawab Kiara dengan ekspresi datar, meskipun hatinya terasa perih.

Ansel tak pernah mengakui status mereka. Hidup mereka seperti dua dunia yang terpisah. Ada atau tidaknya status itu, tidak ada bedanya.

"Maaf, aku nggak tahu." Susan meminta maaf, tetapi tetap bersikeras. "Kenapa nggak sekalian bawa anakmu ke acara? Anakku juga datang kok. Mereka seumuran, bisa main bareng."

"Nggak deh, anakku nggak suka tempat ramai seperti itu."

Saat itu juga, sosok kecil berlari ke arah Kiara.

"Mama, hari ini Om yang jemput aku pulang sekolah!" Belle langsung memeluk Kiara dengan riang. "Om juga yang antar aku ke sini!"

Kiara terkejut. Ansel bahkan tak tahu di mana sekolah Belle, kenapa tiba-tiba menjemput? Dia mendongak dan melihat Ansel berjalan mendekat dari kejauhan. Tatapan penuh senyumannya tertuju sepenuhnya pada Susan. Dia bahkan tidak melirik Kiara sedikit pun.

"Ansel, kamu kenal anak Kiara?" tanya Susan dengan heran.

"Ketemu waktu jemput Leo, jadi sekalian aku bawa. Dia anak Kiara dan pernah datang ke kantor beberapa kali." Ansel buru-buru memberi penjelasan karena takut Susan salah paham.

Nada suaranya saat membahas tentang Kiara dan Belle pun terdengar sangat dingin, seperti orang asing dan takut dianggap punya hubungan.

Belle hendak memanggilnya. Namun, Kiara buru-buru melirik Belle dan menggeleng ringan. Belle pun menunduk sedih.

"Oh, begitu. Kamu belum tahu ya? Anak perempuan ini nggak punya ayah. Lebih baik jangan pindahkan Kiara ke departemen pemasaran, jadi ibu tunggal itu nggak mudah."

Alis Ansel sedikit berkerut. Dia menatap Kiara sejenak, lalu menyahut, "Ya sudah, kamu yang tentukan."

Susan tersenyum senang, mengangguk lembut ke arahnya. Keduanya saling menatap lekat-lekat, seakan-akan tak ada orang lain.

Belle mencengkeram baju Kiara dan menyandarkan kepala ke pahanya.

"Mama, Papa Ansel ...." Suara Leo memecah keheningan di antara mereka.

Anak itu berlari dan langsung memeluk kaki Ansel. "Papa Ansel, gendong!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 21

    Kiara terus menjaga Ansel di sisinya dan Belle juga tidak mau meninggalkannya. Dalam sekejap, tujuh hari telah berlalu, tetapi Ansel belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar."Mama, kenapa Papa belum juga bangun?" Belle hampir menangis setiap hari. Suaranya serak dan matanya sembap.Kiara merasa sangat sedih. Dia mengompres mata Belle dengan handuk dingin. "Papa akan bangun.""Mama, aku takut. Aku nggak mau Papa meninggal."Kiara tercekat. "Ansel, kalau kamu nggak bangun juga, kami nggak akan pernah memaafkanmu!"Di ranjang, jari-jari Ansel tiba-tiba bergerak. Bola matanya mulai berputar, lalu dia membuka mata dengan susah payah. "Kiara ... Belle ....""Mama! Papa bangun!" Belle berseru dengan semangat dan segera berlari ke arahnya. Wajahnya berseri-seri. "Papa!""Maaf sudah membuat kalian khawatir ...," ucap Ansel."Kami yang seharusnya berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkan kami," ujar Kiara dengan mata berkaca-kaca sambil menahan emosinya.Ansel hanya tersenyum tipis. Dia t

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 20

    Kiara memeluk Belle erat-erat. Dia merasa panik dan gugup. Jantungnya seakan-akan hendak meloncat keluar dari dadanya."Lepaskan kami! Kalau nggak, aku bunuh yang besar dulu, baru yang kecil!" Salah satu perampok mengancam dan Kiara merasakan dinginnya pisau menyayat kulit lehernya. Rasa sakit menyebar."Lepaskan mereka! Aku yang jadi sandera!" Ansel berteriak dan maju. Dia berdiri di belakang para perampok. "Aku CEO Grup Golden, aku bisa membawamu keluar dari sini."Perampok itu tidak bodoh. Mengendalikan pria dewasa bukanlah hal mudah. Dia menolak tawaran Ansel.Tanpa ragu, Ansel mengambil batu di dekatnya dan menghantamkannya ke tangan kanannya. Suara tulang patah terdengar nyaring, wajahnya langsung pucat."Tanganku sudah patah, aku nggak bisa melawan. Kalau masih ragu, aku bisa patahkan juga tangan kiriku. Lepaskan mereka dan jadikan aku sandera.""Om ...." Belle bersuara dengan lirih. Air matanya mengalir deras. "Om terluka ...."Kiara melihat momen saat Ansel mematahkan tanganny

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 19

    "Kiara, mikirin apa?" Ansel berbalik dan melihat Kiara menatapnya tanpa berkedip. "Apa ada yang salah denganku?""Nggak, terima kasih untuk hari ini. Belle sangat senang," jawab Kiara pelan. Dia mengantar Ansel ke pintu. "Sudah larut, hati-hati di jalan."Ansel menahan pintu yang hendak tertutup. "Kiara, aku ayah Belle. Merawat dia adalah kewajibanku. Dulu aku memang berengsek, tapi sekarang aku sungguh-sungguh berubah.""Aku paham." Kiara menegaskan dengan tenang. Dia tahu bahwa perubahan Ansel untuk mencintai Belle adalah nyata."Kiara, kamu benar-benar nggak mau kasih aku satu kesempatan lagi?" Ansel menatap dengan penuh cinta, matanya memerah dan basah.Selain saat kecelakaan mobil itu, dia tidak pernah menangis lagi. Sekarang air mata itu muncul lagi, membuatnya terlihat begitu tulus. Andai saja waktu bisa diputar ulang ...."Pak Ansel, aku nggak butuh kesempatan itu. Aku nggak akan menghentikanmu menyayangi Belle. Tapi antara kita, yang telah berlalu biarlah berlalu. Dengan kemam

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 18

    Belle memeluk bonekanya, pura-pura tidak mendengar. "Mama, ayo kita pulang.""Aku antar kalian," kata Ansel.Kiara menolak, "Nggak usah, kami bisa pesan mobil sendiri."Ansel tidak memaksa, hanya mengantar mereka dengan tatapan.Keesokan pagi, Ansel sudah menunggu di lobi hotel dengan bunga segar dan kue di tangan. "Pagi, kalian ada waktu nggak? Kita makan bareng ya?""Maaf, aku nggak sempat." Kiara menolak dan menggandeng Belle pergi. Ansel tetap tidak memaksa, hanya menatap punggung mereka dari jauh.Dia tahu betul, Kiara tak akan memaafkannya dengan mudah. Namun, Ansel tak menyerah, juga tak putus asa.Setiap hari, dia datang ke hotel tempat Kiara dan Belle menginap. Setiap kali, dia membawa hadiah berbeda. Dia yakin suatu hari nanti, mereka pasti akan luluh.Kiara menolaknya setiap kali, tetapi Belle mulai sedikit luluh."Mama, Om datang lagi," kata Belle sambil menunjuk Ansel yang memeluk boneka beruang besar. Dia tampak bersemangat. "Beruangnya lebih besar dari Mama!""Hmm." Kiar

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 17

    "Kiara, temani Belle sebentar ya. Aku masak sebentar saja." Nada suara Ansel terdengar bahagia. Adegan ini sudah sering dia bayangkan dalam mimpi dan sekarang akhirnya menjadi kenyataan.Belle dengan senang hati membuka hadiah-hadiahnya. Ada berbagai macam barang. Boneka, buku aktivitas, LEGO, hewan peliharaan elektronik ....Ketika melihat semua itu, hati Kiara pun terasa perih. Kenapa manusia baru tahu menghargai setelah kehilangan?"Ayo, sudah waktunya makan." Ansel menyajikan hidangan terakhir, melepaskan celemeknya, lalu memanggil Belle dengan penuh semangat.Belle berkeringat dan tangannya penuh warna. Ansel membawanya cuci tangan dulu, lalu mengeringkannya dengan lembut dan menggandengnya ke meja makan."Aku ini suami dan ayah yang payah. Aku bahkan nggak tahu kalian suka makan apa, jadi cuma asal masak." Ansel menyesal, menatap Kiara dengan hati-hati.Dia memasak iga asam manis, ayam filet, tumis selada air, dan sup ikan. Kiara terkejut karena tidak menyangka Ansel bisa masak.

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 16

    "Maaf, aku harus naik ke panggung." Kiara tak menjawab, hanya melewati Ansel dan berjalan ke atas panggung.Sebagai perwakilan perusahaan, Kiara memperkenalkan produk baru mereka. Dia tampil percaya diri, penuh wibawa, dan menyampaikan materi dengan sangat profesional.Ansel menatapnya, penuh penyesalan. Dia baru sadar bahwa ternyata wanita itu begitu bersinar. Jantungnya yang telah lama mati rasa kini kembali berdebar kencang. Tatapannya tak terlepas dari Kiara.Dia tidak akan menyerah. Dia pasti akan merebut kembali istri dan putrinya."Terima kasih semuanya. Kalau ada yang belum jelas, bisa tanya langsung kepadaku nanti." Kiara mengakhiri presentasi dengan anggun, lalu membungkuk dan turun dari panggung.Belle berlari menghampirinya. Kiara menggandeng putrinya dan menyapa beberapa orang yang mendekat.Ansel hanya berdiri diam di sisi, tak berani menyela. Baru saat semua orang pergi dan hanya Kiara serta Belle yang tersisa, dia memberanikan diri untuk mendekat."Presentasimu luar bia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status