Share

Bagaimana Reaksi Mereka?

Penulis: Perarenita
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-16 16:32:25

Dan benar saja, firasatnya itu sangat tepat. Andai Bu Wati tahu siapa Rosa sebenarnya, mungkin sikapnya akan lembut, dan meratukan Rosa, seperti dia meratukan Tiara.  

"Tadi ke sini naik apa?" tanya Hasan, memecahkan keheningan, dan kecanggungan yang sempat tercipta.  

Sikap lancangnya tadi, membuat keduanya sama-sama menahan malu, tetapi saling menikmati. Andai saat ini mereka berada di dalam kamar, mungkin aksi malam pertama yang sempat tertunda akan terlaksana. 

"Motor," jawab Rosa pelan. 

"Motor?" Hasan mengulangi ucapan istrinya. 

"Iya motor, Mas." 

"Motor bapak?" 

"Bukan."

"Lalu?" 

"Ya, motorku, Mas. Mau make motor bapak, tapi nggak dikasih izin sama ibu, jadi ya aku beli motor sendirilah. Dari pada minjem-minjem nggak dipinjemin." 

"Apa!" Hasan terbelalak mendengar penuturan istrinya. "Kamu anggap beli motor kayak beli kopi di warung, Sa?" ucapnya seakan tak percaya atas pengakuan istrinya. 

"Kenapa? Kamu nggak percaya, Mas?" 

"Ya nggak percaya, Sa. Aku kasih uang ke kamu aja cuma satu juta mana cukup untuk beli motor, atau pun DP,---"

"Aku beli kes, Mas. Nggak pake DP, dan nggak pake uang kamu. Uang kamu cuma aku pake untuk keperluan dapur. Kamu lupa siapa istri kamu ini, Mas?" 

Hasan pun terdiam. Benar, ucapan Rosa  memang benar. Melihat kesederhanaan yang ada di dalam diri Rosa, membuat Hasan jadi melupakan asal-usul istrinya. Wanita yang selalu di balut dengan kemewahan ini ternyata bisa beradaptasi dengan dirinya yang penuh dengan kesederhanaan. Apalagi keluarganya, yang masih tinggal satu atap meski semua sudah berumah tangga.  

"Maafkan aku, Sa," ucap Hasan tertahan. Perasaannya semakin tak karuan.

"Kenapa minta maaf, Mas?" 

"Karena aku belum bisa memberikan kenyamanan untukmu, Sa." 

"Tidak masalah, Mas. Begini saja aku sudah nyaman," kata Rosa sambil tersenyum, perlahan jemarinya menyentuh jemari kekar suaminya, mengelusnya, dan memberi kenyamanan untuk lelaki itu. Rosa tahu bahwa saat ini mungkin saja suaminya tengah dilanda rasa tak percaya diri. Namun, bagi Rosa bagaimana keadaannya saat ini ia sama sekali tidak menyesal atas keputusan papahnya.  

"Pulang yuk, Mas. Motor kamu tinggal aja. Aku ingin jalan-jalan sama kamu," pinta Rosa pada suaminya. 

"Kamu bercanda, Sa? Jam kerjaku masih panjang." 

"Kenapa harus kerja terus, Mas? Kita bahkan belum honeymoon, loh. Aku ingin jalan-jalan. Semenjak kita menikah aku hanya diam di rumah. Hari ini aku sangat bosan, Mas. Aku ingin berkeliling Kota Palembang," rengek perempuan berwajah ayu itu. 

"Iya ... tapi tidak sekarang, Sa." 

"Kapan? Jawaban kamu sama terus, Mas. Kapan bisanya?" 

"Tidak ada waktu cuti untuk karyawan sepertiku, Sa. Tapi kamu jangan khawatir, sebisanya akan aku usahakan agar kita bisa pergi jalan-jalan," ungkap Hasan, "tapi sore ya, Sayang," lanjutnya penuh harap. 

Kini Rosa yang terdiam. Ada satu hal yang telah dilupakannya. 'Ah, bodohnya aku!' umpatnya  dalam hati. 

"Baiklah, Mas. Sore juga tidak pa-pa. Kalau begitu aku pulang dulu ya, Mas. Aku tunggu kamu di rumah saja," kata Rosa seraya mengambil tas yang berisi kotak nasi tadi. 

Lelaki itu tak bisa berbuat apapun, ingin mencegah, dan membiarkan istrinya tetap disini menemaninya kerja seperti cerita yang ada di novel-novel, tapi itu tidak mungkin. Dirinya bukanlah CEO apa lagi pemilik perusahaan ini. Sangat lucu bila satu kantor tahu, seorang Security membawa istrinya ke pos jaga hanya untuk menemaninya bekerja. Di tambah, bila kedua saudaranya tahu, yang ada dirinya akan jadi bahan olokan. 

"Ya, hati-hati," ucap Hasan pada akhirnya. "Oh ya, Sa," panggil Hasan sebelum istrinya keluar dari pos jaga ini. 

"Kenapa, Mas?" 

"Kalau sudah sampai rumah langsung masuk kamar ya," pinta Hasan.

Rosa tak bergeming, ia sedang mencerna perkataan suaminya. 

"Ibu, kamu tahu sendiri bagaimana sikap ibu. Apalagi kamu beli motor baru, aku yakin ibu akan semakin kasar padamu," jelas Hasan, terlihat jelas di manik matanya rasa khawatir yang mendalam.  

"Iya, Mas. Pulang ini aku langsung masuk kamar. Kamu tenang aja, ya." 

"Satu lagi." 

"Apa, Mas?" 

"Bilang seadanya. Kalau motor itu belinya pakai uang kamu." 

"Iya, Mas ...." 

"Ya sudah, hati-hati di jalan. Nanti sore, jam lima bersiaplah, aku pulang kerja kita langsung pergi." 

"Oke, siap, Pak!" sahut Rosa sambil tersenyum manja. 

Wanita berperawakan tinggi, berkulit putih, dan berambut panjang itu segera pergi meninggalkan area perkantoran dimana suaminya bekerja mencari nafkah. Ia mengenakan helm, dan mulai menyalakan motor baru miliknya yang mungkin saja akan membuat heboh satu kampung. Ah tidak ... Rosa sudah tak sabar ingin melihat Ibu mertuanya kebakaran jenggot. Apalagi Tiara, kakak iparnya yang kampungan itu, pasti dialah yang akan menjadi orang terheboh pertama kali saat dirinya tiba di rumah nanti. 

"Baiklah ... mari kita lihat bagaimana reaksi mereka saat tahu aku pulang bawa motor baru," ucap Rosa sambil tersenyum memperhatikan jalanan yang dilaluinya. 

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Kedatangan Marco

    Suara sepatu para petugas berseragam bergema di dalam apartemen kecil itu, menciptakan ketegangan yang semakin menyesakkan. Lampu gantung berayun pelan akibat pintu yang didobrak paksa beberapa detik sebelumnya. Hasan berdiri kaku, wajahnya penuh amarah, sementara Mia berusaha keras mempertahankan ketenangannya.Rosa melangkah masuk, senyumnya lebar, namun dingin. Tatapan matanya menyorot tajam, seolah mengukur setiap inci dari ekspresi Mia dan Hasan. Di belakangnya, dua petugas tetap siaga, senjata mereka mengarah tanpa goyah."Kau pikir bisa mengendalikanku, Mia?" Rosa berkata pelan, hampir berbisik, namun cukup jelas untuk membuat ruangan itu terasa lebih dingin.Mia mendongak, menatap Rosa tanpa gentar. "Aku tidak pernah mencoba mengendalikanmu, Rosa. Aku hanya memastikan kau tidak bisa mengendalikanku."Rosa tertawa pelan, langkahnya mendekat hingga berdiri hanya beberapa meter dari Mia. "Kau pintar. Itu yang membuatmu menarik. Tapi sayangnya, permainan ini bukan tentang siapa ya

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Ini Belum Usai, Mia!

    Suasana di ruang kerja Hasan begitu tegang hingga udara pun terasa berat. Lampu gantung bergoyang pelan, menciptakan bayangan samar di dinding, seolah menjadi saksi bisu dari pertemuan yang penuh intrik ini.Mia berdiri tegak di depan Rosa dan Hasan, sorot matanya tajam seperti pisau yang siap menebas. Dengan penuh keyakinan, dia melempar flashdisk kecil ke atas meja. Bunyi benturan kecilnya terdengar nyaring di ruangan yang hening, membawa pesan yang tak perlu dijelaskan dengan kata-kata.“Di dalamnya ada semua bukti untuk menghancurkan kalian,” ucap Mia, suaranya tenang namun penuh tekanan. “Tapi aku tidak datang untuk mengancam. Aku datang untuk membuat kesepakatan.”Rosa mengangkat alisnya, lalu tertawa pelan. Suaranya bergema lembut di ruangan itu, namun ada nada tajam yang tersembunyi di balik tawa itu. "Kesepakatan? Kau pikir kau masih bisa mengendalikan permainan ini, Mia?" Dia melangkah pelan mendekat, tatapan matanya menusuk. "Kau lupa siapa yang memegang kendali."Mia tak b

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Pemenang yang Tak Terduga

    Mia menatap punggung Rosa dan Hasan yang perlahan menghilang di balik pintu gudang. Napasnya terengah, bukan karena kelelahan fisik, melainkan karena beban pikiran yang menghimpit dadanya. Ruangan itu terasa semakin sempit, meski hanya dia dan dua pria berjas hitam yang masih berdiri di sana. Mereka mengawasinya seperti dua bayangan gelap tanpa emosi.Mia mengusap keringat di pelipisnya, mencoba menenangkan diri. Ini belum selesai. pikirnya. Justru permainan baru saja dimulai.Keesokan harinya, Mia kembali ke rumah sakit tempat Farid dirawat. Aroma antiseptik menyambutnya saat ia melangkah di koridor yang sunyi. Langkah kakinya mantap, meski di dalam hatinya berkecamuk badai. Farid masih terbaring lemah di ruang perawatan VIP, infeksi alat kelaminnya membuatnya tak berdaya.Saat Mia membuka pintu kamar, Farid menoleh pelan. Wajahnya pucat, namun matanya penuh kecurigaan.“Kau datang lagi,” gumam Farid dengan suara serak.Mia memaksakan senyum, mendekatinya sambil membawa nampan kecil

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Bukti Nyata

    Pintu gudang terbuka lebar, dan di ambang pintu berdirilah Rosa, menatap mereka dengan ekspresi dingin namun penuh kemenangan. Dua pria berjas hitam berdiri di belakangnya, wajah mereka tanpa emosi."Lama tidak bertemu, Mia."Mia membeku. Jantungnya berdegup kencang saat ia mencoba membaca situasi. Ini bukan sekadar pertemuan biasa. Ini adalah perang.Hasan berdiri di sebelah Mia, ekspresinya tak terbaca. Dia tampak tenang, tapi Mia tahu otaknya pasti sedang bekerja keras mencari jalan keluar.Rosa melangkah masuk, suara sepatu hak tingginya menggema di dalam ruangan. “Aku sudah menunggumu, Mia. Aku tahu cepat atau lambat kau akan mencoba melarikan diri.”Mia mencoba tersenyum tipis, meski dalam hatinya dia tahu dia sedang dikepung. “Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan, Rosa.”Rosa terkekeh, matanya bersinar tajam. “Kau tidak perlu berpura-pura. Aku sudah menyelidikimu sejak awal.”Mia menelan ludah, tapi dia tetap menjaga ketenangannya. “Lalu kenapa kau tidak langsung bertindak?”R

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Rosa Datang

    Mia menatap Hasan dengan napas tertahan. Ruangan itu terasa semakin sempit, udara semakin berat. Hasan masih menggenggam ponselnya, suara di seberang menunggu jawabannya.“Serahkan Mia, dan kita bisa menyelesaikan ini tanpa perlu darah.”Mia menelan ludah. Ini adalah saat yang menentukan.Hasan menutup matanya sesaat, lalu menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, “Tidak semudah itu.”Mia nyaris tidak bisa percaya. Dia… membelanya?Orang di seberang telepon tertawa pelan. “Kau masih terlalu lunak, Hasan. Ini bukan soal seberapa mudah atau sulitnya. Ini soal kepentingan. Kau tahu siapa yang ada di balik semua ini, kan?”Hasan tidak menjawab, hanya mengepalkan tangan.Mia merasakan ketegangan di ruangan itu semakin meningkat. Ini lebih besar dari yang dia bayangkan.Suara di telepon melanjutkan, lebih dingin dari sebelumnya. “Kau punya waktu sampai besok pagi. Jika kau tidak menyerahkannya, aku tidak bisa menjamin keselamatan kalian berdua.”Klik. Sambungan terputus.Mia mencoba m

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Keputusan

    Hujan mulai turun, rintik-rintiknya membasahi wajah Mia saat dia berdiri di hadapan Hasan. Tangannya masih dalam cengkeraman kuat pria itu. Nafasnya berat, pikirannya berpacu mencari cara keluar dari situasi ini.Hasan menatapnya tajam, matanya penuh kemarahan yang terpendam. “Katakan, Mia. Semua yang kau rencanakan.”Mia bisa saja berbohong. Dia sudah sering melakukannya. Tapi kali ini, dia tahu kebohongan tidak akan menyelamatkannya.“Aku…” Mia menelan ludah, memilih kata-katanya dengan hati-hati. “Aku memang mendekati Farid karena alasan tertentu. Tapi itu bukan karena aku ingin menyakitinya.”Hasan tersenyum sinis. “Benarkah? Kau ingin aku percaya bahwa kau mendekati kakakku dengan niat baik?”Mia menarik napas dalam. “Awalnya aku hanya ingin mendapatkan kepercayaan Farid… untuk bisa lebih dekat dengan keluargamu.”Hasan menggelengkan kepala, ekspresinya semakin mengeras. “Dan setelah itu? Apa kau berencana menipu kami? Mengambil uangku?”Mia tidak menjawab, tapi tatapan Hasan sem

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Tertangkap

    Taksi melaju melewati jalanan kota yang diterangi lampu jalan remang-remang. Mia duduk di kursi belakang, jari-jarinya gemetar saat dia menggenggam ponselnya. Pesan yang baru saja dia terima terus berputar di pikirannya.“Kau sudah membuat pilihan yang salah, Mia. Sekarang giliran kami yang bermain.”Siapa yang mengirim pesan itu? Apakah mereka sudah menemukan Marco?Mia menoleh ke luar jendela dan merasakan ketakutan merayapi tulangnya. Sebuah mobil hitam tampak mengikuti taksinya sejak tadi. Tidak ada sirene, tidak ada tanda-tanda mencolok, tetapi nalurinya tahu—mereka sedang diawasi.Sial.Dia tidak bisa langsung kembali ke rumah dan bertemu Marco. Jika dia membawa mereka ke sana, itu sama saja seperti menyeret Marco ke dalam bahaya.Dia harus berpikir cepat.Mia bersandar ke depan, berbicara dengan sopir taksi dengan suara tenang tapi mendesak. “Pak, bisa belok ke jalan kecil di depan sana? Saya harus turun di tempat lain.”Sopir itu menatap Mia sekilas melalui kaca spion, tampak

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Permainan Dimulai

    Mia tahu dia harus bertindak cepat. Situasi di restoran ini semakin berbahaya, dan Marco baru saja memperingatkannya tentang sesuatu yang lebih buruk. Tapi sebelum dia bisa berpikir jernih, Rosa sudah mengambil langkah lebih dulu.Dua pria berjas hitam memasuki restoran, wajah mereka datar dan serius. Keamanan restoran. Rosa melirik mereka dan memberi isyarat halus.“Mia,” Rosa berkata dengan suara pelan namun tegas, “Aku tidak tahu apa tujuanmu mendekati suamiku, tapi aku akan memastikan kau tidak bisa melakukan apa pun lagi.”Mia menatap Hasan, berharap pria itu akan membelanya. Tapi Hasan hanya diam, wajahnya penuh kebingungan. Mia tahu, kepercayaannya mulai runtuh.Sial.“Maaf, Bu,” salah satu petugas keamanan berkata sopan, “Kami mendapat laporan bahwa ada tamu yang mengganggu di sini. Kami harus meminta Anda pergi.”Mia menguatkan dirinya. Dia tidak bisa panik sekarang.Dia tersenyum kecil, menampilkan wajah polosnya. “Saya tidak mengerti apa maksud Anda. Saya hanya sedang makan

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Tak-Tik yang Ketahuan

    Mia merasa kendali ada di tangannya. Hasan mulai terperangkap dalam pesonanya, dan Farid semakin bergantung padanya. Meski Rosa sudah mulai curiga, Mia yakin dia bisa mengatasinya. Namun, di balik rencana yang sempurna, ada sesuatu yang Mia tidak duga—sesuatu yang bisa menghancurkan semuanya dalam sekejap.Dua hari setelah pertemuan dengan Rosa, Mia menerima pesan dari Hasan.(Mia, bisa kita bertemu di luar rumah sakit? Aku ingin mengobrol denganmu tanpa ada orang lain.)Mia tersenyum tipis. Ini lebih cepat dari yang ia perkirakan. Dengan cepat, ia mengetik balasan.(Tentu, Pak Hasan. Kapan dan di mana?)(Besok malam, di restoran La Belle di pusat kota. Aku ingin mengenalmu lebih jauh.)Restoran mewah. Tanda bahwa Hasan mulai melihatnya lebih dari sekadar suster kakaknya. Mia tidak bisa menahan rasa puas yang menjalar dalam dirinya.Namun, saat ia menutup ponselnya, suara dingin Marco terdengar dari belakang.“Kau mulai bermain di luar rencana.”Mia menoleh dengan malas. “Aku tidak be

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status