Hantaman Banyu membuat suasana bertambah panas, mereka mengerumun hingga membuat Banyu dan Sky terjepit di antara kumpulan orang."Bagaimana ini?" Tanya Sky yang mulai tak suka dengan situasi ini.Banyu mengamati setiap wajah yang ada di sana dan dia merasa mereka semua hanyalah orang-orang yang memang di minta menghancurkan dirinya di tempat ini."Sky, kamu siap ke ruangan kita?""Ya, itu terdengar lebih baik."Banyu kembali menatap wajah mereka semua satu per satu. "Minggir!" Ucapnya memerintahLelaki yang ia pukulntadi tertawa "Kamu ingin pergi setelah apa yang kamu lakukan padaku?""Ya, jika tak ingin ada lagi darah tumpah di sini, beri aku jalan!".Ucapnya lagi tak gentar.Entah apa yang terjadi, kerumunan itu membuka jalan untuknya dan Sky, tanpa ada lagi perlawanan, tanpa ada lagi keributan."Apa yang kalian lakukan!" Teriak lelaki bertato itu dengan kesal, ia merasa harga dirinya di injak-injak karena hampir semua tahanan membukakan jalan untuk Banyu dan Sky.Nanti menatap rem
"Dengar, aku bisa membuatmu malu di sini, tapi jelas itu tak akan aku lakukan dan katakan, sekarang aku ingin kami membayar juga apa yang sudah kamu lakukan padaku!"Lelaki bertato itu tersenyum jelas dia ingin menunjukkan kekuasaannya, namun Banyu masih bisa menahan diri, membuat lelaki itu jauh lebih merasa terhina dengan apa yang akan Banyu lakukan."Bagaimana jika kita bertaruh, jika kamu menang akan aku berikan kompensasi yang kamu minta, namun jika aku yang menang, aku hanya ingin satu hal selama aku di sini.""Katakan apa?""Nanti jika aku menang akan aku katakan!"Lelaki iti melipat tangan di dada, jelas dia juga ingin terlihat jago dan dengan senyum seolah meremehkan dia melihat ke arah Banyu."Jadi permainan apa yang kamu inginkan?"Banyu mengangkat kedua tangannya."Semua terserah padamu!"Kembali senyum lebar itu terlihat, seolah tak percaya Bantu bahkan memberinya ruang untuk memilih."Baiklah, aku ingin kita gulat!"Banyu mengerutkan alis, gulat bukanlah permainan yang di
Sementara di rumah megah Banyu, Dina semakin cemas tak mendapati juga kabar dari Banyu dan Sky, berkali-kali ia cobae cari ke berada mereka namun hingga malam berganti pagi tak satupun petunjuk ia dapat."Masih belum ada kabar, mungkinkah ini.juga bagian dari rencana Kanaya?" Rose tiba-tiba saja bicara pada Dina yang masih terus berusaha mencari di mana Nanti berada.Dina melihat ke arah Rose dan berpikir sejenak, bisa jadi ini memang bagus dari rencananya."Bagaimana jika ini hanya sebuah sandiwara, apa masih ada kemungkinan jika Banyu dan Sky di sekap di suatu tempat?" Rock ikut berkomentar."Cari tau kemana aku harus menghubungi Kanaya!" Dina meminta Rock mencari tau lagi, sementara dirinya menutup laptop do atas meja dengan kesal.Saat mereka sedang sama-sama berpikir keras, tiba-tiba saja Anik membuka pintu ruang kerja milik Banyu. Semua mata menatapnya penuh tanya, Anik merasa langkahnya salah hingga dia tersenyum tak enak hati."Ada apa?" Rose bertanya setelah melihat gadis it
"Kenapa harus menuduh adikku?"."Karena dia memang tau semua ini!" Ucap Dina dengan wajah kesal dia menceritakan semua yang Kanaya lakukan."Sekarang dimana dia berada?" Tanya Dina lagi membuat Khan terdiam melihat ke arahnya."Aku tak tau!" Khan bersikeras melindungi adiknya.Dina meremas tangannya sendiri, tanpa rasa takut dia berjalan mendekati lelaki yang bahkan lebih tinggi darinya itu, dengan kasar ia menarik kerah baju Khan hingga wajah mereka saling berhadapan."Aku tanya sekali lagi tuan Khan yang terhormat, aku masih bersikap baik padamu bukan karena aku takut, aku hanya masih menghormati dirimu sebagi sahabat kecil suamiku."Khan terdiam, di liatnya dua manik mata Dina dan wajah datarnya berubah seketika. "Apa kamu serius soal Kanaya?" Tanyanya terdengar aneh di telinga Dina."Maksudnya aku serius apa? Sejak tadi aku bertanya padamu dan kamu anggap aku sedang bermain? Lucu sekali tuan besar ini!" Dina masih mencengkeram erat kerah baju Khan, matanya nyalang kini menunggu a
Malam ini udara begitu dingin, aku masih tak mengerti kemana aku di bawa dan di mana sekarang aku berada, mereka mengurung kami pada kamar-kamar kecil dengan lebar yang nyaris tak bisa membuatku leluasa.Banyu menulis pada selembar kertas yang sejak tadi ada di atas mejanya, ruang demi ruang mulai di tutup rapat dan lampu di sisi samping nya menyala redup. Hening tak ada lagi suara, ia bahkan terpisah cukup jauh dengan Sky yang ada di ruang atasnya. Banyu masih tak melakukan apapun, ia.masih menunggu apa yang akan mereka lakukan setelahnya.Kakinya lalu melangkah mendekati pintu kamarnya yang tertutup rapat, ia tak bisa melihat apa yang ada di luar sana, semuanya nampak gelap sekarang, namun perlahan dia mendengar langkah kaki entah dari mana, seperti seseorang yang memeriksa kamar demi kamar dan Banyu segera menempati tempat tidur nya sebelum terlihat dan menimbulkan masalah baru.Tak lama langkah kaki berjalan mendekat dan berdiri tepat di sisi luar pintu kamarnya, mata Banyu terpej
Dina keluar dari rumahnya, membawa Jhon dan beberapa orang kepercayaan Banyu, ia bukan takut datang sendiri namun Dina sadar wanita ular macam apa yang sedang dia hadapi. Rose memberikan alamat Kanaya dengan baik, bahkan ketika Dina memberi kabar pada Khan, lelaki itu nampak terkejut tak tau jika adik perempuannya sedang berada di Jakarta.Membelah jalanan yang padat, Dina tak sabar bertatap muka dengan wanita yang dia anggap remeh beberapa waktu lalu. Dina berada di dalam mobil bersama Rose dan Ramdan, sementara Mala dan Anik mengurus Sean dan Dara di sekolah mereka. Ya, Dina tau anak-anak mungkin saja dalam bahaya, karena itu dia tak pernah membiarkan Sean dan Dara jauh dari pengawasannya.Mobil Dina tiba di depan gerbang bernuansa putih gading yang megah, gerbang itu begitu rapat hingga mereka tak mungkin menerobos masuk begitu saja."Tak lama mereka akan keluar!" Ucap Rose menatap layar tablet di tangannya, diam-diam dia memang sudah mengambil alih seluruh cctv rumah megah Kanaya.
Kanaya menatap nyalang ke arah Dina, ia benci kalah, kekalahan membuat seluruh harga dirinya terinjak habis."Jika aku tak bisa mendapatkan mas Banyu, kau atau wanita manapun tak boleh berada di sisinya!" Teriaknya kehilangan kendali.Tawa Kanaya terdengat melengking, membuat Dina merasa miris, wanita ini benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya."Wanita tak waras kamu Kanaya!""Hahahahaaa, aku memang sudah gila Dina, gila karena tak bisa bersama mas Banyu, kau tau Dina betapa sakitnya aku saat Banyu lebih memilih wanita janda sepertimu! Aku marah pada diriku sendiri, merasa kehilangan seluruh kebahagiaan yang sudah aku siapkan bersamanya!"Dina terdiam, ia tau luka hati Kanaya begitu besar, hingga dia tak bisa membedakan mana yang benar dan tidak."Aku minta maaf jika pernikahan kamu membuatmu merasa terluka, tapi cobalah belajar untuk mengikhlaskan apa yang sudah terjadi Kanaya.""Ikhlas, kau bilang ikhlas untuk semua yang terjadi? Persetan dengan ikhlas Dina, aku hanya ingin Bany
"Kakak, kenapa wanita itu tega sakali padaku!" Ucap Kanaya saat Khan membantunya melepaskan ikatan, wanita itu tertunduk lesu seakan tak melakukan kesalahan apapun.Khan hanya diam melepaskan ikatan adiknya, ada banyak hal yang ingin dia tanyakan pada Kanaya, namum Khan masih berpikir dari mana dia harus memulai."Aku tak terima dengan perlakuannya padaku kak, wanita itu sudah gila, dia begitu teropsesi dengan mas Banyu." Ucapnya sembari mengusap pergelangan tangannya sendiri.Khan menatapnya sendu. "Bukankah kamu yang begitu teropsesi dengan Banyu?""Aku? Aku hanya mempertahankan cintaku kak.""Cinta? Wanita yang kamu bilang teropsesi itu adalah istri sah dari lelaki bernama Banyu yang kamu cintai itu Kanaya!"Kanaya terdiam menatap wajah kakaknya."Lalu? Dia hanya wanita yang kebetulan bersetatus istrinya, namun dalam kenyataan hanya aku yang memahami betul bagaimana mas Banyu dulu."Khan menatapmlekat wajah Kanaya, adik yang di anggapnya polos ternyata diam-diam masih memiliki hara