"Saat tersadar, tubuh saya di kerubung semut, saya merayap mencari pertolongan, Bapak Juragan datang saat saya sudah lelah dan menyerah. Dalam hati saya berjanji, siapapun yang menyelamatkam saya hari itu, saya pasrahkan hidup saya padanya"Aku terdiam. Cerita mas Ramdan seperti sebuah film petualangan, benarkah dia seberuntung itu, lolos dari maut dan memiliki hidup kedua?"Dua minggu saya dirawat di rumah sakit Bontang mbak. Dan Bapak juragan datang menanyai saya satu hal saat bertemu.""Tanya apa mas?""Kamu mau hidup berguna atau tidak! Itu kalimat yang saya ingat sampai sekarang""Lalu mas Ramdan jawab apa?""Saya jawab mau. Bapak lalu memasukkan saya ke rehabilitasi. Enam bulan saya di sana. Saya pecandu berat mbak, saya bahkan beberapa kali hampir mati karena barang-barang setan itu. Jangan sesekali ikut menikmati barang haram itu, jika tak ingin hancur seperti hidup saya dulu."Jadi Bapak dulu sering ke Kalimantan karena ada mas Ramdan yang harus dia urus? Sebelum mas Ramdan D
Aku yakin akan hal itu, sebab aku pernah memberi obat tidur pada mas Haris juga."Kamu dapat di mana satpam itu?" King bertanya padaku. "Sebenarnya satpam yang biasa menunggu rumah, namanya pak Rudi. Satpam toko mebel yang kuminta menjaga rumah bersama anaknya."Aku menjelaskan pada King dan Rose yang ikut terbangun dengan percakapan kami."Lalu kenapa bisa beda orang yang jaga?"Rose melihatku penuh tanya." Sebelum aku kemari, anak pak Rudi kecelakaan, kakinya patah. Jadi pak Rudi meminta tetangganya yang dulu jadi satpam di Jakarta menjaga rumahku, karna pak Rudi tidak bisa datang"Mas Ramdan nampak terdiam, memikirkan sesuatu entah apa."Apa ini satu kebetulan, atau memang sudah direncana?" Mas Ramdan berucap, menatap kami satu persatu.Belum sempat aku menjawab, telponku berdering dari rumah."Halo!""Queen, ada polisi kemari, mereka melakukan penggeledahan! Ada yang melapor, katanya di sini ada pengedar narkoba!""Apa?"Bagaimana bisa narkoba ada dalam rumahku, gila! Aku tau be
Aku diam, mengingat kembali ucapan mas Ramdan."Segera kemobil mbak Dina, segera kerumah sakit""Segera kemobil mbak Dina, segera kerumah sakit"Kuulang berkali-kali kalimat itu, sebuah kesimpulan terkumpul di kepalaku."Kemobil? Kerumah sakit?"Apa itu petunjuk untuk rencananya? Tanpa fikir panjang aku berlari kedalam mobilku."Terkunci!" Kunci, dimana mas Ramdan meletakkan kuncinya?Aku mengingat kebiasaan mas Ramdan setelah membawa kunci, dia akan meletakkannya di?"Saku celana!"Aku terkejut. Jika dia memintaku kemobil, namun kunci masih disakunya, artinya aku harus mengambilnya."Rock, keluarkan mobilmu!""Kenapa?""Cepatlah. Kita kejar mereka"Rock segera berlari kemobil. Sky mengunci pintu rumahku dan ikut berlari masuk kedalam mobil Rock yang sudah mundur kejalan.Aku duduk dibelakang. Sky menutup pinti dengan kencang. "Apa yang terjadi Queen?""Entahlah, namun mereka sepertinya bukan polisi! Cari mobil tadi. Cepat!"Rock duduk di belakang kemudi. Kami berusaha mengejar mere
Kami terus memutari Purwakarta, namun tak juga menemukan petunjuk apapun. Dalam kegentingan yang sangat membuat kami tertekan, ponselku berbunyi."Halo" Aku mengangkatnya dengan suara datar."Kau beruntung Dina Arleta, gadis si*lan itu melindungimu" Suara Mala terdengar kesal di seberang sana."Jangan libatkan orang lain Mala, ini urusan antara kau dan aku!" Aku memperingatkan dirinya, dia juga harus tau posisinya di rumah ini."Bagaimana, aku juga bisa bermain sepertimu kan Dina?Suara Mala terdengar meledekku, perempuan tak waras ini masih saja tak sadar diri, dia kira bisa dengan gampangnya mempermainkan hidupku!"Apa maksud ucapanmu, ha!" Aku sedikit terbawa emosi."Apa lagi, aku tau selama ini kau memata-matai hidupku Dina, jadi ini baru awal permainanku padamu. Dengarkan aku Dina Arleta, aku akan membuatmu membayar semua yang kau lakukan padaku!"Suaranya terdengar meyakinkan. Lucu sekali, aku kini berurusan dengan gadis yang dalam pemeriksaan bahkan mengalami gangguan jiwa, jik
Jangan bilang Khayalanku tinggi. Karena nyatanya, aku seorang Dina memang naik Helikopter ini ke Jogja. Dan yang lebih mengejutkan lagi king yang membawanya.Sampai di sana, kami turun disalah satu lapangan. Jauh dari pemukiman, namun dekat dengan pantai.Dua mobil sudah menunggu kami di sana dan kami di bawa menuju rumah King di Jogja.Rumah King cukup besar, berpagar putih, rumah ini nampak seperti rumah peninggalan belanda. Seorang wanita paruh baya keluar menyambut kami. Dari wajahnya, aku bisa tau dia bukan orang asli indonesia.King memeluk wanita itu, dan membawa kami masuk ke dalamnya. Rumah dengan kaca-kaca besar dan langit-langit menjulang tinggi."Ini mamaku. Mama kandungku!"Kami saling pandang. King tak pernah cerita, bila ibunya seorang wanita blesteran dan sekarang kami pun tau, wajah siapa yang melekat pada wajah King. Kami tersenyum, wanita itu juga tersenyum, lalu membelai wajahku perlahan."Dina ya?"Aku terkejut, memandang King penuh tanya. Darimana dia tau namaku
Aku tak sabar. Duduk saja dirumah ini membuatku justru semakin kehabisan akal. Namun mengingat yang kami hadapi bukan sebuah geng main-main, aku terpaksa harus menunggu kabar.Mobil hitam kembali masuk kepekarangan. Kali ini mas Aris tidak sendiri. Beberapa mobil lain datang setelahnya. Mas Aris menemui Pakde Har dan langsung berbisik.Mengapa harus berbisik? Aku juga ingin dengar kabar apa yang mereka bawa. Hingga kugeser duduk kedekat pakde, bukan informasi yang kudapat. Justru lirikan tajam pakde padaku.Aku hanya mampu tersenyum dan kembali keposisi semula. Andai aku tak banyak merahasiakan sesuatu. Sekarang aku pasti sudah merengek pada pakde Har dan tak mungkin bisa pakde marah. Tapi sejak awal aku sudah salah. Jadi aku takut bersikap manja.Setelah bisikan itu, wajah pakde berubah marah. Namun ada senyum tipis tersungging diujung bibir. Sangat misterius."Kalian tau dimana Ramdan?""Yaa pakde. Kami tau" Sky langsung menjawab."Ayo kita jemput dia!"Pakde Har berjalan keluar. Ak
Aku harus melihat keadaan mas Ramdan, dengan cepat aku mendekat pada King, wajah Mas Ramdan penuh memar dan darah."Apa yang mereka lakukan padamu mas?"Aku bertanya ketakutan, namun aku masih bisa melihat senyumnya. Syukurlah, seketika kekhawatiranku menguap, dia masih bisa tersenyum meledek, Itu artinya dia baik-baik saja.Pakde Har masih berdiri dibdepan kami, lelaki botak itu menatap kami penuh tanya."Jangan menatapnya!"Teriakan Pakde Har membuat kami semua terkejut, king J dan Rock membantu Black berdiri. Sky memeluk Rose dan tertatih mendekati kami. Kini kami berjajar di tengah pasukan Pakde Har.Pakde mengetuk-ngetukan tongkatnya, tongkat penyangga yang meski tak membantunya berjalan namun tetap selalu dia bawa."Aris, bawa mereka semua pergi dari sini!"Pakde memberi titah, kami melangkah mengikuti perintah Pakde.DOORR!Tembakan kembali terdengar, lelaki botak itu mengacungkan senjata. Aku terkejut, dan orang-orang Pakde berdiri membentuk barisan. Bahkan kini mereka semua m
Kami membawa Anik ke Solo, aku sudah menghubungi Bapak dan mas Pandu. Mas Pandu bilang, Rumah Sakit sudah siap menerima Anik. Gadis itu belum juga sadar sejak kami bawa ke Rumah sakit di Purwakarta, Dokter bilang ada pendarahan pada kepalanya dan itu membuat kami sangat khawatir.Aku duduk di dalam ambulan bersama seorang perawat yang mengantarkan. Hatiku berdesir nyeri saat melihat gadis ceria yang kukenal kini terkulai tanpa daya dan tak sadarkan diri, sepanjang jalan terus kuamati wajahnya yang tak lagi terseny saat di dekatku.Masuk pelataran Rumah Sakit, anik di bawa masuk IGD. Aku mengikutinya dari belangan dan melihat mas Pandu sudah berdiri menunggu di pintu luar. Mas Pandu ikut masuk mendorong Anik ia memberi isyarat padaku untuk menunggu di luar dan ku hanya mampu diam melihat pintu IGD tertutup.Rose dan lainya datang setelahnya, mereka ikut menunggu bersamaku di depan IGD. Kami mencari tempat untuk duduk yang kini hanya bisa duduk di lantai. Aku menyandarkan punggung pada